Tetap Waspada Akan Erupsi Sinabung
Jurnalis : Nuraina (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan (Tzu Chi Medan)Sesuai kebutuhan darurat yang dibutuhkan, relawan Tzu Chi langsung memberikan bantuan berupa masker kepada warga, 20 Februari 2018. Dua belas relawan membawa 1.000 lembar masker dari Medan ke Karo.
Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara kembali erupsi pada 19 Februari 2018. Gunung yang sejak 2010 sudah menyemburkan abu vulkaniknya itu, kembali memuntahkan abu setinggi 5.000 meter dan meluncuran awan panas sejauh 4.900 meter ke arah Selatan-Tenggara, 3.500 meter ke arah Tenggara-Timur, dengan tekanan kuat dan warna kelabu gelap. Lama gempa letusan terhitung sepanjang 607 detik. Letusan yang terjadi pada pagi hari pukul 8.53 itu sontak membuat kondisi berubah seketika, siang seperti malam.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, “Letusan kali ini merupakan letusan terbesar, letusan disertai suara gemuruh dan angin bertiup ke arah barat-selatan sehingga abu vulkanik menyelimuti beberapa daerah sekitar Gunung Sinabung. Di antaranya Kecamatan Simpang Empat, Naman Teran, Desa Payung, Tiga Nderket dan Munthe. Sedangkan daerah yang diterjang lahar dingin Sinabung adalah Desa Perbaji, Suka tendel, dan Kutambaru. dan sejauh ini tidak ada korban jiwa.”
Pascaerupsi, anggota TNI melakukan penyisiran ke desa-desa di kaki Gunung Sinabung. Sebagian masyarakat dievakuasi sesaat untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Namun hingga siang hari, aktivitas masyarakat telah kembali normal karena mereka merasa sudah terbiasa melihat letusan Gunung Sinabung. Di samping itu mereka juga tetap waspada dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Bantuan masker sangat diperlukan mengingat abu vulkanik yang cukup pekat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan warga khususnya gangguan pernafasan.
Abu vulkanik yang cukup pekat juga membuat jarak pandang sangat sempit.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karo, tidak ada tambahan pengungsi, pengungsi lama sudah ditempatkan di hunian sementara dan sebagian mendapat bantuan sewa rumah dan lahan pertanian. “Kebutuhan mendesak adalah masker dan mobil tangki untuk menyemprot abu vulkanik di jalan dan pemukiman warga,” tambah Sutopo dari BPBD Karo.
Sesuai kebutuhan darurat yang dibutuhkan, relawan Tzu Chi langsung memberikan bantuan berupa masker kepada warga, 20 Februari 2018. Dua belas relawan membawa 1.000 lembar masker dari Medan ke Karo dengan jarak tempuh 80 km. Mereka tiba di Desa Naman Teran pukul 9.00 WIB sehari setelah Gunung Sinabung erupsi.
Bantuan masker sangat diperlukan mengingat abu vulkanik yang cukup pekat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan warga khususnya gangguan pernafasan. Sesampainya di sana, relawan bertemu dengan warga Naman Teran yang juga relawan Lahar Sinabung (Larsi) 03, Pelin Depari.
Pelin Depari, relawan Lahar Sinabung (Larsi) 03 membawa relawan dengan angkutan umum untuk membagikan masker di Desa Naman Teran hingga Desa Payung.
Relawan tiba di Desa Naman Teran pukul 9.00 WIB sehari setelah Gunung Sinabung erupsi dan langsung bergegas membagikan masker.
Pelin Depari menceritakan kepada relawan bahwa erupsi yang terjadi 19 Februari 2018 merupakan erupsi terbesar sepanjang letusan Gunung Sinabung. “Walaupun warga di sini sudah terbiasa dengan erupsi Sinabung, namun kali ini erupsinya begitu besar dengan suara gemuruh yang begitu kuat membuat panik warga, sebagian warga menjerit-jerit ketakutan,” tuturnya. Dirinya pun membenarkan bahwa masker adalah bantuan yang paling dibutuhkan warga saat ini. “Angin berhembus ke arah Desa Naman Tenan dan Desa Payung, namun bantuan Masker tidak sampai di kedua desa tersebut karena para donatur jarang yang masuk sampai ke sini, terutama Desa Naman Teran,” imbuhnya.
Dengan bantuan Pelin, relawan berkeliling dengan angkutan umum untuk membagikan masker dari Desa Naman Teran sampai Desa Payung. “Kami sangat sedih dan kasihan dengan warga yang terkena dampak debu vulkanik erupsi Sinabung. Kami saja yang tidak lama di sini sudah merasa sesak dengan tebalnya debu vulkanik, apalagi mereka yang menetap di sana. Semoga bencana ini cepat berhenti sehingga warga di sini bisa hidup dengan damai dan sejahtera,” harap Syukur, koordinator tanggap darurat Tzu Chi Medan.
Editor: Metta Wulandari