Tiga Profesi, Satu Hati

Jurnalis : Juliana Santy, Fotografer : Juliana Santy

fotoSuasana di ruang operasi pada saat Bakti Sosial Kesehatan ke-83 di Pekanbaru, Riau.

Setiap mengikuti kegiatan Bakti Sosial Kesehatan, peran medis sangatlah menjadi bagian utama dalam mendukung kesembuhan pasien. Mereka adalah para dokter dan perawat medis yang terlibat. Mereka adalah tangan-tangan dingin yang telah terlatih untuk mengobati rasa sakit pada tubuh pasien. Kesehatan masa depan bangsa tergantung pada keberadaan dokter dan perawat seperti mereka.

 

 

Menjadi Dokter yang Bahagia
Sejak tahun 2001 ia telah mengenal Tzu Chi karena ajakan dari temannya yang juga sesama dokter. Ia adalah dokter Etty Budiasmi,Spm. Hingga kini ia pun masih tetap aktif menjadi bagian dari dokter mata TIMA (Tzu Chi International Medical Asossiation) di Indonesia dengan mengikuti Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi yang diadakan diberbagai tempat. “Awalnya saya kira itu baksos biasa, setelah saya lihat memang ada bedanya dari baksos lainnya. Bedanya benar-benar kalau kita itu dari awal hingga akhir dan tuntas,” ucapnya.

Profesi dokter mengemban tanggung jawab yang besar sekaligus mengemban misi yang mulia karena dapat mengobati mereka yang sakit. Baginya menjadi seorang dokter adalah panggilan jiwa yang ia idamkan sejak masih kecil. Sebuah kegembiraan yang besar jika ia dapat membantu para pasien yang mengalami gangguan kesehatan mata seperti katarak, dapat melihat lagi dengan jelas, “Kita merasa mereka juga memberikan pelajaran kepada kita, tidak hanya kita memberikan kepada mereka, tetapi mereka juga memberikan kepada kita sesuatu yang bisa kita contoh, seperti, begitu gigihnya mereka dengan kesesengsaraan, bayangkan tidak bisa lihat itu seperti, kok dia bertahun-tahun bisa bertahan? Itu karena sebuah kesabaran yang luar biasa. mereka kok bisa ya,  kita belajar dari situ. Kalau kita punya sengsara sedikit kita jangan mengeluh,” tuturnya.

Baginya seorang dokter harus memiliki semangat untuk berbagi supaya bisa membantu mereka yang membutuhkan dan profesi dokter bukanlah tempat untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ia pun menceritakan sebuah ucapan Master Cheng Yen tentang profesi dokter dan ucapan tersebut pun membuatnya terkesan, “Master Cheng Yen bilang saat bertanya kepada mahasiswanya yang mau masuk kedokteran, ‘Tanya pada dirimu sendiri, apa yang membuat kamu ingin masuk sekolah dokter. kalau kamu ingin menjadi kaya, maka kamu akan menjadi dokter yang tidak bahagia, bisa kaya, tapi kamu tidak akan memperoleh kebahagiaan dari kamu menjadi dokter.”

 “Master tidak melarang dokter menjadi kaya (karena profesinya), tapi Master bilang bahwa kamu tidak akan memperoleh kebahagiaan di situ. Makanya Master berkata untuk ‘renungkan kembali’. Kalau itu yang menjadi tujuan kamu, maka bersiaplah kamu untuk menjadi tidak bahagia. Kalau kamu ingin menjadi dokter yang bahagia, maka kamu jangan pikirkan kekayaan,” jelasnya yang juga berharap kedepannya TIMA dapat semakin menjangkau ke daerah-daerah yang tak terjangkau dari pelayanan kesehatan.

foto  foto

Keterangan :

  • Profesi dokter adalah sebuah panggilan jiwa yang dirasakan dr. Etty Budiasmi,Spm sejak ia kecil (kiri).
  • Relawan memberikan perhatian dan berusaha untuk menenangkan seorang anak yang menanggis usai di operasi (kanan).

Melayani Dengan Sungguh-sungguh
Ia juga salah satu anggota TIMA, ia adalah Zr.Suasana Irmina Sembiring. Pada saat mendapatkan tugas mendampingi pasien mata dari wilayahnya yang akan mengikuti baksos kesehatan di Pademangan, Jakarta Utara. Perhatian dan kepeduliannya pada pasien membuat salah satu relawan Tzu Chi tersentuh dan mengajaknya bergabung di RSKB Cinta Kasih. Sejak itu ia selalu mengikuti Baksos Kesehatan Tzu Chi di berbagai wilayah Indonesia.

Sejak tahun 2001 ia pun bergabung dengan TIMA dan mengikuti berbagai kegiatan baksos, ia hampir selalu hadir dan hanya hitungan jari saja ia tidak hadir, “Pernah absen di baksos Serang. Saya screeningnya ikut, operasinya ada halangan, sama di Bantul, Yogyakarta, screeningnya ikut, operasinya tidak bisa ikut. Cuman 2 kali,” ucapnya sembari mengingat masa lalu.

Menjadi seorang perawat dan bergabung dengan TIMA menjadi kebanggaannya tersendiri, “Senang, kerja sama bagus sekali di TIMA. Kita bisa menolong orang susah, kita ikut merasa senang juga. Kalau orang susah itu sudah sembuh, terutama di bagian mata, yang tadinya tidak bisa melihat sudah jadi bisa melihat, dia senang saya pun ikut senang, jadi saya merasa terhibur,” ucap suster yang selalu terlibat di bagian bakti sosial kesehatan mata ini.

Setiap baksos yang ia ikuti selalu meninggalkan kesan yang berbeda baginya, namun setiap baksos selalu berkesan di hatinya. Meskipun sudah berusia 69 tahun, ia tidak merasa lelah sedikitpun untuk berkontribusi di setiap kegiatan pelayanan kesehatan. “Dulu pernah sakit sekali lutut saya, waktu menjelang pensiun. Dokter menyuruh pakai tongkat atau di terapi. Akhirnya sembuh bukan pada saat diterapi, saya pikir saya harus membalas kesembuhan saya ini dengan menolong orang lain,” tuturnya dengan penuh keyakinan.

Satu hal yang selalu ia lakukan saat mengikuti baksos dimanapun, ia pasti akan mencari lokasi gereja terdekat dengan penginapannya. Setiap hari ia pun pergi ke gereja walaupun belum mengenal tempat tersebut. Namun profesinya sebagai perawat tetap ia utamakan,”Ikut baksos kemanapun saya pasti cari gereja, tetapi saya tidak menganggu pekerjaan, kalau saya pergi gereja tergantung kerjaan saya, saya utamakan kerjaan dulu. Saya merasa kalau ke gereja itu, bagaimana orang lapar, jadi rasanya kalau masuk gereja itu aman, tentram, enak sekali, enggak capek walaupun habis baksos,” ucapnya yang merasa bahwa prinsip pelayanan di gereja dan Tzu Chi hampir sama.

foto  foto

Keterangan :

  • Tetap berkarya dan bersumbangsih sebagai perawat di usia 69 tahun membawa kegembiraan bagi Zr. Suasana (kiri).

  •  Bagi Saud, bekerja untuk kebajikan tak akan mengenal lelah karena selalu ada kekuatan (kanan).

Penjaga Batin Pasien
Dalam sebuah kegiatan bakti sosial kesehatan, peran dokter dan perawat memang menjadi bagian utama, namun di saat itu juga, ada ratusan tangan dan hati yang bekerja dengan sepenuh hati dan mengobati dengan cara yang berbeda, mereka berusaha untuk mengobati rasa sakit di dalam hati pasien dengan memberikan perhatian dan penghiburan, mereka adalah para relawan Tzu Chi.

Di setiap kegiatan baksos maupun kegiatan lainnya, relawan Tzu Chi selalu telah mempersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya dan saat telah usai, mereka pun selalu menjadi barisan terakhir yang pulang.  Semua mereka lakukan agar baksos dapat berjalan baik sehingga setiap pasien dapat menjalani pengobatan dengan tenang dan nyaman.  Tak jarang waktu istirahat pun tetap mereka gunakan untuk bersumbangsih, salah satunya adalah Saud Eduard Simorangkir, yang ikut serta jaga malam menemani pasien-pasien yang beristirahat di rumah sakit usai pengobatan.

Ia hanya mengenakan rompi relawan karena seragam abu putihnya yang kotor usai beraktivitas. Sejak kecil ia telah terbiasa terjun dalam pelayanan karena orang tuanya adalah seorang majelis gereja, sehingga saat ada kegiatan pelayanan ia selalu diajak serta.  Dan kini, tanpa ragu ia pun ikut serta menjadi relawan Tzu Chi. Di sela-sela obrolan, ia menceritakan arti “plesetan” dari kata relawan yang ia buat, “Satu, “rela” dan “wan” itu dalam ucapan bahasa inggris adalah satu. Saat rela dua kata itu jadi satu, maka penderitaanmu juga adalah penderitaanku.”

“Menjadi relawan adalah bentuk pelayanan juga, melihat orang yang sakit, dengan menyentuh tangannya saja, dengan kita mendekati saja, itu sudah satu rasa kekeluargaan, dan merasakan bahwa yang dialami dalam operasi ini, atas datangnya kita, tanpa memikirkan hal lain, tapi kita mau hadir, itu sudah menjadi dorongan bagi pasien, keluarga,” tutur pria kelahiran Medan ini.

Master Cheng Yen berkata bahwa dokter dan perawat melindungi kehidupan dengan penuh cinta kasih, sedangkan para insan Tzu Chi harus menjaga batin setiap orang agar jiwa kebijaksanaan setiap orang bertumbuh. Walaupun mereka memiliki profesi yang berbeda-beda, namun mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu mengobati. Mereka tak dapat bekerja dengan baik jika kekurangan salah satu pihak saja, oleh karena itu mereka pun berusaha untuk bekerja sama dengan harmonis dan sepenuh hati, agar semakin banyak sakit yang dirasakan oleh banyak tubuh dan hati dapat segera sembuh dan membuat banyak orang yang sakit tersebut kembali tersenyum.

  
 

Artikel Terkait

TIMA Global Forum 2023: Layanan Paliatif di Indonesia

TIMA Global Forum 2023: Layanan Paliatif di Indonesia

22 Juni 2023

Perawatan paliatif menjadi materi terakhir yang dibawakan dalam TIMA Global Forum 2023 ini. Ada 4 pembicara di sesi ini: Prof. DR. Liem An Liong, DR. dr. Maria Astheria (praktisi perawatan paliatif di Tzu Chi Hospital), MPALLC, Dr. Lin Shin Zong  & Dr. Ho Tsung-Jung dan Dr. Liu Keng Chang.

Pengaruh Gadget dalam pertumbuhan emosi anak

Pengaruh Gadget dalam pertumbuhan emosi anak

21 Agustus 2017
Kelas Bimbingan Budi Pekerti Tzu Chi Medan  mengundang Irene F. Mongkar, pakar praktisi pendidikan dan pemerhati anak. Materi yang disampaikannya tentang pengaruh gadget terhadap pertumbuhan emosi anak memberikan inspirasi bagi orang tua yang hadir dalam seminar ini.
Waisak 2558: Siaran Live Program DAAI TV

Waisak 2558: Siaran Live Program DAAI TV

13 Mei 2014 Tahun ini insan Tzu Chi indonesia kembali merayakan hari raya Waisak, yang  dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2014. Namun ada yang berbeda pada perayan Waisak di Tzu Chi Jakarta tahun ini.
Jika menjalani kehidupan dengan penuh welas asih, maka hasil pelatihan diri akan segera berbuah dengan sendirinya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -