Tubuh Sehat, Belajar Giat

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoSebelum bakos dimulai, relawan Tzu Chi mengajak anak-anak SD Dinamika bernyanyi bersama. Setiap 3 bulan sekali Tzu Chi mengadakan baksos kesehatan bagi anak-anak dan warga di Bantar Gebang, Bekasi.

Dengan tertatih-tatih Suherman memasuki ruang periksa dokter. Bocah berusia 9 tahun siswa kelas 1 Sekolah Dinamika Bantar Gebang Bekasi ini kaki kanannya 'melenting' hingga membuatnya tak nyaman untuk berjalan. Rupanya karena kapalan dan juga sering tak memakai alas kaki maka bengkak itu pun semakin besar. Mendengar akan ada baksos kesehatan di sekolahnya, bocah yang kerap memulung sampah di TPA Bantar Gebang ini pun tak menyia-nyiakan kesempatan. "Kalau berobat sendiri nggak punya duit," jawabnya polos.

Kesehatan Adalah Sesuatu yang Mahal
Sabtu, 12 Maret 2011, sejak pukul 8 pagi sebanyak 262 murid SD Dinamika Bantar Gebang Bekasi ini sudah berkumpul di halaman sekolahnya. Mereka tengah bersiap mengikuti baksos kesehatan yang diadakan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Baksos ini merupakan baksos kesehatan kedua yang dilakukan relawan Tzu Chi setiap 3 bulan sekali. Baksos kesehatan kali ini bukan hanya ditujukan bagi para siswa SD Dinamika saja, tetapi juga warga di sekitarnya (200 warga) yang berada di Desa Ciketing, Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi. Sampai pelaksanaan baksos selesai pada pukul 1 siang, tercatat sebanyak 462 orang yang terdaftar. Umumnya siswa dan warga mengalami penyakit kulit (gatal-gatal), batuk, pilek, flu, maupun demam. "Awalnya memang baksos ini ditujukan bagi anak-anak sekolah saja, tetapi ada permintaan dari warga sekitar yang membutuhkan layanan kesehatan ini," kata Theresia, relawan Tzu Chi yang menangani bantuan pendidikan dan baksos kesehatan di SD Dinamika sejak awal.

Penyakit gangguan pernapasan dan kulit memang sangat rawan menghinggapi warga yang tinggal di sekitar Tempat Penampungan Akhir (TPA) Bantar Gebang. Selain bau yang menyenggat, kondisi rumah, dan jalan di sekitarnya juga sangat memprihatinkan. Belum lagi hasil daur ulang (plastik) yang ditaruh di depan rumah-rumah warga menambah sumpek nya kawasan yang tanahnya selalu basah ini. "Habis mau tinggal di mana lagi, namanya juga nyari makan di sini," kata Sureni (34), salah seorang warga. Sureni tinggal di Bantar Gebang bersama suami dan ketiga anaknya, salah satunya adalah Suherman yang baru saja kaki kanannya diobati oleh tim medis Tzu Chi. Untuk hal ini Sureni sangat berterima kasih atas perhatian relawan terhadap keluarga dan warga di sekitar tempat tinggalnya. "Kalau berobat sendiri berat, apalagi sekarang pendapatan memulung berkurang. Yang mulung di sini tambah banyak," keluh Sureni.

foto  foto

Keterangan :

  • Di telapak kaki kanan Suherman ini terdapat benjolan kecil berisi cairan yang harus diobati. untuk membantu orang tua dan juga kebutuhannya sendiri, sepulang sekolah Suherman mencari sampah daur ulang di TPA Bantar Gebang. (kiri)
  • Suherman bersama ibu dan adiknya. Penyakit gangguan pernapasan dan kulit sangat rawan menghinggapi warga yang tinggal di sekitar Tempat Penampungan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi. (kanan)

Tak heran jika Sureni pun kerap membantu Tarsim (35) suaminya ikut memulung. Bahkan dua anak mereka pun juga ikut memulung demi menopang kebutuhan hidup orang tuanya. Selain keluarga mereka, kedua orang tua Sureni memang juga tinggal di gubuk yang sederhana ini. "Bapak saya sedang sakit pernapasan, dan ibu saya kakinya juga pincang setelah kena doser (buldoser) waktu lagi memulung," terang Sureni. Sureni sendiri tinggal di Bantar Gebang sejak kecil, dan kemudian menikah serta memiliki anak. Karena itulah Sureni kerap memanfaatkan kembali sisa-sisa makanan yang masih baik untuk dibersihkan dan dimasak kembali untuk makan keluarganya. "Biasanya buangan dari restoran atau hotel. Masih bagus dan nggak berbau, jadi saya cuci dan masak kembali," kata Sureni yang hanya sempat bersekolah hingga kelas 3 SD ini.

Penghasilan suaminya setiap hari dari memulung sejak pukul 05.30 hingga menjelang malam (pkl. 18.00 WIB) berkisar antara 20 - 25 ribu rupiah. "Karena itu kadang saya juga ikut bantu kerja," terang Sureni. Jika Sureni ikut membantu, penghasilan mereka baru bisa berlipat dua, antara 40 - 50 ribu. Uang sebesar itu mesti digunakan untuk makan sehari-hari, biaya sewa tanah 50 ribu per bulan, air 20 ribu, dan listrik 20 ribu rupiah per bulan.

foto  foto

Keterangan :

  • Relawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih ke rumah-rumah siswa kelas 6 SD Dinamika. Tujuannya adalah untuk mendata dan memotivasi orang tua siswa untuk mendukung anaknya melanjutkan sekolah. (kiri)
  • Dokter dan relawan mendatangi 3 rumah warga yang menderita sakit parah. Akibat penyakit tersebut, mereka tak bisa datang ke Baksos Kesehatan Tzu Chi ini. (kanan)

Kemauan Anak Sendiri
Kondisi, inilah yang menyebabkan Suherman ikut terjun memulung seperti kedua orang tuanya. "Uangnya buat mamak , kalau saya paling ambil 2 ribu buat jajan," terang Suherman. Suherman sendiri biasanya memulung setelah ia pulang sekolah, antara pukul 13.00 - 15.00 WIB. "Saya nggak pernah memaksa Suherman memulung, dianya sendiri yang mau," terang Sumini. Ketika ditanyakan kenapa ia dan suaminya tidak melarang, Sureni menjawab, "Dilarang juga susah, namanya anak kepengin jajan." Sumini sendiri sadar bahwa dengan anaknya ikut memulung dan mendapatkan uang maka secara tidak langsung membuat anaknya jadi kurang termotivasi untuk sekolah. "Kalau disuruh sekolah malas, kadang bangunnya kesiangan. Jadi sering bolos," kata Sumini.

Menurut Nasrudin, Kepala SD Dinamika, tingkat kehadiran siswa-siswinya memang agak rendah. "Mereka banyak yang sering nggak masuk, baik karena sakit maupun alasan lainnya," katanya. Berdiri sejak tahun 1995, saat ini SD Dinamika memiliki 262 murid, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 35 murid, Paket A (setara SD) 6 murid, Paket B (setara SMP) 15 orang, dan Paket C (setara SMA) 35 orang. "Dari 262 anak, yang masuk paling sekitar 249 anak. Nah , sejak ada relawan Tzu Chi yang ngajar di sini setiap hari Senin, tingkat kehadirannya semakin tinggi," puji Nasrudin. Selain mengajar, relawan Tzu Chi memang juga sering membuat games-games dan juga memberikan susu serta makanan ringan. "Jadi itu lebih memotivasi anak. Hal ini juga membuat anak-anak menjadi semakin baik gizi dan tingkat kesehatannya," kata Nasrudin, "apalagi dengan adanya baksos (kesehatan) ini, kesehatan anak-anak menjadi lebih terjaga."

  
 

Artikel Terkait

Satu Bibit Satu Harapan

Satu Bibit Satu Harapan

29 Juni 2016

Relawan Tzu Chi Biak kembali melakukan penanaman bibit bakau di salah satu pulau di Papua, Pulau Nusi. Sebanyak 572 bibit bakau ditanam hari itu bersama 20 orang penduduk Kampung  Inarusdi.

Sosialisasi Relawan Baru Tzu Chi Batam 2017

Sosialisasi Relawan Baru Tzu Chi Batam 2017

27 Juli 2017

Minggu, 23 Juli 2017 Tzu Chi Batam mengadakan kegiatan sosialisasi relawan baru yang kedua di tahun 2017. Sosialisasi ini diikuti oleh 94 peserta dari berbagai wilayah di Batam.

Waisak 2017: Memaknai Waisak, Membangkitkan Welas Asih

Waisak 2017: Memaknai Waisak, Membangkitkan Welas Asih

22 Mei 2017

Ribuan orang memadati Jiang Jing Tang, Lt. 4 Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk Jakarta untuk mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha membentuk formasi barisan genderang dan genta. Ritual Hari Waisak yang dirangkai dengan peringatan Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia ini digelar selama dua sesi (pagi dan sore) pada tanggal 14 Mei 2017.

Mampu melayani orang lain lebih beruntung daripada harus dilayani.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -