Terkesan dengan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto

fotoPara Mahasiswa Tzu Chi dan relawan disambut dengan meriah oleh para murid Sekolah Cinta Kasih.

Selasa 14 Februari 2012, mahasiswa dari Universitas Tzu Chi, Taiwan datang mengunjungi Sekolah Cinta Kasih Cengkareng, Jakarta Barat. Mereka datang untuk mengenal lebih dekat sistem belajar mengajar di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi.

 

 

 

Yang menjadi ciri khas dari sekolah ini adalah sistem pendidikannya yang menekankan pada budi pekerti. Keberhasilan siswa tidak hanya diukur dari kecerdasan, melainkan juga harus memiliki kualitas moral dan kecakapan yang tinggi. Upaya ini didukung dengan pengadaan jam pelajaran budi pekerti umum dan budi pekerti Tzu Chi.  Setiap bulan, sekolah mengangkat tema budi pekerti yang berbeda-beda, antara lain: rajin, berbakti, bersyukur, tata krama, cinta kasih, puas hati, toleransi, dan jujur.

Selama berkunjung, para mahasiswa tersebut mencoba berinteraksi dengan para murid Sekolah Cinta Kasih dengan memainkan permainan dan shou yu (isyarat tangan). Kunjungan ini terasa begitu berkesan oleh Su Pei-Wun (21), yang tinggal di daerah Changhua, Taiwan. Ia merasa murid-murid di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi sangat ramah dan sopan. ”Mereka jika kesulitan langsung menggampiri saya. Walaupun mereka tidak bisa berbahasa Mandarin tapi kami bisa berkomunikasi dengan baik melalui bahasa Inggris,” ujarnya.

foto   foto

Keterangan :

  • Para mahasiswa Tzu Chi mengajak para murid Tzu Chi untuk bermain membuat barang. Young Wei Sin sedang memberikan arahan untuk membuat sebuah mainan (kiri).
  • Su Pei-Wun yang sedang mengajak anak SMP Cinta Kasih Tzu Chi untuk berbagi ide untuk membuat sebuah permainan (kanan).

Su Pei Wun menerangkan jika ketika berkunjung ke Sekolah Cinta Kasih, ia melihat dasar-dasar budi pekerti seperti sopan santun dan tata krama telah tertanam baik pada setiap murid. Ia juga menambahkan kunjungan ke beberapa tempat selama 5 hari ini telah memberikan masukan yang positif untuk dirinya, seperti misalnya ketika kunjungan ke Pesantren Nurul Iman pada tanggal 12 Februari 2012 lalu. Di sana ia melihat kehidupan para santri yang sangat sederhana dan rajin. “Meskipun mereka hidup dalam kekurangan tetapi mereka tetap melanjutkan hidup dengan bersyukur dan terus bekerja,”ujar Pei-wun.

Ketika sudah kembali ke Taiwan, Pei Wun ingin berbagi kepada teman-teman sekolahnya bahwa tidak ada perbedaan antara Tzu Chi Taiwan dan Indonesia. Semua aktivitas sama-sama lintas agama dan budaya. Selain  Su Pei Wun, kesan yang sama juga dirasakan oleh Young Wei Sin (21). ”Anak-anak di sini bisa menghargai barang. Barang yang mereka pinjam dapat dikembalikan pada tempatnya. Selain itu, mereka memiliki niat untuk belajar hal-hal baru, sehingga kita yang mengajarkan menjadi semangat,”ujar Young Wei Sin yang berasal dari Penang, Malaysia.

Young Wei Sin yang menyukai bidang sosial memutuskan untuk mengambil jurusan Social Work, yang mana di Malaysia belum ada. Selama empat tahun lamanya ia belajar di Taiwan, ia mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang petugas sosial. Seperti kata Master Cheng Yen,” Masalah di dunia tidak mampu diselesaikan oleh seorang saja. Dibutuhkan uluran tangan dan kekuatan banyak orang yang bekerja sama untuk dapat menyelesaikan masalah di dunia.”

  
 

Artikel Terkait

Training Calon Komite Tzu Chi: Menyelami 37 Faktor Pencapaian Pencerahan (bagian 2)

Training Calon Komite Tzu Chi: Menyelami 37 Faktor Pencapaian Pencerahan (bagian 2)

12 Maret 2014 Tema yang diambil pada pelatihan calon komite dan komite tahun ini mengacu pada pendalaman 37 faktor pencapaian pencerahan.
Waisak 2017: Menghayati Warisan Buddha

Waisak 2017: Menghayati Warisan Buddha

18 Mei 2017

Tahun ini, relawan Tzu Chi Batam mengajak warga setempat berkumpul di Aula Jing Si Batam untuk melakukan upacara waisak dan doa bersama. Total peserta yang bepartisipasi di acara tahunan ini berjumlah 652 orang.

Membersihkan Rumah Kho Bun Sai

Membersihkan Rumah Kho Bun Sai

10 Desember 2024

Kho Bun Sai (78), penerima bantuan Tzu Chi sejak 5 tahun lalu, kini hidup sebatang kara dan kehilangan penglihatan akibat penyakit kataraknya. Ia tidak lagi leluasa beraktivitas. Relawan Tzu Chi Medan membantu membersihkan rumah Kho Bun Sai agar lebih bersih dan sehat.

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -