Di kelas Nurse & Volunteer (Perawat & Relawan) pada hari ke-2 TIMA Global Forum, Huang Ming-yue, Kepala Tim Relawan Pemerhati di Taichung Tzu Chi Hospital, Taiwan berbagi tentang peran relawan pemerhati di rumah sakit.
ç•¶ä½ ä¼¸å‡ºé›™æ‰‹ (Ketika Anda mengulurkan tangan)
幫助別人的時候 (membantu orang lain)
生命從æ¤ä¸åŒ (Kehidupan pun berubah sejak saat itu)
å› ç‚ºæˆ‘å€‘ä¸å†å†·æ¼ (karena kita tidak lagi tak acuh)
æ„Ÿæ©åœ¨å¿ƒç”° 溫暖滿人間 (Bersyukur dalam hati karena kehangatan memenuhi dunia)
讓世界跟著我們改變 (Biarlah dunia berubah mengikuti kita)
用愛畫一個圓 (Menggunakan cinta kasih melukiskan sebuah kesempurnaan)
ç•¶ä½ ä¼¸å‡ºé›™æ‰‹ (Ketika Anda mengulurkan tangan)
需è¦å¹«åŠ©çš„時候 (membutuhkan bantuan orang lain)
ä¹Ÿè¨±ä½ æœƒé‡è¦‹ (Mungkin saja Anda akan bertemu dengan)
é‚£ä¸€é›™ä½ ç‰½éŽçš„手 (sepasang tangan yang pernah Anda bantu)
Memulai sesi sharingnya, Huang Ming-yue dengan suara merdunya menyanyikan penggalan lagu di atas yang berjudul 溫暖滿人間 (Kehangatan Memenuhi Dunia). Suara lembutnya pun seolah memercikkan kehangatan ke 200 peserta TIMA Global Forum 2023 yang memenuhi Ruang Xi She, Aula Jing Si lantai 1.
Di hari ke-2 TIMA Global Forum 2023 yang berlangsung di Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara (17/6) ini terdapat satu sesi yang terbagi dalam 3 kelas, yaitu kelas Physician, kelas Dentist, dan kelas Nurse & Volunteer. Di kelas Nurse & Volunteer (Perawat & Relawan) inilah Huang Ming-yue (Kepala Tim Relawan Pemerhati di Taichung Tzu Chi Hospital, Taiwan) berbagi tentang peran relawan pemerhati di rumah sakit.
“Kehidupan ini adalah sebuah proses saling membantu. Kita hari ini sangat beruntung karena berada dalam kelompok orang yang bisa membantu orang lain. Saya ingin menanyakan satu hal: Jika hari ini adalah hari terakhir dalam hidup Anda, apakah Anda telah siap menghadapinya?” Melalui pertanyaan ini Ming-yue mengajak setiap peserta untuk bersama-sama merenung. Ia juga menceritakan beberapa kisah dan kejadian di dalam rumah sakit yang telah menginspirasinya untuk menghargai setiap detik dalam hidupnya.
Huang Ming-yue mengawali sesi sharingnya dengan menyanyikan sepenggal lagu berjudul 溫暖滿人間 (Kehangatan Memenuhi Dunia). Ia berharap setiap orang khususnya relawan pemerhati rumah sakit dapat menyebarkan kehangatan di dunia dengan kepedulian dan cinta kasih.
Ming-yue juga memaparkan bahwa adanya relawan pemerhati di rumah sakit Tzu Chi pada awalnya bermula dari seorang relawan bernama Yan Hui-mei (é¡æƒ 美). Saat itu RS Tzu Chi Hualien yang baru dibuka sangat kekurangan orang dan tenaga. Maka karena kepedulian dan cinta kasihnya, Yan Hui-mei saat itu mengajak beberapa relawan untuk membantu di RS Tzu Chi Hualien, yang akhirnya berkembang menjadi relawan pemerhati rumah sakit. Perkembangan terkini, dalam satu hari bahkan sudah terdapat ratusan relawan pemerhati yang bertugas.
“Seorang relawan pemerhati harus belajar dan mengasah diri secara kontiniu, yaitu dalam keseharian ketika berinteraksi dengan para pasien. Dalam proses inilah relawan akan banyak belajar dan berkembang. Relawan itu sendiri harus punya niat untuk terjun ke dalamnya. Selanjutnya, harus menggunakan sikap dan hati yang sangat tulus. Lalu, dengan kontiniu mendampingi pasien, kita baru bisa mengetahui dan menyesuaikan dengan kebutuhannya,” ucap Ming-yue membagikan beberapa langkah penting yang harus dilewati relawan pemerhati berdasarkan pengalamannya selama 30 tahun lebih.
Merawat Pasien Bagai Keluarga Sendiri
Chen Mei-hui yang berpengalaman tak kurang dari 30 tahun juga membagikan pengalamannya dalam kelas
Nurse & Volunteer (Perawat & Relawan) ini. Mei-hui yang adalah seorang perawat, kini menjabat sebagai Wakil Kepala Klinik Tzu Chi Suzhou di Tiongkok. Sebagai perawat, pasien yang pernah ditanganinya kebanyakan adalah pasien dengan penyakit berat seperti kanker dan tumor. Ia menyebut bahwa dalam merawat pasien penyakit berat, tidak terlepas dari suatu kondisi yang harus dihadapi pasien yaitu kematian.
Chen Mei-hui dan relawan pemerhati mengadakan sebuah ritual kecil untuk mendoakan Sofian sehari sebelum memasuki ruang operasi pada 20 tahun lalu. Saat itu Mei-hui juga membantu Sofian menggunting kuku kakinya yang sudah panjang.
“Pekerjaan perawat seperti kami ini memang ada satu hal yang cukup berbeda dari yang lain, yaitu kami harus belajar mendengarkan, yaitu bagaimana mendengarkan suara hati pasien dan keluarganya dalam menghadapi ketidakpastian hidup ini. Inilah yang Master Cheng Yen ajarkan kepada kita, yaitu bagaimana mendengarkan untuk mengetahui ketakutan dan kebutuhan mereka. Setelah mendengarkan kita baru bisa menggunakan hati kita untuk mendampingi mereka melewati penderitaan ini,” jelas Mei-hui. Ia menuturkan bahwa dengan mendengarkan pasien ataupun keluarganya, kadang-kadang yang perlu ia lakukan untuk membantu hanyalah hal sederhana, seperti memberikan sebuah pelukan, ataupun memberi sentuhan fisik dengan memegang tangan.
Dalam sharingnya, ia juga menceritakan banyak kisah kecil mengenai pendampingan yang ia lakukan terhadap pasien-pasien di rumah sakit, salah satunya adalah Sofian. Sofian yang berasal dari Indonesia dibawa oleh relawan Tzu Chi Indonesia ke RS Tzu Chi di Taiwan untuk menjalani operasi pada tumor di matanya 20 tahun yang lalu. Saat itu Mei-hui sangat berusaha memikirkan bagaimana agar dapat membuat Sofian nyaman selama menjalani perawatan di Taiwan yang merupakan tempat asing dengan bahasa yang berbeda pula. Mei-hui bahkan melibatkan suami dan putrinya untuk memikirkan caranya.
“Jadi kami saat itu membeli buku diari, kami berikan Sofian untuk ditulis, setelah dia tulis akan ada yang membantu kami menerjemahkan. Jadi ini adalah salah satu catatan Sofian,” ucap Mei-hui sambil memperlihatkan slide berisi foto Sofian dengan catatan tertanggal 24 April 2004. Isi catatannya adalah:
Perasaan saya bercampur antara sedih dan gembira, rasanya sangat terharu. Saya tidak pernah menyangka ada orang yang mau membantu meringankan penderitaan saya.
Sebagai perawat, apalagi menghadapi pasien dengan penyakit berat, Mei-hui seringkali menghadapi kondisi yang menyulitkan dan serba salah, namun ia berusaha menghadapinya dengan menerapkan ajaran dari Master Cheng Yen.
Selain itu putri Mei-hui yang seumuran dengan Sofian juga memberikan bantal dan selimut kesayangannya untuk Sofian. Mei-hui juga membeli sebuah peta, lalu membuat sebuah garis yang menghubungkan Indonesia dengan Taiwan, di samping garis itu ditempelkan banyak stiker berbentuk hati. Beberapa cara inilah yang dilakukan Mei-hui untuk membangun kedekatan dengan Sofian.
Dalam sharingnya, Mei-hui juga menceritakan kisah seorang pasien kanker payudara yang karena beberapa hal sempat merasa tidak senang dan berpikir untuk menuntut pihak rumah sakit. Namun karena perhatian dan pendampingan dari tim perawat, terlebih ketika Mei-hui mengganti obat dan merawat lukanya selama hampir 5 jam tanpa mengeluh bau, pasien tersebut pun akhirnya luluh dan mulai bisa tersenyum.
Dalam menjalankan tugasnya, para perawat tidak sedikit menghadapi kondisi yang menyulitkan dan serba salah, namun Mei-hui berusaha menghadapinya dengan mengikuti ajaran dari Master Cheng Yen. “Menghadapi pasien, yang kita lihat adalah pekerjaan. Tapi Master Cheng Yen mengajarkan kita bahwa bisa bertemu adalah sebuah jalinan jodoh. Ada jodoh baik, ada juga jodoh buruk. Jadi setiap berada di hadapan pasien, saya belajar bersyukur, saya berharap dapat menjalin jodoh baik dengan mereka. Saya juga bersyukur karena mereka telah memberi saya banyak pelajaran, saya juga dapat memanfaatkan profesionalitas saya membantu mereka. Ketika saya berpikir demikian, mereka menjadi penolong bagi saya, mereka adalah guru bagi saya,” kata Mei-hui menutup sharing.
Editor: Metta Wulandari