Berawal dari kegiatan bakti sosial di pademangan Jakarta Utara di tahun 1998, Dokter Ruth O. Angraeni dan suaminya (Alm). Dr. Hengky Ardono tergerak untuk bergabung menjadi relawan Tzu Chi.
Berawal dari ajakan untuk mengikuti kegiatan bakti sosial di daerah pademangan Jakarta Utara di tahun 1998, Dokter Ruth O. Angraeni dan suaminya (Alm). Dr. Hengky Ardono tergerak untuk bergabung menjadi relawan Tzu Chi. Kegiatan bakti sosial tersebut sangat membekas dihati dimana ia tersadarkan bahwa banyak sekali penderitaan masyarakat Indonesia. Namun disamping itu pula ia kagum dengan begitu banyaknya relawan yang peduli dan mau membantu merawat pasien. “Setelah mengenal Tzu Chi lebih dalam kami semakin mantap untuk melaksanakan misi sosial ini,” kata Dr. Ruth.
Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia resmi berdiri pada 10 November 2002, dengan ketua Dr. Budiono dan wakilnya Dr. Hengky Ardono. Dengan hanya 34 peserta di awal berdirinya, TIMA Indonesa memiliki tekad kuat untuk melaksanakan misi sosial dengan tujuan utama memberikan layanan kesehatan yang humanis bagi pasien serta memberikan kesempatan bagi petugas medis untuk melayani pasien di daerah yang kekurangan tenaga medis dan atau yang tidak mampu membayar biaya pengobatan.
Saat ini TIMA Indonesia telah menjangkau hingga 38 wilayah di Indonesia dengan meliputi 138 baksos kesehatan besar dengan total 33.209 pasien, 536 baksos kesehatan kecil dengan total 254.331 pasien dengan layanan pengobatan seperti pengobatan umum, gigi, THT, katarak, hernia, gondok, entropion, pterygium, bibir sumbing dan penyakit degenegatif berhasil di tangani. Hingga kini TIMA Indonesia beranggotakan lebih dari 1.571 orang. Melalui baksos kesehatan TIMA Indonesia menjadi NGO pertama di Papua yang melakukan baksos kesehatan berupa operasi katarak.
TIMA Indonesia resmi berdiri pada 10 November 2002, dengan ketua Dr. Budiono dan wakilnya Dr. Hengky Ardono. Dr. Ruth O. Anggraeni sendiri sekarang merupakan Koordinator Baksos Kesehatan Tzu Chi.
Dalam kondisi bencana, TIMA Indonesia bekerja sama dengan Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi membangun posko kesehatan dan memberikan bantuan pengobatan secara cepat dan tepat kepada para korban bencana. Tahun 2004 TIMA Indonesia bergerak ke Aceh pascagempa dan tsunami besar untuk memberikan bantuan pengobatan.
Pada tanggal 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 5,9 skala Richter mengguncang Yogyakarta. Sehari setelah gempa TIMA Indonesia tiba di lokasi dan memberikan pengobatan di 6 titik penanganan. Pada tanggal 30 September 2009, Padang Sumatra Barat diguncang gempa 7,6 SR, bantuan medis dari TIMA Indonesia menjadi bantuan yang pertama sampai di Malalak Barat, salah satu wilayah terdampak gempa yang paling parah. Gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi tengah tahun 2018 menjadi salah satu bencana terbesar di Indonesia yang mengakibatkan lebih dari 2.000 orang meninggal dunia. TIMA Indonesia memberikan bantuan pengobatan darurat di lokasi bencana dan beberapa titik yang sulit di jangkau lainnya. “Tentu kita tidak sendiri, TIMA Indonesia dibantu juga oleh anggota TNI, Polri, Penda setenpat serta para relawan Tzu Chi,” ungkap Dr Ruth.
TIMA di Malaysia, Singapura dan Thailand
Dr Kiat Beng Tang, Vice CEO Buddist Tzu Chi Merits Society Malaysia menjelaskan tentang aktivitas yang dilakukan TIMA Malaysia dalam membantu masyarakat di Lumbini, Nepal.
Tidak hanya Indonesia, relawan TIMA juga terdapat di beberapa negara, salah satunya adalah Nepal, tepatnya di daerah Lumbini. Master Cheng Yen mengatakan bahwa banyak hal baik yang didapat dari ajaran Buddha, dan oleh karena itulah Tzu Chi hadir. Untuk itu Master ingin berbuat darma baik di tempat kelahiran Buddha, yaitu Lumbini. Dr Kiat Beng Tang, Vice CEO Buddist Tzu Chi Merits Society Malaysia menjelaskan terdapat 4 perubahan yang ingin dilakukan di Lumbini, yaitu kehidupan masyarakat, kesehatan, pendidikan, dan budaya humanis. Sebagai bagian dari proses perubahan tersebut Tzu Chi membuka kelas ‘skill training programes’ seperti kelas menjahit dan komputer. Tingkat kesehatan masyarakat Lumbini sangatlah rendah, dengan 96 desa dan 10.000 rumah tangga Lumbini hanya memiliki 2 orang dokter dari pemerintah. Karena itu saat ini TIMA memiliki 1 pusat kesehatan, 7 posko kesehatan dan 1 klinik di area terpencil. “TIMA juga memberikan workshop medis bagi relawan lokal supaya bisa membantu masalah kesehatan masyarakat Lumbini,” kata Dr. Tang, “saat ini sudah ada tujuh puluh orang relawan lokal (Lumbini) yang sudah di-training di Lumbini.”
Dr. Eddie Chan dari TIMA Malaysia memberikan tantangan makan makanan sehat dalam 21 hari dan melihat bagaimana perubahan yang terjadi. “Makanan sehat dengan basis tanaman ini terbukti bisa menurunkan gangguan kesehatan,” jelasnya.
Dr. Eddie Chan dari TIMA Malaysia memberikan tantangan makan makanan sehat dalam 21 hari dan melihat bagaimana perubahan yang terjadi. Makanan sehat dengan basis tanaman ini terbukti bisa menurunkan gangguan kesehatan. Untuk mendukung kegiatan ini TIMA akan memberikan resep menu makanan, memberikan video cara memasak dan juga mengadakan workshop gathering. TIMA akan memotivasi peserta untuk terus mencoba memasak makanan sehat. Tantangan 21 hari ini adalah sebuah motivasi dan perhatian yang memberikan informasi diet yang sehat, nutrisi, mengajarkan bagaimana menyiapkan sarapan, terbuka untuk semua pertanyaan dan di akhir pekan akan ada online gathering. Para peserta merasakan perubahan yang signifikan setelah 21 hari, ada yang berat badannya turun 5kg, 7 kg, kolesterol berkurang, dan lebih sehat. Saat ini sudah ada lebih dari 15.000 peserta dari berbagai usia dan latar belakang. Dr. Ediie menambahkan, “Ini seperti olahraga dan gaya hidup, konsisten adalah kunci.”
Sementara TIMA Singapura memiliki satu program yang disebut CASA- MODAL (Clean And Screen All Mouth of Disability And Long Term Care Facility), hal ini sebagai salah satu langkah meningkatkan kesehatan mulut. Dr David mengatakan, “Sebanyak seribu lima ratus orang mendapat bantuan dari CASA-MODAL sejak tahun 2018.” Mahalnya biaya perawatan mulut, kesulitan menjangkau dokter gigi, serta rendahnya pengetahuan bagi pekerja panti dan pengasuh menjadi dasar dari CASA MODAL. Dengan memberikan perawatan gratis, dental sedation, domiciliary care, dan memberikan training bagi orang lanjut usia dan disability.
Dari Filipina, Dr. Antonio Say, President Tzu Chi Medical Foundation Phillipine menyampaikan bahwa berawal dari misi amal dalam penanganan katarak di pedesaan di Filipina, Master Cheng Yen menyarankan untuk membangun klinik permanen di Manila untuk memberikan perawatan mata yang berkelanjutan.
Dari Filipina, Dr. Antonio Say, President Tzu Chi Medical Foundation Phillipine menyampaikan bahwa berawal dari misi amal dalam penanganan katarak di pedesaan di Filipina, Master Cheng Yen menyarankan untuk membangun klinik permanen di Manila untuk memberikan perawatan mata yang berkelanjutan.
Dari situlah Tzu Chi Eye Centre didirikan di tahun 2007. Tzu Chi Eye Centre melayani perawatan untuk katarak, glaukoma, retina, squint/strabismus, pediatric ophthalmotogy, pterygium, transplan kornea, retinoblastoma, kacamata, dan laser. Satu pengalaman mengharukan yang diceritakan Dr. Antonio adalah ketika ada satu pasien yang dioperasi bulan lalu sangat ketakutan untuk dilakukan operasi, lalu Dr. Antonio meminta satu relawan untuk datang dan menghibur pasien dengan bernyanyi. Dokter dan pasien pun ikut bernyanyi dan membuat pasien merasa lebih tenang untuk mulai melakukan tindakan operasi. Setelah operasi selesai, pasien mengaku sangat senang dan bahkan lupa merasa takut untuk operasi. Dia sangat berterima kasih kepada Dokter Antonio dan relawan yang membantunya.
Mr. Wasit Wongtrakul dari TIMA Thailand membagikan pengalaman Tzu Chi Medical Clinic Thailand dalam penanganan pasien Covid-19.
Sementara itu Mr. Wasit Wongtrakul dari TIMA Thailand membagikan pengalaman Tzu Chi Medical Clinic Thailand dalam penanganan pasien Covid-19. Pandemi Covid-19 mengakibatkan ditutupnya klinik gratis di Thailand. Untuk memastikan pasien tetap mendapatkan pengobatan, Tzu Chi Thailand membuka online konsultasi dan juga melakukan pengiriman obat langsung ke rumah pasien. Tzu Chi Thailand juga fokus kepada para pengungsi yang ada di Thailand dengan memberikan screening test Covid-19 dan juga membantu pengungsi mendapatkan pekerjaan. Sejak Agustus 2021, Tzu Chi Thailand telah mendistribusikan 21.532 paket kesehatan untuk pasien Covid-19. Tzu Chi Klinik Thailand sendiri berdiri pada tahun 2015. Saat ini Tzu Chi klinik juga fokus dengan perawatan pasien Hepatitis B. Sejak Maret 2022 sebanyak 800 orang ditawarkan untuk melakukan screening Hepatitis B dan 350 diantaranya setuju. Hasil menunjukan sebanyak 180 orang negatif dan langsung mendapatkan vaksin HBV. Pasien positif langsung dirujuk ke rumah sakit untuk tindakan selanjutnya. Wasit menambahkan, “Screening awal Hepatitis B ini penting untuk menurunkan tingkat infeksi Hepatitis B dan menurunkan beban medis dalam jangka panjang bagi Klinik Tzu Chi di Thailand.”
Editor: Hadi Pranoto