Tujuh Kondisi pikiran
Jurnalis : Lo Wahyuni (He Qi Utara), Fotografer : Hadi Pranoto Hendry Shixiong membawakan acara bedah buku mengenai "7 kondisi pikiran untuk mengikis noda batin". |
| ||
“Setiap hari adalah awal yang baru, apakah pikiran kita dapat berawal baru setiap hari?” Tanya Master Cheng Yen dalam acara Sanubari Teduh kepada para peserta dan para peserta terhenyak sejenak untuk berpikir. Apabila setiap bangun pagi masih ada masalah yang menumpuk di dalam pikiran, maka noda batin juga akan menumpuk. Baik dan buruknya perbuatan kita berawal dari sebuah pikiran, karena pikiran merupakan sumber dan pelopor semua perbuatan yang dilakukan oleh tubuh. Dari sebuah pikiran timbullah keinginan. Akumulasi keinginan pada seseorang, memicu lahirnya banyak kerisauan di dalam hati dan pikiran orang tersebut, sehingga dapat menimbulkan Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan batin (kebodohan) di dalam dirinya. Adapun 7 kondisi pikiran untuk melenyapkan rintangan adalah sebagai berikut: memiliki rasa malu, memiliki rasa takut, berpaling dari keburukan, membangkitkan Bodhicitta, memandang setara semua makhluk, rasa bersyukur pada Buddha, pengamatan pada kosongnya hakikat kejahatan. Hal pertama dari kondisi pikiran yaitu menanamkan rasa malu, artinya seorang manusia hendaknya malu untuk melakukan kesalahan pada diri sendiri dan ada rasa menyesal, sehingga senantiasa bertekad melatih diri dengan cara mengoreksi kesalahan diri sendiri dan belajar dari kebaikan ataupun kesalahan orang lain. Dengan timbulnya rasa malu, maka akan timbul juga rasa takut, yaitu takut berbuat kesalahan-kesalahan fatal yang dapat menjerumuskan diri ke dalam 3 “alam rendah” dan menerima akibat dari karma buruk. Sesuai dengan hukum karma , benih apa yang ditanamnya, maka buah seperti itu yang akan dipetiknya. Lahan batin manusia seperti sepetak sawah, apabila tidak ditanami benih yang baik, maka tidak akan memperoleh hasil yang baik juga.” Dari proses pelatihan diri tersebut, maka kita akan memahami bahwa hidup ini tidak kekal dan memanfaatkan hidup ini dengan banyak menolong orang lain yang menderita. Hal ini berarti sudah membangkitkan Bodhicitta (kebijaksanaan). Adapun paham Bodhicitta ini dengan cara mengembangkan 4 pikiran tanpa batas berupa cinta kasih, welas asih, suka cita dan keseimbangan batin, serta melaksanakan 6 Paramita yaitu berdana, sila, kesabaran, semangat, konsentrasi dan kebijaksanaan.
Keterangan :
Kelanjutan dari mempraktikkan Bodhicitta tersebut adalah memandang setara semua makhluk yang berarti batin kita sudah tidak membeda-bedakan lagi dan dapat menerima paham bahwa semua makhluk itu memiliki hak hidup yang sama. Semua makhluk adalah setara dengan siklus hidupnya saling bergantung satu sama lain, sehingga semua saling membutuhkan. Manusia justru harus dapat melindungi dan menghargai semua makluk yang bernyawa di dunia. Didalam Buddha Dharma dikatakan bahwa kehidupan manusia berputar di 6 roda alam kehidupan sehingga memerlukan seseorang membimbing tingkat kesadarannya hingga memahami Dharma. Hal ini berarti kita harus bersyukur pada Buddha akan kesempatan belajar Dharma dengan baik dan mendapatkan cara untuk mengikis noda-noda batin. Akhirnya setelah mempelajari Dharma dan paham hukum ketidakkekalan yang mengatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat kosong, artinya setelah seseorang meninggal dunia, segala unsur materi di dunia tidaklah dapat dimilikinya lagi dan hanya pahala dan karma yang dapat dibawa serta dalam kehidupan berikutnya. Pencerahan Dharma tentang 7 kondisi pikiran untuk melenyapkan rintangan ini sungguh menambah jiwa kebijaksanaan kami ( relawan Tzu Chi ). Acara Bedah Buku Pertobatan Air Samadhi diakhiri pada pukul 19.12 WIB. Sebagai insan Tzu Chi yang sudah melangkah di Jalan Bodhisatwa, kita juga hendaknya mendalami Sutra Dharma sehingga dapat membersihkan kekotoran batin dan juga menghilangkan tabiat buruk. Master Cheng Yen mengingatkan kita “tiga tiada” di dunia ini yaitu tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, dan tiada orang yang tidak kumaafkan. Segala kondisi tercipta oleh pikiran dan hati manusia, ketika jiwa raga manusia terbebas dari noda, pada saat itulah alam kehidupan ikut menjadi suci dan bersih. Dalam mengarungi kehidupan ini, hati senantiasa harus merasa bersyukur dan kita selalu memberkati diri sendiri agar dapat hidup dalam kepuasan dan juga dapat memberkati orang lain agar mereka selalu hidup penuh dengan kedamaian. | |||