Tinggal di Atap Ruko, Anik Tetap Sepenuh Hati Merawat Eza

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

Di atap sebuah ruko di Kalideres, Jakarta Barat, Mawan Bagus Santoso (40) dan Anik Sugiati (38) tinggal bersama dua anaknya: Lia Aviana (17) dan Ravel Eza Pranata (8). Ketika memutuskan untuk mengajak seluruh keluarganya pindah dari Nganjuk (Jawa Timur) ke Jakarta, Mawan yang bekerja sebagai supir di bengkel penyedia turbin ventilator, sudah mendapatkan izin dari atasannya untuk tinggal di lantai 4 ruko yang adalah atap.

Tiga orang relawan He Qi Barat 1 yang melakukan kunjungan kasih menerima sambutan hangat dari Anik dan Eza. Relawan membawakan bingkisan berupa beras dan sembako lainnya untuk keluarga Eza.

Namun, sejak pindah, di atap itu sudah tersedia sebuah tempat (mess karyawan) yang bisa mereka tinggali. Memang tidak seberapa luas, bangunannya pun hanya terbuat dari dinding semi permanen dan beratap asbes yang saat ini sudah ada bocor di beberapa bagiannya. Tapi Anik, panggilan ibu dua anak itu tetap bersyukur karena Mawan tidak perlu membayar biaya sewa untuk menempati atap itu. “Karena dalam kondisi apapun itu, lebih enak kumpul sama keluarga kan, Bu?” kata Anik tak mengeluh.

Sehari-harinya, Mawan bekerja di lantai 1 & 2 yang adalah lokasi bengkel dan gudang. Ia juga kerap pergi ke beberapa lokasi untuk mengantar dan memasang pesanan turbin ventilator. Di masa-masa ini, pesanan turbin ventilator lumayan kembali seperti dulu. Berbeda pada masa pandemi. Mawan bisa sama sekali tidak bekerja dan tidak berpenghasilan karena tak ada pembeli. Sementara itu, Anik di rumah dan telaten merawat Lia yang kini sudah kelas 2 SMA, juga Eza yang menderita epilepsi simptomatik dan radang otak.

Eza yang sedang duduk di kursi roda langsung berekspresi bahagia, begitu juga dengan Anik. Gianny, relawan He Qi Barat 1 langsung membantu Anik mendorong kursi roda Eza.

Ketika berkunjung ke mess-nya Kamis lalu (29/9/22), tiga orang relawan He Qi Barat 1 menerima sambutan hangat dari Anik dan Eza. Eza yang sedang duduk di kursi roda langsung berekspresi bahagia, begitu juga dengan Anik. “Alhamdulillah senang sekali ibu-ibu (relawan) bisa berkunjung lagi, ketemu terakhir sebelum lebaran soalnya,” ucap Anik ramah.

Di hari yang cerah itu, kondisi di lantai paling atas ruko itu terasa panas, tapi untung ada angin sepoi-sepoi yang masuk dari lubang-lubang teralis membuat suasana sejuk. Relawan pun langsung nyaman dan mengajak Eza bermain serta berbincang dengan Anik tentang berbagai perkembangan Eza.

Menyayangi Tanpa Putus Asa
Sejak usianya 5 tahun 2 bulan, Eza sudah divonis menderita radang otak setelah mengalami kejang hebat. Sebelumnya, pada usia 9 bulan dan 2 tahun, Eza juga mengalami kejang serupa tapi oleh keluarga hanya dianjurkan meminum kopi yang mitosnya bisa membantu meredakan kejang. Penyakit itu membuat Eza yang sebelumnya berkembang dengan normal, tiba-tiba kolaps: tidak bisa berbicara, tidak bisa berjalan, dan pandangannya kosong.

“Sejak saat itu, Eza jadi anak yang nggak normal, Bu,” kata Anik mengulum senyum sambil mengelus tangan anaknya.

Anik (tegah) dan Carolina (kiri - relawan He Qi Barat 1) tersenyum bahagia melihat anaknya aktif dan mendengarkan berbagai arahan yang diberikan oleh relawan. Eza mau ikut berdiri, berjalan, dan menirukan berbagai nyanyian.

Saat itu dokter bahkan sudah mendiagnosa Eza kehilangan penglihatan karena ada saraf mata yang putus akibat demam tinggi dan kejang yang sebelumnya menimpa. Tapi tanpa putus asa, Anik dan Mawan mencari rujukan ke dokter mata untuk benar-benar mengetahui kondisi anaknya. Dengan dokter dan pemeriksaan yang tepat, penglihatan Eza ternyata masih bisa diselamatkan.

Ketabahan dan ketelatenan Anik juga yang membuat Eza kini bisa kembali bersuara dan berjalan walau lagi-lagi dibutuhkan waktu dan kesabaran yang ekstra. Setiap hari Selasa dan Jumat siang, Anik membawa Eza terapi di RS. Mitra Keluarga, Kalideres. Lalu Jumat paginya, adalah jadwal Eza terapi pijat tak jauh dari tempat tinggalnya. Sementara itu untuk kontrol ke RS. Harapan Kita, jadwalnya hanya satu bulan sekali. Memang tak banyak waktu yang mereka habiskan di luar pasalnya untuk naik turun ke atap di lantai 4, Eza masih harus digendong oleh ayah maupun ibunya, sementara beratnya saat ini saja sudah mencapai 37 kg.

“Hahahahaa… biasa kalau sampai lantai 2, istirahat dulu, Bu. Eza ini doyan sekali makan, jadi badannya bongsor, lebih gede dari kakaknya,” ungkap Anik.

Mawan mengantarkan relawan ke depan ruko tempatnya bekerja di bengkel pembuatan turbin ventilator di sekitar Kalideres, Jakarta Barat.

Selebihnya, Anik dengan telaten merawat Eza di rumah. Perkembangan Eza saat ini pun membuat Anik lega, bahwa Eza bisa kembali berjalan, mengelus perut ketika lapar, pergi ke belakang ketika ingin buang air besar dan kecil, juga bisa mengeluarkan suara-suara ketika diajak bernyanyi, pun bergerak-gerak untuk menirukan tarian di lagu-lagu. “Kamu itu lho Za.. Za.., kok malah jadi hiburan ibu,” kata Anik tertawa bahagia.

Anik mengaku tidak mudah untuk ikhlas menerima cobaannya, tapi rupanya ia banyak melihat kondisi anak lain yang jauh lebih parah daripada Eza. “Ada yang makan saja harus pakai selang, ada yang kemana-mana harus pakai oksigen. Saya merasa kondisi Eza jauh lebih baik. Itu yang membuat saya kuat karena yang namanya hidup pasti ada ujiannya masing-masing. Yang penting kita usaha dan berdoa,” tutur Anik yang kini sudah legowo.

Menjadi Inspirasi
Gianny, relawan yang berkunjung hari itu pun terkesan dengan perkembangan Eza setiap kali berkunjung. Ia juga terharu melihat perjuangan Anik yang tak putus asa dan mengusahakan perawatan yang terbaik untuk sang anak.

“Andai Bu Anik saat itu langsung terpukul dan putus asa? Pasti Eza tidak bisa mencapai perkembangan pesat seperti saat ini,” kata Gianny yang kurang lebih pernah merasakan hal yang sama. “Makanya saya senang sekali lihat perkembangan Eza yang bagus banget, padahal yang pertama kali ketika saya survei (tahun 2021), dia masih suka nge-ces, masih ngompol. Nah sekarang, udah pinter, jauh banget berkembang,” paparnya.

Nur Sugihartati (seragam abu putih) dan Gianny (seragam biru putih) membantu memberikan minum kepada Eza (foto kiri). Ketiga relawan He Qi Barat 1 mengajak Eza menonton lagu dan bernyanyi bersama. Eza terlihat senang dengan kunjungan relawan (foto kanan).

Gianny berharap satu saat Eza bisa mandiri dan tidak merepotkan orang tuanya. Setidaknya bisa makan sendiri, membersihkan diri sendiri. Kata Gianny, kalau sampai sembuh, itu bonus.

Kisah Eza dan Ibunya ini membuat Gianny juga terinspirasi dan belajar bahwa, setiap orang tidak akan lepas dari karma yang harus kita lalui, juga kesulitan hidup masing-masing. Namun yang perlu diingat adalah apabila sedang mengalami kesusahan apapun, kita harus kuat, semangat.

“Di bawah kita, ada lagi orang yang lebih lebih lebih memprihatinkan kondisinya. Jadi ketika hari ini ada masalah, selesaikan, lalu tinggalkan. Kita harus maju, harus semangat. Apapun yang dikasih cobaan kita harus semangat,” pesannya.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Belajar Bersyukur dalam Kunjungan Kasih

Belajar Bersyukur dalam Kunjungan Kasih

21 Oktober 2021

Relawan Tzu Chi Cabang Sinar Mas Xie Li Downstream Lampung melakukan kunjungan kasih kepada balita yang memiliki gizi kurang baik di Desa Rangai Tri Tunggal, Kec. Katibung, Lampung Selatan.

Kasih Sayang Kepada Para Lansia

Kasih Sayang Kepada Para Lansia

03 April 2017

Relawan Tzu Chi Cabang Sinar Mas Xie Li Kalimantan Selatan 2 melakukan kunjungan kasih kepada para lansia di Desa Sangsang, Tamiang Bakung, Tebing Tinggi, dan Sepapah, Kalimantan Selatan. Selain kunjungan, relawan juga membagikan sembako kepada para lansia.

Menjalin Tali Asih di Tengah Pandemi

Menjalin Tali Asih di Tengah Pandemi

17 Mei 2021

Para relawan Tzu Chi Biak bekerjasama dengan Permabudhi Biak, KBI Biak, Hadi Supermarket dan Artaboga menunjungi pesantren dan panti asuhan di Kota Biak untuk menyalurkan bantuan sembako.

Bekerja untuk hidup sangatlah menderita; hidup untuk bekerja amatlah menyenangkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -