TIMA Global Forum 2023: Talasemia, Penyebaran di Indonesia dan Tantangan Pengobatan

Jurnalis : Hanifa (He Qi Barat 2), Fotografer : Halim Kusin (He Qi Barat 1), James Yip (He Qi Barat 1), Henry Tando (He Qi Utara 1)

Prof. Dr. Pustika Amalia, Pediatric Hematology & Omcology Consultant RSUPN Cipto Mangunkusumo menyampaikan penderita talasemia di Indonesia selama tahun 2021 tercatat sebanyak 10.973 kasus.

Indonesia, salah satu negara kepulauan di Asia Tenggara yang terdiri dari ribuan suku bangsa, masih termasuk dalam sabuk talasemia dunia. Talasemia terdiri dari 3 (tiga) kategori; β-thalassemia, α-thalassemia, dan HbE. Tren kejadian thalasemia di Indonesia cenderung meningkat berdasarkan data historis sejak tahun 2004. Frekuensi pembawa talasemia adalah sebesar 5%, dimana dengan total populasi sebanyak 200 juta jiwa dan angka kelahiran sebesar 20 persen maka setiap tahun kurang lebih terdapat 2.500 bayi lahir dengan kondisi talasemia mayor.

Selama tahun 2021, tercatat sebanyak 10,973 kasus talasemia di Indonesia, namun jumlah ini masih jauh dibawah angka perkiraan sebesar 35.000 kasus. “Hal ini dapat terjadi karena dua kemungkinan; pertama adalah kurangnya pengetahuan dari tenaga medis untuk dapat mendeteksi kasus talasemia atau pasien meninggal sebelum terdiagnosa dan kemungkinan kedua dikarenakan adanya mutasi gen talasemia yang mengubah spectrum gejala klinis yang tampak pada pasien,” kata Prof. Dr. Pustika Amalia, SP.A (K), yang menjadi salah satu pemateri dalam TIMA Global Forum 2023. Prof. Amalia dalam presentasi yang disampaikan via zoom membawakan materi tentang Thalasemia in Indonesia.

Talasemia merupakan penyakit kelainan darah karena faktor keturunan, analisa genetika akan membantu untuk lebih memahami mengenai penyakit ini serta pola penyebaran dari setiap jenisnya. Kenaikan jumlah penderita talasemia bisa disebabkan oleh kurang dilakukannya screening secara nasional.

Beberapa metode pengobatan talasemia telah dapat dilakukan, diantaranya yaitu (1) transfusi sel darah merah yang sangat diperlukan oleh penderita talasemia mayor untuk menjaga tingkat hemoglobin di kisaran angka 9-10 gram per desiliter sebelum menerima transfusi, menjadi pada tingkat 12-13 gram per desiliter setelah dilakukan transfusi; (2) iron chelation, digunakan untuk menjaga tingkat zat besi dalam darah; (3) monitoring komplikasi, penting dilakukan untuk menekan tingkat kematian pasien, (4) splenectomy, yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu, dan (5) dukungan psikologis bagi penderita. Biaya kesehatan untuk pengobatan talasemia di Indonesia menduduki peringkat kelima tertinggi, dan mengalami tren cenderung meningkat setiap tahunnya. Total biaya perawatan selama 6 (enam) tahun terakhir kurang lebih sebesar Rp 2,7 triliun.

Tantangan penanganan talasemia di Indonesia terkendala dengan minimnya deteksi dini, diagnosa penyakit, dan penanganan penyakit itu sendiri. Secara garis besar, hal tersebut disebabkan karena masih kurangnya pengetahuan dari tenaga medis, tidak meratanya penyebaran laboratorium yang mampu melakukan analisa untuk deteksi penyakit, dan biaya yang cukup tinggi untuk pengobatan, terlebih lagi sebagian besar asuransi di Indonesia masih belum mencakup biaya untuk pengobatan talasemia.

Opsi pengobatan korektif untuk talasemia adalah Hematopoietic Stem Cell Transplantation (HSCT), sebagian pasien dirujuk ke Thailand dan Singapura. Tingkat keberhasilan pasien transplantasi Indonesia di luar negeri sekitar 92%; dengan pasien termuda yang menjalani tranplantasi berumur 1,7 tahun dan yang tertua berumur 10 tahun. Indonesia masih belum memiliki fasilitas dan pengalaman HSCT, selain itu perawatan paska-transplantasi membutuhkan kerja sama tim yang solid karena terdapat risiko komplikasi dan masalah imunologi.

Teknologi Transplantasi Sumsum Tulang
Pembicara berikutnya adalah Dr. Chi Cheng Li, Director of International Medical Center, Tzu Chi Hospital Hualien, Taiwan. Dr. Chi Cheng Li membawakan materi Recent Advances in Bone Marrow Transplant. Dr. Chi Cheng Li menyampaikan tentang studi terkini dari University of Texas yang menghasilkan konklusi bahwa untuk pasien yang terdeteksi ALL dengan Ph positif dapat terbebas dari proses kemoterapi dan tidak perlu dilakukan transplantasi allogeneic hematopoietic stem cell transplantation. Pengobatan dilakukan dengan kombinasi BiTE (terapi antibody) dan terapi CAR-T Cell (sel T). Dalam terapi CAR-T, sel T pasien akan diambil untuk dilakukan modifikasi untuk mengembalikan fungsi sel T, kemudian ditanamkan kembali ke tubuh pasien.

Dr. Chi Cheng Li, Director of International Medical Center, Tzu Chi Hospital Hualien, Taiwan. Dr. Chi Cheng Li membawakan materi Recent Advances in Bone Marrow Transplant.

Pengobatan leukemia (kanker darah) akut melalui cara pengobatan tanpa kemoterapi untuk ALL (Acute Lymphocytic Leukemia) / Leukemia Limfoblastik Akut, jenis kanker darah yang berdampak pada produksi sel-sel darah putih. Desain pengobatan ini diterapkan untuk ALL, baik untuk kasus yang baru terdeteksi maupun kanker berulang / kambuh kembali.

Standar pengobatan dunia untuk ALL adalah dilakukan kemoterapi induksi/awal selama 1 (satu) bulan, serta kemoterapi konsolidasi dan maintenance selama 25-30 bulan. Pengobatan ini sangat berat untuk pasien sehingga untuk pasien yang memiliki risiko tinggi, diperlukan alternatif untuk menyembuhkan ALL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan Allogeneic hematopoietic stem cell transplantation (BMT), dimana tingkat kesuksesan pengobatan pasien anak sebesar 85% dan < 50% untuk pasien dewasa.

Dr. Chi Cheng Li menyampaikan tentang studi terkini dari University of Texas yang menghasilkan konklusi bahwa untuk pasien yang terdeteksi ALL dengan Ph positif dapat terbebas dari proses kemoterapi dan tidak perlu dilakukan transplantasi allogeneic hematopoietic stem cell transplantation.

Tantangan besar masih dihadapi dalam metode pengobatan dengan kombinasi kemoterapi, terapi target (targeted therapy), dan BMT; meskipun pasien menjalani seluruh terapi dengan lengkap namun hasil akhirnya tidak dapat diketahui sejak dini. Tingkat kesuksesan metode pengobatan ini sekitar 50% - ≤ 80%, termasuk adanya risiko komplikasi dari transplantasi yang dilakukan. Lebih dari itu, tingkat kesuksesan untuk pasien kanker berulang adalah sebesar 7% - 8%.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

TIMA Global Forum 2023: Kedokteran Gigi untuk Pasien Berkebutuhan Khusus

TIMA Global Forum 2023: Kedokteran Gigi untuk Pasien Berkebutuhan Khusus

17 Juni 2023

Dr Yi Pang Lee, Direktur Oral Patology Department Tzu Chi Hospital Hualien membawakan materi Special Need Dentistry in Tzu Chi Free Medical dan  Dr. Muhammad Novo, Dento-Maxillofacial Radiologist Consultant tentang pentingnya komunikasi untuk keberhasilan diagnosa dan perawatan yang tepat.

TIMA Global Forum 2023: Implan Koklea di Indonesia Sudah Sejauh Mana?

TIMA Global Forum 2023: Implan Koklea di Indonesia Sudah Sejauh Mana?

19 Juni 2023

Sejak tahun 2016, sekurangnya sudah ada 17 anak yang telah menerima bantuan implan koklea dari Tzu Chi Indonesia. Jumlah yang terbilang banyak mengingat masih mahalnya alat implan koklea itu sendiri. Meski Indonesia masih berkutat dengan mahalnya alat implan koklea, namun dari sisi tindakan operasi pemasangan implan koklea itu sendiri sudah banyak kemajuan.

TIMA Global Forum 2023: Sehat Dimulai dari Makanan

TIMA Global Forum 2023: Sehat Dimulai dari Makanan

17 Juni 2023

TIMA Global Forum 2023 memulai hari kedua dengan materi Food Genomics, Microbiota and Health oleh Dokter Chin-Lon Lin, CEO Buddhist Tzu Chi Medical Foundation serta The Miracle of Vegan oleh DR. Susianto MKM.  DR. Susianto dalam presentasinya memaparkan bahwa kandungan gizi nabati ternyata lebih tinggi dari hewani. “Protein tempe sebanding dengan protein daging."

Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -