Training Relawan Pendidikan 2014

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Teddy Lianto, Agus DS (He qi Barat)
 

foto
Tanggal 22 Maret 2014, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan pelatihan relawan pendidikan di Aula Jing si lantai 2.

Tanggal 22 Maret 2014, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan training relawan pendidikan di ruang Fu Hui Ting lantai 2, Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Sebanyak 135 relawan datang untuk mengenal isi dari misi pendidikan Tzu Chi. Kegiatan yang dimulai pukul 12.00 WIB ini bertujuan untuk memberikan masukan dan pengenalan antar sesama relawan pendidikan. Karena relawan yang hadir di kegiatan tidak hanya dari Jakarta tetapi ada juga yang dari luar kota: Batam, Palembang, Biak, Singkawang, dan Pontianak.

Di kegiatan ini,  Direktur Sekolah Tzu Chi Indonesia, Yen Wen Tsung juga memberikan sharingnya selama menjadi relawan pendidikan. Dalam sharingnya, Yen Wen Tsung menceritakan jika cara merawat anak sangatlah penting, karena dapat  mempengaruhi proses pertumbuhan anak. Dengan adanya perawatan yang sempurna maka anak-anak akan tumbuh sehat, pintar, dan  lincah. Sebaliknya apabila tidak mempunyai perawatan yang sempurna maka kemungkinan anak-anak akan merasa malu, takut tampil di depan banyak orang, tidak percaya dengan orang lain, tidak berani mendekati atau didekati orang yang tidak dikenal. Ini adalah permasalahan anak-anak dalam masa pertumbuhan di masa depan.

Selama di Jakarta, Yen Wen Tsung juga kerap melihat hampir setiap orang tua menyerahkan anaknya ke pengasuh. “Dengan training relawan pendidikan hari ini, kita berharap relawan bisa melengkapi apa yang tidak didapatkan anak dalam keluarganya, sehingga masa pertumbuhan anak-anak bisa lebih sempurna. Andaikan anak kecil tidak bisa mendapatkan perawatan yang sempurna di dalam keluarganya, maka kita berharap mereka bisa mendapatkannya di sekolah, baik dari guru ataupun dari Daai Mama,” ujar Yen Wen Tsung .

foto  foto

Keterangan :

  • Dalam kegiatan ini, Yen Wen Tsung, direktur Sekolah Tzu Chi indonesia memberikan beberapa sharing pengalamannya (kiri).
  • Selain materi, ada juga hiburan berupa gerakan isyarat tangan (kanan).

Yen Wen Tsung menambahkan jika di Tzu Chi sangat ditekankan cinta kasih universal, tentunya prinsip yang tadi kita pelajari, kita praktikkan di keluarga dulu, karena orang tua adalah “contoh” untuk anak. “Kita sebagai orang tua haruslah memberikan teladan yang baik, sehingga anak kita juga akan tumbuh besar dengan baik. Nah begitu kita menjadi seoarang guru, seharusnya kita mengajar dengan membawa hati seperti orang tua, jangan membiarkan anak-anak melewati masa pertumbuhan dengan sia-sia, karena proses pertumbuhan anak itu tidak bisa di tunggu, apabila kita terlewatkan masa pertumbuhan ini, maka tidak akan kembali lagi,” terang Yen Wen Tsung.

Langkah Kecil, Perubahan Besar
Di kegiatan training relawan pendidikan ini, relawan merasa mendapatkan banyak jawaban atas pertanyaan yang selalu terngiang di pikiran mereka salah satunya, ialah Carla Jensenem. Dari penjelasan yang diberikan oleh relawan, ia merasa kegiatan budi pekerti Tzu Chi sungguh indah dan akan lebih indah lagi jika bisa di terapkan di tempat ia tinggal, Biak.

Carla sendiri mengenal Tzu Chi dari baksos kesehatan Tzu Chi di Biak. Pada tahun 2010, suaminya, Iwan Urbinas yang mengalami petrygium menjadi salah satu pasien Tzu Chi di baksos kesehatan Tzu Chi . Melihat sumbangsih Tzu Chi kepada para warga setempat dan suaminya, Carla merasa penasaran dengan Tzu chi. Setelah melihat profile Tzu Chi di Internet dan DAAI TV, Carla pun merasa jika Tzu Chi adalah yayasan yang bagus, karena dalam memberikan bantuan lintas agama, suku, dan ras. Dari perasaan suka ini lh, timbul niat untuk menjadi relawan.

foto  foto

Keterangan :

  • Carla Jensenem, relawan Tzu Chi Biak yang terinspirasi untuk membuka kelas budi pekerti di Biak (kiri).
  • Pada malam harinya, para relawan berkumpul uuntuk melakukan sharing dan mencari solusi untuk setiap kegundahan untuk menjalankan misi pendidikan di tempat asal mereka (kanan).

Pada tahun 2011, ketika ia menjabat sebagai kepala sekolah SMPN 3 Biak, ia juga ingin sekolah SMPN 3 Biak kota yang memiliki luas 3.5 hektar tersebut bisa menjadi lingkungan yang berbudaya humanis seperti yang ia tonton di Daai TV. “Saya konsepkan sekolah saya untuk berbudaya lingkungan. Saat itu hanya dua hal yang saya terapkan: Memilah sampah dan membuat sampah pada tempatnya dan penanaman pohon. Setiap kelas harus memiliki taman (di depannya) dan kebun (di belakang). Jadi di taman harus ada bunga hidup dan di belakang juga turut menanam tumbuhan,” jelas wanita yang berprofesi sebagai guru sejak tahun 1997 ini. lalu bulan November 2013, Susanto Pirono, relawan Biak datang ke sekolahnya untuk menggalang dana untuk korban Topan Haiyan di Filipina. Dari kedatangannya tersebut, Carla pun juga di ajak untuk bergabung menjadi relawan Tzu Chi dan Carla pun menyambut baik ajakannya itu.

Selain menerapkan budaya Tzu Chi di sekolahnyanya,  Carla juga masih memiliki sebuah impian yang ingin benar ia capai. Ia ingin agar hubungan antar orang tua dan anak di Biak dapat lebih harmonis. Karena budaya di Biak cukup keras, Orang tua jika melihat anaknya melakukan kesalahan dapat memukul hingga luka. Bahkan ketika berbicara, sang anak tidak boleh menatap wajah orang tuanya. “Hal inilah yang sebenarnya ingin saya ubah. Semoga dengan adanya Tzu Chi, bisa memberikan semacam perubahan kepada para orang tua di Biak, agar tidak keras terhadap anak mereka. Karena jika prilaku ini terus berjalan, niscaya 20 tahun ke depan  generasi anak akan menjadi kasar dan keras,” terang Carla .

Oleh sebab itu, ia pun berbicara dengan Yenny, relawan komite Tzu Chi Biak agar di Biak tidak hanya misi pelestarian lingkungan dan kesehatan saja yang berjalan, tetapi juga bisa memunculkan kegiatan kelas budi pekerti Tzu Chi di Biak. “Saya sudah bicara dengan Yenny, kita (relawan Tzu Chi Biak) akan memulai kelas budi pekerti  dengan murid dari anak-anak relawan sendiri. Saya akan sertakan anak saya yang masih duduk di SD dan SMA untuk ikut kegiatan ini. Semoga langkah kecil ini bisa mempengaruhi anak-anak dan para orang tua lainnya di Biak untuk berubah,” ujarnya penuh harap.

Harapan Carla untuk menciptakan dunia pendidikan yang humanis di tempatnya sama seperti harapan Master terhadap dunia pendidikan di dunia. Ini karena zaman terus berubah dan hati anak muda bagaikan sedang ”terbang”. Kita harus membimbing anak-anak agar bisa berjalan ke arah yang benar. Melalui pendidikan Tzu Chi, kita sangat berharap para anak muda bisa kembali pada sifat hakiki yang bajik dan murni serta memiliki moralitas. Pendidikan kehidupan ini sangat penting.

  
 

Artikel Terkait

Agar Lebih Memahami Tzu Chi

Agar Lebih Memahami Tzu Chi

29 Juli 2009 Dengan seringnya bertemu, saling mengeluarkan pendapat, pikiran dan ide-ide, secara tidak langsung akan menimbulkan saling pemahaman di antara sesama relawan. “Kita mengerti pendapat orang lain, itu berarti kita mengenal orang itu juga. Nah, sewaktu kita akan mengajukan kegiatan sekalipun, kita juga enak gitu. Pas di lapangan juga jadi lebih akrab,” terang Budi.
Melindungi Bumi, Menyelamatkan Kehidupan

Melindungi Bumi, Menyelamatkan Kehidupan

13 September 2016

Kegiatan pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh relawan Tzu Chi setiap bulannya pada minggu keempat diberi nama bakti Lingkungan. Selain pemilahan sampah, relawan melakukan sosialisasi pelestarian lingkungan dari rumah ke rumah warga.

Festival Pelestarian Lingkungan

Festival Pelestarian Lingkungan

12 Desember 2011 Sabtu, 3 Desember 2011, sebelum festival ini dimulai, para relawan berkumpul bersama dan melakukan doa bersama. Pada hari pertama festival ini ditampilkan salah satu budaya humanis Tzu Chi, yaitu peragaan isyarat tangan oleh relawan, mulai dari anak-anak Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Tzu Ching, hingga relawan He Qi Barat.
Berbicaralah secukupnya sesuai dengan apa yang perlu disampaikan. Bila ditambah atau dikurangi, semuanya tidak bermanfaat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -