Prof. DR. Liem An Liong menyampaikan bahwa sebanyak 77-80 persen rasa nyeri berasal dari metastatic disease (penyakit yang menyebar; diantaranya nyeri tulang, tekanan pada sumsum tulang belakang), sedangkan 5-25% bersumber dari pengobatan kanker; seperti nyeri operasi, amputasi, kemoterapi, dan radiasi.
Mengurangi rasa sakit pada pasien kanker merupakan tantangan terbesar yang dihadapi onkologis. World Health Organization (WHO) pada tahun 1986 telah menerbitkan Anak Tangga Manajemen Nyeri (Pain Relief Ladder) yang menggambarkan model penanganan untuk pereda nyeri, tahap pertama dimulai dari pemberian obat penahan sakit (seperti paracetamol, ibuprofen), apabila pasien masih merasakan nyeri maka untuk tahap selanjutnya akan diberikan opioid (obat pereda nyeri sedang hingga berat).
Hasil penelitian dari University Hospital Maastricht tahun 2007 menunjukkan sebanyak 30-40 persen nyeri tidak terdeteksi, 40-70 persen pasien tidak menerima pengobatan nyeri, sedangkan sebanyak 70-90 persen pasien dalam kondisi paliatif merasakan nyeri.
“Untuk dapat memberikan hasil terbaik dalam meredakan nyeri pasien, kita harus bekerja sama dengan tenaga medis lain seperti ahli anastesi, onkologis, kemoterapis, radiologis, rumah sakit perawatan pasien, serta perawatan paliatif,” kata Prof. Liem yang membawakan materi tentang Invasive Pain Treatment in Palliative Care.
Prof. DR. Liem An Liong, MD, PhD, FIPP, salah pembicara dalam TIMA Global Forum 2023 ini menyampaikan bahwa sebanyak 77-80 persen rasa nyeri berasal dari metastatic disease (penyakit yang menyebar; diantaranya nyeri tulang, tekanan pada sumsum tulang belakang), sedangkan 5-25% bersumber dari pengobatan kanker; seperti nyeri operasi, amputasi, kemoterapi, dan radiasi. “Untuk dapat memberikan hasil terbaik dalam meredakan nyeri pasien, kita harus bekerja sama dengan tenaga medis lain seperti ahli anastesi, onkologis, kemoterapis, radiologis, rumah sakit perawatan pasien, serta perawatan paliatif,” kata Prof. Liem yang membawakan materi tentang Invasive Pain Treatment in Palliative Care.
Setiap pasien memiliki hak untuk diperlakukan sebagai manusia sampai dengan akhir hayatnya. Mengutip dari Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights - ICESCR), “Sangat penting bagi kita untuk dapat menyediakan perhatian dan perawatan bagi pasien pada stadium akhir, mengurangi rasa sakit dan memfasilitasi agar pasien dapat meninggal dengan bermartabat.” Penyakit dengan tingkat kematian tertinggi di Indonesia didominasi oleh penderita kanker, jantung, stroke, diabetes, serta penyakit ginjal dan hati (sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2022).
Rumah Sakit Tzu Chi Hospital di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara telah memiliki layanan paliatif dan layanan paliatif homecare. DR. dr. Maria Astheria, praktisi paliatif di Tzu Chi Hospital menjelaskan berbagai fasilitas paliatif yang disediakan Tzu Chi Hospital.
Perawatan paliatif merupakan pendekatan untuk dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam nyawa dengan manajemen rasa nyeri, serta dari aspek psikososial (psychosocial) dan spiritual (sumber: WHO, 2022). Perawatan paliatif memandang bahwa hidup dan proses kematian merupakan suatu proses normal, prinsip utama dari perawatan ini adalah memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat menjalani hidup dengan berkualitas semaksimal mungkin dan meringankan beban keluarga. Dalam perawatan paliatif, pasien diberikan dukungan untuk meninggal dunia secara alami tanpa mempercepat ataupun menunda proses kematian.
Rumah Sakit Tzu Chi Hospital di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara telah memiliki layanan paliatif dan layanan paliatif homecare yang melakukan kunjungan dan perawatan ke rumah pasien. DR. dr. Maria Astheria, MPALLC, praktisi paliatif di Tzu Chi Hospital menjelaskan berbagai fasilitas paliatif yang disediakan Tzu Chi Hospital, mencakup terapi musik, terapi seni, aktivitas meditasi dan religi, permainan, menonton film, mendengarkan cerita, serta layanan salon dan spa. Beliau juga menyampaikan pentingnya untuk berbagi mengenai perawatan paliatif di kalangan medis dan komunitas agar dapat meningkatkan layanan paliatif di Tzu Chi Hopsital.
Dr. Ho Tsung-jung, Deputy Superintendent , Hualien Tzu Chi Hospital dan Dr. Shin Zhong Lin, Superintendet of Hualian Tzu Chi Hospital membawakan materi tentang kombinasi pengobatan tradisional Tiongkok dan kedokteran barat.
Pembicara berikutnya adalah Dr. Ho Tsung-jung, Deputy Superintendent, Hualien Tzu Chi Hospital dan Dr. Shin Zhong Lin, Superintendet of Hualian Tzu Chi Hospital. “Master Cheng Yen pernah berpesan bahwa pengobatan tradisional Tiongkok harus terus dikembangkan,” ujar Dr. Ho sebagai pembuka dalam pemaparan materi mengenai kombinasi pengobatan tradisional Tiongkok dan kedokteran barat. Pengobatan terintegrasi ini bertujuan untuk membantu pasien agar dapat kembali bangun dan berjalan. Pengobatan terintegrasi ini telah diterapkan di Tzu Chi Hospital Hualien dan berhasil diaplikasikan pada beberapa pasien diantaranya yaitu terhadap penderita cedera saraf tangan, sakit punggung bagian bawah, dan pasien penderita kebocoran cairan otak.
Operasi Tulang Belakang dengan Endoskopi
Sejalan dengan usia manusia fungsi tulang belakang dapat berkurang atau melemah, hal ini umum terjadi di berbagai negara. Beberapa gangguan umum pada tulang belakang dan penanganan yang dilakukan antara lain Disk Herniation (kondisi dimana cakram tulang belakang menonjol dan menjepit saraf) ditangani dengan operasi Discectomy untuk membuang cakram yang menonjol, Spinal Stenosis (penyempitan kanal spinal yang berisi saraf) ditangani melalui Decompression yaitu membuka kanal untuk menghilangkan tekanan pada saraf, dan Spondylolisthesis (tulang belakang bergeser dari posisi normal) ditangani melalui fusion with instrumentation yaitu untuk menstabilkan tulang belakang. Hal ini disampaikan oleh Dr. Keng Chang Liu, Directur of Spine Surgery, Dalin Tzu Chi Hospital.
Dr. Keng Chang Liu, Directur of Spine Surgery, Dalin Tzu Chi Hospital membawakan materi tentang Endoscopic Spine Surgery.
Dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, operasi tulang belakang telah mengalami kemajuan dan dapat dilakukan dengan minimum invasif. Metode yang dilakukan adalah dengan operasi tulang belakang endoskopik yang memiliki beberapa keunggulan, seperti minim sayatan sehingga prosedur lebih aman dilakukan dengan hasil yang efektif. Operasi endoskopik ini dapat dilakukan pada kasus sederhana sampai dengan kompleks, serta telah memiliki hasil baik yang dapat diterima secara umum.
Editor: Hadi Pranoto