Terobosan di Tahun Ajaran Baru
Jurnalis : Khusnul Khotimah , Fotografer : Khusnul KhotimahGuru Sekolah Ehipassiko Tangerang Selatan memisahkan label dari gelas dan botol air mineral
Suasana Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Gading Serpong pagi itu Rabu (18/5/2016) berbeda dari biasanya. Puluhan guru, staf dan murid Sekolah Ehipassiko Tangerang Selatan dengan tekun memilih dan memilah sampah yang didominasi oleh botol air minum dan kertas. Sesekali guyonan dan juga celetukan antara guru, relawan Tzu Chi dan petugas depo membahana di antara suara plastik-plastik bekas yang diremukkan.
“Nah, label yang melingkar di botol harus ditarik. Pokoknya semua dipisahkan, tutupnya, bulatan dekat tutup botol, lalu botol juga harus dipisahkan sesuai warnanya. Kan botol bening punya nilai jual yang lebih tinggi, kira-kira Rp.5.000 perkilo. Kalau botol berwarna, artinya botol itu lebih banyak zat kimianya” jelas Dede, petugas Depo kepada para guru dan staf sekolah.
Hari ini merupakan hari yang ketiga atau hari terakhir para guru dan staf sekolah mulai dari guru TK hingga SMA mengikuti pelatihan. Selama tiga hari ini, sebanyak 50 orang dari sekolah secara bergantian datang ke depo.
Petugas Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Tangerang menjelaskan jenis-jenis plastik
Ekskul Tentang Pemilahan Sampah
Kepala sekolah, Roch Aksiadi menjelaskan tujuannya memboyong para guru dan staf ke depo karena pihaknya akan meluncurkan program ekstrakulikuler pada tahun ajaran baru 2016-2017 di bulan Juni mendatang. Yakni Ekstrakulikuler Pelestarian Lingkungan, yang berisi edukasi tentang seluk beluk sampah dan pemilahan sampah.
“Sosialisasi seperti ini memang baru pertama, tapi penerapannya kita sudah dari 2010. Kita dulu punya depo daur ulang di sekolah yang lama. Tapi waktu itu kita hanya sebatas menyampaikan ke orang tua murid bahwa orang tua bisa mengumpulkan ke sekolah dan nanti akan ada pengambilan barang-barang untuk Tzu Chi, nah Tzu Chi datang ke sekolah. Tahun ini kita akan intens, dengan bantuan teman-teman dari Tzu Chi, “ ungkap Roch Aksiadi.
Roch Aksiadi yang akrab dipanggil Pak Adi menambahkan, dengan mengikuti pelatihan ini, para guru akan menularkan ilmunya kepada para murid. Nantinya sekolah akan menerima sampah yang layak didaur ulang. Lalu akan ada briefing bagi para orang tua murid sebelum sampah dibawa ke sekolah. Para murid dan guru secara bergantian akan melakukan daur ulang. Sesudah dipilah maka sampah akan disumbangkan ke Yayasan Buddha Tzu Chi.
Karena itu kata dia, pihak sekolah sangat senang mendapatkan pembinaan dari Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi. Para guru juga meresapi bahwa sampah adalah emas, dan Emas dapat diubah menjadi cinta kasih.
Murid Sekolah Ehipassiko memilah kertas bekas
Djohar Djaya, relawan Tzu Chi Tangerang mengakui membuat sebuah depo daur ulang sampah apalagi di lingkungan dekat sekolah memang bukan perkara mudah. Ini karena sekolah harus tetap bersih. “Kita katakan bahwa membuat satu depo itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Jadi sekolah harus tahu dulu nih misalnya mengapa harus daur ulang, apa yang bisa didaur ulang. Nah dengan seperti itu, baru mereka akan tahu semua. Jadi bagaimana sekolah juga tetap bersih dan tidak berantakan,” ujarnya.
Para relawan Tzu Chi Tangerang yang turut mendampingi pihak sekolah mengikuti pelatihan ini berharap makin banyak lagi pihak yang tercerahkan bahwa ternyata sampah memang harus ditindaklanjuti secara serius.