Training Relawan: Menjadi Guru Sekaligus Sahabat

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Stephen Ang
 
 

foto
Lu Mei Yun (kiri) dikenal sebagai guru ”Power” akibat semangat dan inovasinya dalam mendidik murid-muridnya membagikan pengalaman mengajarnya kepada para guru Tzu Chi Indonesia.

Di hari kedua Pelatihan Relawan Tzu Chi Indonesia, sejak pukul 6 pagi relawan Tzu Chi yang menginap di Aula Jing Si sudah berkumpul di ruang auditorium internasional untuk mendengarkan Ceramah Master Cheng Yen. Para peserta sejak pukul 5 pagi sudah bangun dan bersiap mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan pada hari Sabtu, 24 Maret 2013.

 

 

Dalam kesempatan pelatihan ini, para guru Sekolah Tzu Chi Indonesia (Tzu Chi School) dan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi juga turut mendapatkan berkah. Mereka mengikuti sharing yang dilakukan oleh 2 orang guru Tzu Chi Taiwan (sudah pensiun-red) yang berkisah tentang perjalanan mereka selama menjadi guru, kendala yang mereka hadapi, dan bagaimana solusi untuk menghadapinya. Kedua orang guru ini adalah Lu Mei Yun dan Ni Mei Ying. Lu Mei Yun sendiri terkenal sebagai guru ”Power” akibat semangat dan inovasinya dalam mendidik murid-muridnya. Ni Mei Ying sendiri sebelumnya dijuluki sebagai Ratu Kekerasan oleh murid-muridnya hingga ia kemudian sadar dan justru dapat mengambil hati para murid-muridnya. Meski kedua kisah kedua orang ini berbeda, namun mereka memiliki satu kesamaan, yakni menjadikan kata perenungan Master Cheng Yen sebagai landasan dalam mendidik, membimbing, dan mencintai para muridnya.

Harapan yang Mekar
Ada pengalaman berkesan Lu Mei Yun saat mengunjungi Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat kemarin (22/03/2013). ”Saat kita ke rusun kita merasa ada harapan. Kita tersenyum kepada mereka dan mereka balik senyum kepada kita,” ujarnya membuka sharingnya. Saat itu, melihat ada sampah yang tergeletak di lapangan rumput, ia meminta anak-anak di sana untuk memunguti sampah dan membuangnya ke tempat sampah. ”Saya bicara dengan bahasa Inggris, entah mereka mengerti atau tidak, tapi nyatanya mereka paham yang saya inginkan,” terangnya. Menurutnya, senyum dan ketulusan seorang guru akan dapat diterima dengan baik oleh muridnya. ”Meski kita berbeda bahasa, tetapi kita bisa tetap berkomunikasi. Kalau sebagai guru bisa mencontohkan maka anak-anak akan mengikutinya. Jangan lupa juga untuk memujinya kalau mereka berhasil melakukannya,” ujarnya. Dan yang lebih membahagiakan, ia melihat wajah anak-anak tersebut tersenyum lebar.

foto  foto

Keterangan :

  • Pengalaman dan cara penyampaian yang menggugah membuat para guru dari Sekolah Tzu Chi Indonesia (Tzu Chi School) dan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng merasa sukacita dan penuh manfaat (kiri).
  • Para guru Sekolah Tzu Chi Indonesia menampilkan isyarat tangan yang merupakan salah satu budaya humanis Tzu Chi (kanan) .

Menurut Lu Mei Yun, menjadi guru bukan berarti tidak memiliki masalah di kelas, tetapi saat menemukan masalah apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya itu yang paling penting. Ia selalu mencari dan menemukan cara-cara unik untuk dapat membuat murid-muridnya bahagia dan senang belajar. Pada saat perayaan Natal misalnya, ia mengubah ruang kelas menjadi bernuansa Natal. Ia bahkan mengajar dengan menggunakan topi Sinterklas. Dan kegiatan itu dari mulai desain sampai acara ia yang mengerjakannya. ”Jadi guru jangan sampai takut repot, kita harus bersemangat agar para murid-murid ini bisa senang belajar,” tegasnya. Melihat kesungguhannya dalam mempersiapkan acara ini, salah satu orang tua murid bahkan berkenan membantu membuat pohon Natal. Hal ini karena sang orang tua murid tersebut merasa Lu Mei Yun sangat penuh cinta kasih. ”Kenapa saya bisa memiliki cinta kasih yang besar? Karena saya mempunyai guru seperti Master Cheng Yen. Beliau yang mengajari saya untuk menyebarkan cinta kasih,” katanya.

Berbagai upaya terus dilakukannya untuk menumbuhkan semangat belajar murid-muridnya. Salah satunya dengan menggunakan Kata Perenungan Master Cheng Yen sebagai bahan pembelajaran. Sebelumnya ia selalu mencari sendiri kata-kata perenungan, tetapi sekarang sudah lebih mudah. Banyak pelajaran yang bisa didapat dari video dan foto, dimana membuat murid-murid lebih mudah memahaminya. ”Kita harus buat anak-anak merasa sangat bahagia,” tegasnya. Semangat Master Cheng Yen untuk menebarkan cinta kasih ke seluruh dunia juga menginspirasinya untuk mengajak dan melibatkan sekolah-sekolah di Taiwan lainnya. ”Jadi, pemikiran-pemikiran saya ini tersebar di 75 sekolah di Kaohsiung,” ujarnya.

Pelajaran Kata Perenungan juga tidak mengenal batas suku, ras, dan agama. Lu Mei Yun memuji insan Tzu Chi Indonesia yang berhasil membawa 6 tokoh agama yang berbeda-beda untuk bertemu dengan Master Cheng Yen di Taiwan, karena dengan begitu dapat semakin menegaskan kepada relawan bahwa Tzu Chi merupakan organisasi sosial yang lintas agama, ras, dan golongan.

foto  foto

Keterangan :

  • ”Jadi guru jangan sampai takut repot, kita harus bersemangat agar para murid-murid ini bisa senang belajar,” tegas Lu Mei Yun (kiri) .
  • Karena sharing yang dibawakan menggunakan bahasa Mandarin, translator menerjemahkan sharing ke dalam bahasa Indonesia sehingga peserta yang tidak menguasai bahasa Mandarin dapat mengerti isi sharing tersebut (kanan) .

Lu Mei Yun sendiri selama menjadi guru sangat jarang marah kepada murid-muridnya. ”Saya bisa marah, tetapi terkendali. Karena saya jarang marah maka itu lebih efektif dan anak-anak justru akan lebih menuruti,” katanya. Bahkan karena sikapnya ini ada seorang muridnya yang memiliki bekas luka di wajah memilih untuk tinggal kelas agar bisa terus diajar olehnya. Anak ini kurang merasa nyaman jika diajar guru lainnya. ”Nah bagaimana kita membuat anak-anak yang kurang sempurna merasa nyaman dengan teman-teman di sekitarnya. Saya kasih tahu jika ada teman yang menanyakan kenapa ada bekas luka, saya sampaikan, laki-laki yang punya bekas luka di wajah itu adalah laki-laki yang paling tampan,” tegasnya.

Selama 30 tahun mengajar, Lu Mei Yun mengaku selalu dapat bersikap adil kepada murid-muridnya. ”Berpikiran obyektif. Saya adalah guru yang sangat tegas, tetapi saya mempunyai cinta kasih. Anak-anak murid saya pun pintar dan penuh cinta kasih,” tegasnya.  ”Kita harus mendoakan anak-anak kita supaya mereka bisa menemukan arah masing-masing. Saat mereka tidak mengerjakan PR saya tidak akan marah, tetapi saya akan bertindak lemah lembut. Yang salah tetap harus dihukum, kecuali mereka ada halangan atau alasan tertentu,” katanya. Menurutnya, kata perenungan Master Cheng Yen dapat menjadi referensi dalam berbagai jenjang pendidikan, baik dari jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga universitas.

Seorang guru yang baik harus dapat mendidik murid-muridnya dengan penuh cinta kasih. Ia juga harus dapat menyatukan hatinya (guru) dan murid. Jika guru mengajar dengan tulus maka murid-muridnya pun akan dapat merasakan dan kemudian menerapkan ajarannya. Inilah semangat yang harus dimiliki para guru dalam mengajar.

  
 

Artikel Terkait

Setetes Darah untuk Kehidupan

Setetes Darah untuk Kehidupan

16 Maret 2018
Dalam rangka HUT ke-72 Persit Kartika Candra Kirana tahun 2018, Yayasan Buddha Tzu Chi Bandung bersama Persatuan Istri Prajurit (PERSIT) menggelar bakti sosial donor darah pada 14 Maret 2018. Sebanyak 65 kantong darah terkumpul pada kegiatan tersebut, yang mayoritas donor diikuti oleh para prajurit TNI dan ibu-ibu dari PERSIT.
Membuka Mata, Membuka Hati

Membuka Mata, Membuka Hati

24 April 2015 Yayasan Buddha Tzu Chi menerima kunjungan 25 diplomat yang merupakan peserta Diklat Sekolah Staf dan Pimpinan Kementerian Luar Negeri (Sesparlu) reguler dan internasional.
“Indahnya Kebersamaan Membantu Sesama”

“Indahnya Kebersamaan Membantu Sesama”

23 April 2010
Untuk mencapai Desa Mekarwangi, relawan Tzu Chi disuguhi pemandangan menarik dengan panorama alam yang dikelilingi oleh barisan pegunungan.
Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -