Tzu Chi Menjadi Pendukung Nomor Satu untuk Reihan

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Dok. He Qi Angke dan Pluit

Cicih berterima kasih kepada seluruh donatur dan relawan Tzu Chi yang hadir dalam Pemberkahan Akhit Tahun 2024 yang diselenggarakan oleh relawan komunitas He Qi Angke dan Pluit, Minggu 5 Januari 2025.

Para donatur dan relawan yang hadir dalam PAT 2024 komunitas He Qi Angke dan Pluit dibuat begitu terharu mendengar kisah Muhamad Reihan Efendi dan ibunya, seorang penerima bantuan Tzu Chi yang perjalanannya diceritakan dengan amat menginspirasi hari itu.

Di sana, Cicih, ibunda Reihan berkesempatan mengungkapkan rasa terima kasihnya langsung di hadapan relawan dan donatur:

“Untuk para donatur yang telah menyisihkan sebagian rezekinya, serta untuk semua relawan, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungannya, baik dalam bentuk waktu, tenaga, maupun doa. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan Anda. Terima kasih juga telah menjembatani kami melalui Tzu Chi, dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dengan berkecukupan,” ucap Cicih penuh haru.

“Kami sangat bersyukur atas perkembangan yang terjadi, yang dulunya kami merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah kelahiran anak saya yang normal pada tahun pertama, ia divonis mengidap cerebral palsy, dan saya harus berjuang sendirian. Namun, setelah adanya bantuan dari Tzu Chi, para donatur, dan relawan, saya merasa tidak lagi sendirian. Saya merasa seperti memiliki keluarga besar yang selalu siap mendukung. Terima kasih untuk semuanya,” lanjut Cicih diiringi tepuk tangan seluruh tamu yang hadir, seakan ingin memberikan semangat kepada Cicih.

Menghadapi Takdir dengan Keteguhan
Muhamad Reihan Efendi, seorang anak yang kini berusia 16 tahun adalah anak dengan kondisi cerebral palsy (lumpuh otak). Walaupun perjalanan hidupnya jauh dari kata sempurna dalam artian fisik dan mental, namun, kisah hidupnya jauh dari kata putus asa. Cicih, ibunya bahkan sejak awal menunjukkan semangat luar biasa, berjuang untuk mendampingi Reihan agar bisa mandiri, meskipun tantangan yang dihadapi tak mudah. Melalui perawatan yang intensif dan dukungan yang tak pernah putus, Reihan terus berkembang, meskipun kondisinya berbeda dengan anak-anak lainnya.

Relawan bercanda dengan Reihan dan Cicih, keramahan Reihan membuat banyak relawan menyayanginya.

Saat berbagi kisah di acara Pemberkahan Akhir Tahun 2024 Tzu Chi, Cicih dengan tegar mengungkapkan perasaannya yang penuh haru. “Perasaan saya lega setelah berbagi cerita di depan donatur dan relawan Tzu Chi. Saya merasa berterima kasih kepada mereka yang telah banyak membantu kami, bahkan sampai sekarang,” ujarnya.

Bagi Cicih, dukungan yang diterima dari Tzu Chi bukan hanya sekadar bantuan materi, tetapi juga kekuatan moral dan mental yang terus menyemangati dirinya untuk melangkah.

Sejak bertemu dengan Tzu Chi pada tahun 2015, Cicih merasakan perubahan besar dalam hidupnya. Dia mengatakan bahwa Tzu Chi memberikan banyak bantuan, mulai dari edukasi, hingga biaya sekolah dan terapi untuk anak keduanya itu. Cicih juga menambahkan bahwa, dari yang dulu hanya bisa terbaring lemah, Reihan sekarang bisa makan dan memakai baju sendiri. “Perkembangannya sangat luar biasa,” ujar Cicih dengan penuh kegembiraan.

Namun, ada kalanya Cicih merasa tidak hanya ingin menerima bantuan, tetapi juga ingin berbagi kepada orang lain. Dia mengatakan bahwa dia ingin membalas semua kebaikan yang diterimanya. Selain doa, Cicih berharap bahwa suatu saat nanti dia bisa menjadi relawan dan membantu orang lain seperti dirinya. Ia menunjukkan tekad yang kuat untuk memberi kembali kepada masyarakat.

Reihan kini sudah bisa menelangkupkan tangan untuk berterima kasih kepada relawan ketika mengambil bantuan uang biaya pendidikan bulannya. Ini adalah satu kemajuan yang membuat semua yang mengenalnya menjadi senang.

“Saya terkadang berpikir saya harus lakuin apa ya buat ngebalas semua kebaikan ini? Dengan kondisi saya yang harus merawat Reihan, harus mendampingi Reihan hampir 24 jam. Jadi, kayaknya untuk pengen ngebantu, jadi relawan itu saya harus gimana ya? Atau bawa Reihan atau gimana, sekarang saya sampai mikir kayak gitu,” tuturnya mengawang. “Makanya sebisa kami, sekarang selalu isi celengan bambu,” lanjutnya tersenyum simpul.

Perjuangan dan Pengorbanan
Perjalanan hidup pasangan Pendi dan Cicih memang rasanya penuh dengan cobaan. Sebelumnya, Reihan lahir dengan kondisi sehat dan normal. Namun, setelah mengalami serangkaian kejadian yang tidak terduga, termasuk jatuh dan demam tinggi yang menyebabkan kejang, Reihan didiagnosis dengan cerebral palsy. Dokter juga menjelasakan bahwa virus pun menjadi salah satu pemicu dari diagnosa ini.

Di rumah, Cicih dengan telaten merawat Reihan dan membimbingnya untuk bisa mandiri melakukan aktivitas hariannya sendiri, termasuk belajar berjalan dengan kakinya.

“Saat pertama kali diberi tahu oleh dokter bahwa Reihan akan hidup dengan kondisi seperti ini seumur hidup, saya merasa sangat terpuruk. Rasanya seperti dunia saya runtuh,” kenang Cicih dengan mata berkaca-kaca.

Cicih terpaksa berhenti dari pekerjaannya yang menjadi buruh untuk merawat Reihan. Sementara suaminya terus melanjutkan pekerjaannya sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal yang mengharuskan berlayar berbulan-bulan baru bisa kembali bersandar di Jakarta. Dengan kondisi ini pula, anak pertama mereka harus merelakan putus sekolah karena ingin bekerja demi membantu pemasukan keluarga. 

“Bukan untuk punya itu, ya, karena Reihan waktu itu kan bener-bener kebutuhannya itu khusus. Dari popok, terapi, pas udah sekolah pun ada biaya sekolah dan terapi yang udah jelas mahal banget. Makanya kerja pun hanya untuk memberikan yang terbaik untuk Reihan,” jelasnya.

“Saya pikir ini adalah takdir saya. Tuhan memberi saya kekuatan untuk merawat Reihan,” lanjut Cicih dengan penuh keyakinan.

Relawan secara rutin melakukan kunjungan kasih ke rumah Cicih dan berbagi kebahagiaan dengan keluarganya. Perhatian kecil ini selalu mereka rindukan.

Telaten Memberikan Pendidikan yang Tepat
Dalam usaha membuat Reihan menjadi mandiri, Cicih menjelaskan bahwa kondisi yang dihadapinya saat itu cukup sulit, terutama karena Reihan baru memulai sekolah. Menurutnya, pihak Tzu Chi awalnya mungkin ragu karena jarak rumah mereka yang berada di Muara Baru, Jakarta Utara, dan sekolah Reihan yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang cukup jauh. Sementara, dokter menyarankan agar Reihan mencari sekolah khusus, dan ada beberapa pilihan seperti di Grogol, Kemayoran, dan Tanjung Priok.

Cicih berpikir, jika Reihan mendapatkan bantuan untuk biaya SPP dari Tzu Chi maka biaya transportasi harus dicari sendiri, sehingga dia mencari transportasi yang murah, seperti Transjakarta. Meskipun di Grogol ada pilihan, namun ia menyadari kursi roda tidak bisa naik tangga di halte Transjakarta sana, sementara apabila menggunakan bajaj akan jauh lebih mahal.

Reihan rajin belajar di rumah berkat kesungguhan Cicih demi kondisi anaknya bisa jauh meningkat.

Dia akhirnya memilih untuk mengikuti saran dokter dan memilih sekolah di Kebayoran, meskipun harus melewati 3 hingga 4 kali transit dan menunggu berjam-jam. Meski waktu yang dibutuhkan lebih lama, dia merasa yang terpenting adalah Reihan bisa bersekolah.

Dalam proses ini, meskipun ada keraguan dari orang lain yang mempertanyakan mengapa ‘anak yang mungkin tidak bisa berbuat banyak’ perlu disekolahkan, dia merasa bahwa Reihan perlu diarahkan dan dibimbing.

“Kalau kakaknya Alhamdulillah sangat sehat, pintar, peka, dan pengertian. Semua bisa dia lakukan sendiri walaupun rasanya seperti dipaksa menjadi dewasa sebelum usianya. Tapi kalau Reihan itu, kalau nggak kita yang ajarin, kita support, mana bisa?” kata Cicih sedih.

Motor Menjadi Solusi Membawa Reihan kemana-Mana
Saat pandemi Corona melanda, Cicih dan Reihan kembali mengalami kesulitan saat harus transit menggunakan Transjakarta karena kurangnya petugas, dan kadang sungkan harus meminta bantuan orang lain. Karena merasa kesulitan, akhirnya dia memutuskan untuk belajar mengendarai motor dan mengurus Surat Izin Mengemudi (SIM).

Relawan mengantar Reihan dan Cicih setelah berkegiatan di Aula Jing Si. Sebelumnya mereka membantu Cicih menitah Reihan ke motor dan memegangi motor untuk keduanya bisa naik dengan nyaman.

“Saya urus SIM sampai 6 kali tesnya. Alhamdulillah, mungkin bosan kali ya petugas di kantor itu lihat saya bolak-balik mulu ngapain sih. Saya ceritakanlah saya mau antar sekolah, anak saya berkebutuhan khusus. Lalu ya diproses lagi dan lulus dapat SIM,” katanya sumringah.

Cicih kemudian mencoba untuk mengantar Reihan menggunakan motor meskipun pada awalnya belum ada rompi. Sebagai gantinya, dia hanya menggunakan kain untuk mengikat Reihan, yang masih kecil pada saat itu. Seiring waktu, meskipun Reihan sudah besar, dia tetap mengantar anaknya bolak-balik dengan motor, menghadapi cuaca panas dan hujan. Dia menjalani semua itu berdua dengan Reihan agar anaknya tetap bisa sekolah.

Kini, Cicih lebih leluasa membawa Reihan kemana-mana menggunakan motor. Tentu semua aspek keamanan sudah diperhitungkan.

Sementara kursi roda, Cicih menyediakannya satu di rumah dan satu di sekolah (semuanya dari cinta kasih donatur). Apabila ia datang ke rumah sakit, Cicih bisa meminjam kursi roda dari sana. Lain lagi kalau datang ke Tzu Chi, relawan sudah dengan sigap menjemput Reihan di lantai 1 Aula dan membawakan kursi roda, sementara Cicih memarkirkan motornya.

Perhatian Sejauh Ingatan
Perjalanan panjang ini tidak selalu mudah, dan seringkali Cicih harus mengandalkan bantuan dari orang-orang di sekitar. “Saya merasa diberkati bisa bertemu dengan orang-orang baik, seperti relawan Tzu Chi, yang sangat memahami kondisi kami. Mereka selalu siap membantu, bahkan sampai ke rumah untuk memastikan kami dalam keadaan sehat,” ungkapnya penuh rasa syukur.

Dia bercerita bahwa saat Ayen, seorang relawan komunitas Jelambar berkunjung, ingin melihat kondisi Reihan, terutama bagaimana Reihan bergerak menuju kamar mandi. Sebelumnya, Reihan tidak bisa berdiri sendiri, namun ia bisa ngesot. Meskipun sebenarnya Reihan bisa dibiarkan ngesot, Cicih tidak ingin melakukannya karena ingin agar Reihan menggunakan kakinya, bukan hanya mengandalkan bokong. Sehingga Cicih selalu menitah Reihan untuk berjalan. Cicih merasa bahwa Reihan hanya perlu dibangunkan dan didampingi untuk berjalan menuju kamar mandi, agar kakinya tetap digunakan. "Jangan sampai dia mandiri, tapi ngesot, gitu, karena saya nggak mau, karena dia kakinya biar dipakai," ujarnya.

Ayen bersama cucunya dan Cicih bersama Reihan berfoto bersama ram besi di dinding yang baru saja dipasang untuk Reihan belajar berjalan.

Ketika  Ayen, relawan Tzu Chi berkunjung, beliau melihat bagaimana Reihan berjalan menuju kamar mandi dan kemudian memberikan bantuan pemasangan besi, ram di dinding sebagai alat untuk membantu Reihan berjalan sendiri.

"Gimana, Bu, kalau misalnya dia dipasang alat biar dia bisa jalan sendiri?" ucap Cicih menirukan pertanyaan Ayen saat itu. “Saya ya tentu sangat senang, sebenarnya saya juga pengen bikin alat itu, tapi lagi-lagi terbentur biaya. Masya Allah, relawan betul-betul pengertian melihat apa yang dibutuhkan Reihan," ungkapnya haru. Cicih pun sangat menghargai perhatian dan pengertian relawan yang melihat dengan jelas kebutuhan Reihan, serta perhatian penuh yang diberikan kepada mereka.

Kini Reihan hanya perlu dibangunkan untuk bisa berjalan sendiri menyusuri ram sehingga dengan leluasa berlatih berjalan.

Dukungan Tak Ada Habisnya
Tzu Chi beserta relawan dan donaturnya menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup Reihan dan Cicih. Selain membantu biaya pendidikan dan terapi, Tzu Chi juga memberikan berbagai alat bantu, seperti kursi roda dan sepatu khusus yang membantu mobilitas Reihan. “Reihan bisa bersekolah dan mengikuti terapi dengan biaya yang sangat ringan, berkat Tzu Chi. Mereka sangat memperhatikan kebutuhan kami,” ujar Cicih, mengenang segala kebaikan yang diterima.

Tidak hanya itu, Cicih juga merasa semakin terbantu oleh bimbingan yang diberikan oleh Tzu Chi. “Tzu Chi tidak hanya memberikan bantuan, tetapi juga perhatian yang tulus. Mereka selalu datang untuk memastikan keadaan kami baik-baik saja, apakah sehat, apakah sakit,” tuturnya.

Wajah Reihan yang penuh senyum ketika melihat relawan Tzu Chi, menganggap semua relawan bagai keluarganya. Ia pun tak segan mencium tangan relawan atau salim ketika bertemu.

Meski tantangan tetap ada, Cicih terus berjuang untuk mendukung Reihan. Dia mengatakan bahwa keinginannya adalah agar Reihan bisa mandiri dan melakukan kegiatan sehari-hari dengan lebih baik, dan itulah yang selalu dia doakan. Cicih juga percaya bahwa dengan usaha dan doa, masa depan Reihan bisa lebih cerah.

“Tuhan memberikan cobaan, tapi juga solusi. Kita hanya perlu berusaha dan tidak menyerah,” tambahnya dengan penuh keyakinan.

Perjalanan hidup Cicih dan Reihan mengajarkan relawan tentang keteguhan hati, pengorbanan tanpa batas, dan semangat untuk terus berjuang. Melalui dukungan dari orang-orang baik di sekitar mereka, seperti Tzu Chi, Reihan dapat terus berkembang dan menjalani hidup dengan lebih baik. Semangat Cicih adalah bukti bahwa dengan cinta, kesabaran, dan dukungan yang tepat, segala cobaan dalam hidup bisa dihadapi dengan kekuatan luar biasa.

Editor: Hadi Pranoto

Artikel Terkait

Perempuan Hebat itu Bernama Marmi

Perempuan Hebat itu Bernama Marmi

10 Januari 2024

Perkenalan Marmi (43) dengan Tzu Chi terbilang unik. Kini sudah tujuh tahun ia menjadi penerima bantuan jangka panjang Tzu Chi. Terinspirasi dengan ketulusan para relawan, Alvin, suami Marmi kini menjadi relawan Tzu Chi.

Menyambut Kepulangan Gan En Hu Pematang Siantar

Menyambut Kepulangan Gan En Hu Pematang Siantar

26 Januari 2024

Minggu pagi itu para relawan sudah berkumpul di Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi, di Jalan Ahmad Yani, Pematang Siantar. Mereka bersiap menyambut kedatangan para penerima bantuan Tzu Chi. 

Meraih Masa Depan Cemerlang

Meraih Masa Depan Cemerlang

13 Juni 2023

Tzu Chi Batam kembali mengadakan Gathering Gan En Hu (Penerima Bantuan Tzu Chi) dengan mengundang seluruh gan en hu untuk pulang ke Aula Jing Si. 

Orang yang berjiwa besar akan merasakan luasnya dunia dan ia dapat diterima oleh siapa saja!
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -