Titik Terang Masa Depan

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati

Firensia menyambut kedatangan relawan Tzu Chi dengan penuh sukacita. Ia pun menyapa Enisari, salah satu relawan Tzu Chi Padang.

Terdengar tangisan seorang bocah keluar dari pintu ruang operasi di lantai dasar Rumah Sakit dr. Reksodiwiryo Padang. Bocah yang masih mengenakan pakaian pasien itu tengah digendong seorang pria sambil membawa infus di tangannya. Sepanjang jalan menuju ruang pemulihan, bocah berusia lima tahun ini terus menangis. Ia adalah Firensia Kayata Anami.

Firen, sapaan karibnya sejak lahir mengalami katarak pada kedua matanya. Sejak mengetahui Firen mengalami gangguan pada matanya, sang ibu, Anisa Hidayati berniat memeriksakan buah hatinya. Namun karena himpitan ekonomi, ia pun hanya bisa berdoa agar kelak anaknya mendapatkan tindakan medis. Makin bertambah usia, kondisi mata Firen makin tidak jelas. “Firen kalau lihat sesuatu harus dekatkan ke mata minimal 5 cm baru bisa lihat. Kalau benda yang nggak terang dia nggak bisa lihat, benda kecil kalau jatuh nggak bisa cari, bisanya diraba dengan tangan,” ujar Anisa.

Melihat kondisi katarak yang dialami Firen tentu sebagai seorang ibu ia merasa sangat sedih. Ditambah lagi setelah melahirkan anaknya yang ketiga, sedih pun menghinggapinya. Putra ketiganya, Araska Afan Kafilo juga mengalami gangguan yang sama pada kedua mata. Anisa dan suaminya, Adil Kayuli (36) hanya bisa pasrah dan menerima mereka apa adanya. Beruntung anaknya yang kedua, Joya Varinka Sakha Anata dan putri bungsunya, Aileen Fayola Anabel tidak mengalami gangguan pada mata mereka. Tidak ada orang tua yang tega melihat kondisi anak-anaknya menderita. Anisa pun membawa Firen dan Araska memeriksakan mata mereka. “Pernah dibawa ke dokter mata beberapa kali, tapi bisanya cuma kontrol saja. Katarak anak saya nggak bisa dikasih obat tapi dioperasi. Saya cuma bisa cerita (konsultasi) ke dokter gimana-gimana gitu saja,” kata ibu empat anak ini.

Araska dan Firensia datang ke acara baksos pengobatan Tzu Chi ke-95 tahun 2013. Namun karena demam, Firen belum bisa menjalani operasi katarak.


Araska yang masih berusia 11 bulan menjalani operasi katarak pada baksos di RS. Dr. Reksodiwiryo, Padang, Sumatera Barat.
Doa yang Terjawab
Iringan doa yang terus dipanjatkan Anisa dan suami membawanya berjodoh dengan Tzu Chi. Anisa yang sering menjalin komunikasi dengan temannya di Jakarta menceritakan kondisi kedua anaknya tersebut. Pada tahun 2013, temannya yang mengenal Tzu Chi menyarankannya untuk menghubungi Tzu Chi di Padang. “Teman saya menawarkan Buddha Tzu Chi. Karena mamanya di Padang, jadi teman saya minta tolong mamanya untuk urusin. Orang (relawan) Buddha Tzu Chi datang ke rumah dan kami dipanggil (baksos),” terang Anisa.

Anisa bersama suami dan kedua anaknya, Firen yang saat itu masih berusia 4 tahun dan Araska yang masih berusia 11 bulan menuju lokasi baksos Tzu Chi ke-95 (30/11/13) di Rumah Sakit dr. Reksodiwiryo, Padang, Sumatera Barat. Namun kali ini, keberuntungan tidak berpihak pada Firen. Ia tidak bisa menjalani operasi karena demam, sehingga hanya adiknya, Araska yang menjalani operasi tersebut. Keesokan harinya (1/12/13) kedua mata Araska dioperasi. “Dia lihatnya nggak fokus, misalnya mau lihat apa nyarinya di mana gitu, terus kalau yang (benda) kecil-kecil kayaknya dia nggak bisa lihat,” ucap Anisa.

Relawan Tzu Chi dan orang tua langsung menghampiri Araska usai menjalani operasi pada matanya. Mereka pun berbahagia melihat kondisi anaknya.

Meskipun tidak bisa menjalani operasi pada baksos kesehatan Tzu Chi tahun 2013, bukan berarti Firen kehilangan kesempatan untuk sembuh. Pada April 2014, Tim Medis Tzu Chi, dr. Ruth O. Anggraini dan dr. Vidyapati Mangunkusumo kembali bertolak menuju Tanah Minang untuk mengoperasi mata kiri Firen. Usai dioperasi, mata Firen pun mengalami perkembangan yang baik. Setiap melihat sesuatu dan melakukan aktivitas, Firen selalu memanfaatkan mata kirinya yang sudah nampak jelas. “Kalau sekarang dia selalu melihat dengan memanfaatkan mata kirinya. Firen sendiri sudah bisa membedakan warna, dan lain-lain. Kalau ditanya, dia bakal melihat dengan mata kiri, padahal dulu kabur, nggak jelas sama sekali. Dulu kadang nggak kelihatan sama sekali,” ujar Anisa.

Menjadi Lebih Mandiri
Kondisi matanya yang semakin membaik membuat Firen dapat bercanda dan bermain bersama saudara-saudaranya. Anisa mengaku banyak perubahan pada putri sulungnya ini. Firen pun menyayangi ketiga adiknya. “Dia pintar sekali jaga adik, apalagi kalau adiknya pakai botol susu jadi bantu pegangin botol,” ucap Anisa tersenyum. Bahkan ketika adiknya menangis, Firen memanfaatkan mata kirinya untuk membantu menenangkan adiknya dengan mengajak bercanda. “Kalau adiknya pipis di lantai dia suka ambil lap terus dilap. Apalagi sama adiknya yang kecil sayang banget,” aku ibu 32 tahun ini.

Keceriaan terpancar di wajah Firensia saat bermain dan bercanda dengan adik ketiganya, Araska.

Selain menjadi seorang kakak yang sayang adik-adiknya, Firen juga lebih mandiri ketimbang sebelum bisa melihat dengan jelas. “Firensia, dulu semua meraba-raba. Kalau saya datang dia mencari-cari, dia dengar gitu, dia arahkan telinga bukan matanya. Sekarang rasanya sudah banyak kemajuan. Apapun bisa ambil, bisa bilang, sekarang sudah bisa bergerak sendiri, ke toilet sendiri,” ucap Enisari, relawan pendamping. Demikian juga dengan Araska. Enisari menjelaskan kalau Araska juga memiliki banyak kemajuan usai menjalani operasi yang sering menjangkau barang dan lebih agresif. Enisari juga berharap agar kakak beradik ini kelak bisa menjadi orang-orang seperti di sekitarnya, mendapatkan pendidikan, menjadi pandai dan baik terhadap orang tua.

Membantu Menggapai Cita-cita
Jodoh baik pun kembali terajut. Dengan kondisi kesehatan Firen yang baik, pada Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-100 (11/10/14) di Padang, Firen kembali menjalani operasi katarak pada mata sebelah kanan. “Memang niat saya akan operasi (Firen) dan akhirnya sudah bisa dioperasi. Soalnya kalau biaya sendiri nggak bisa. Kasihan kalau anak tidak dioperasi, karena kata dokter kalau katarak dibiarkan saja akan buta,” kata Anisa. Anisa menyadari dengan penghasilan suaminya yang tidak menentu sebagai tukang asah batu cincin, sangat sulit untuk melakukan tindakan operasi pada anaknya. Penghasilan yang diperoleh suaminya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti biaya kontrak rumah, makan sehari-hari, dan susu anak-anaknya. Anisa pun terus bersyukur karena kedua anaknya telah berhasil menjalani operasi katarak. “Senang sekali, bersyukur sekali akhirnya dua-dua mata bisa melihat. Betul-betul saya merasa dibantu, semoga operasinya lancar. Keinginan saya anak normal nggak ada masalah. Aku pengen anak saya bisa melihat kayak anak-anak yang lain,” ungkap Anisa.

Dr. Vidyapati melakukan tindakan operasi yang kedua pada mata kanan Firensia di Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-100 tahun 2014.

Anisa (kiri) terus mendampingi buah hatinya dengan penuh kasih sayang selama operasi berlangsung. Ia bersama relawan Tzu Chi Padang menenangkan Firensia yang terus menangis usai operasi.

Dr. Vidyapati Mangunkusumo yang menangani operasi kedua mata kakak beradik ini mengatakan katarak yang dialami mereka itu merupakan developmental cataract yang memang kelainan bawaan sehingga lensa menjadi keruh pada usia prasekolah. Dr. Vid, sapaan akrabnya mengaku bahwa tindakan bagi pasien katarak sebaiknya dilakukan sebelum mencapai usia lima tahun. Untuk itu, pada bulan April 2014, ia pun kembali melakukan operasi pada Firen. “Mereka perlu penanganan cepat, cuma pada hari pelaksanaan baksos salah satu anak (Firensia) sakit dan saya janji akan melakukan operasi susulan,” terang dr. Vid. “Karena katarak pada anak-anak bisa merusak masa depan mereka, jadi harus ditangani secepatnya,” tambahnya.

Melihat perkembangan Araska dan Firensia cukup baik, dr. Vid menjelaskan jika anak-anak yang sudah dioperasi memang akan dapat melihat dengan jelas. “Ternyata sudah maju penglihatannya, jenjangnya setiap kali diperiksa naik terus, semakin membaik,” ungkapnya. Ia berharap agar kesehatan mata juga menjadi perhatian bagi setiap orang. “Sebaiknya pada saat masuk pendidikan prasekolah harus diperiksa, sudah harus ada sistem penanggulangan. Guru dan orang tua harus saling bekerjasama, sehingga tidak ada gangguan penglihatan sebelum usia lima tahun,” harap dr. Vid.

Tidak hanya relawan dan Tim Medis Tzu Chi yang merasa bahagia akan keberhasilan operasi Araska dan Firen. Orang tua pun turut bersukacita karena apa yang menjadi doa selama ini telah terkabul. Sejak usia empat tahun Firen sudah ingin sekali untuk sekolah, bahkan ia bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. “Biasanya sambil main-main kalau diajak ngomong apa gitu dia nyambung, daya ingatnya bagus sekali, misalnya belajarnya bahasa Inggris dengan kata-kata saja, nama-nama binatang, dua kali tida kali dia ingat,” kata Anisa memuji. Ia berharap apa yang Firen cita-citakan bisa tercapai. “Ini (kesehtaan mata) rezeki yang tidak pernah diduga. Nggak nyangka bisa operasi. Mudah-mudahan tahun depan bisa sekolah, sekarang kedua matanya sembuh dan sudah operasi,” harapnya.


Artikel Terkait

Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -