Tzu Ching Camp: Melihat Dunia dengan Hati

Jurnalis : Deliana Sanjaya (Tzu Ching), Fotografer : Edy Kurniawan, Yanuar Budiman (Tzu Ching)
 

fotoSebanyak 62 peserta mengikuti Tzu Ching camp yang dilaksanakan pada tanggal 25 hingga 27 November 2011.

Pikiran pertama yang terlintas saat mendengar “Tzu Ching Camp” adalah Camp di dalam tenda dengan api unggun di tengah–tengahnya. Tepat di bulan Agustus 2010, saya mengikuti Tzu Ching Camp V yang dikemas sebegitu menariknya hingga membuat saya terharu dan mengenal Tzu Chi lebih dalam. Para panitia memberikan pelayanan yang terbaik kepada para peserta. Merasakan hal tersebut membuat saya ingin melakukan hal yang sama apabila berkesempatan menjadi panitia Tzu Ching Camp berikutnya.

Kebetulan saya seorang Buddhis, dalam ajaran Buddha dikatakan bahwa “segala hal yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan buah dari perbuatan kita sendiri yang disebut karma.” Pada tahun 2011 ini, saya berkesempatan menjadi Ketua Koordinator untuk Tzu Ching Camp VI. Pertama kali ditanyakan apakah bersedia untuk menjadi koordinator tahun ini, saya sangat kaget sekali dan berbisik dalam hati “karma saya sedang berbuah”entah karma baik atau buruk yang berbuah, pokoknya saat itu yang saya tahu karma saya sedang berbuah dan karma itu harus dijalankan.  Ketika saya dapat ambil bagian dalam Tzu Ching Camp merupakan suatu peluang yang sangat berharga sebagai tempat saya belajar dan saya yakin akan ada banyak pihak yang membimbing dan membantu saat saya menemukan kesulitan.

Melakukan dengan Hati
Tzu Ching Camp VI kali ini bertemakan “Melihat Dunia dengan Hati”, tema ini diambil dari status BBM (Blackberry Messenger) seorang teman yang bekerja di Jing Si Books and Café. Saat membaca kalimat tersebut, yang terlintas dalam pikiran saya adalah itulah yang seharusnya kita jadikan landasan dalam kehidupan kita. Kita memang melihat dengan mata, tapi ada ungkapan “mata hati”, itulah yang seharusnya kita pakai dalam memandang segala sesuatunya dan semua yang dilakukan dengan hati akan mempunyai perasaan yang sangat berbeda.

Persiapan demi persiapan dilakukan, berbagai hambatan datang bergantian, itulah yang membuat kita banyak belajar. Percaya, tanggung jawab, kesabaran, pengertian, peduli, dan semua perasaan kita diuji saat mempersiapkan Camp ini. Rasanya seperti tertimpa durian jatuh secara tiba – tiba dan bertubi – tubi. Menghadapi karakter panitia yang berbeda–beda, hingga memikirkan Camp ini ingin dikemas seperti apa agar dapat mempertahankan para peserta untuk terus ikut kegiatan Tzu Chi.  Dalam 4 bulan mempersiapkan Camp ini tentu saja banyak perasaan bergejolak yang terasa, mulai dari perasaan yang baik hingga yang buruk.

foto    foto

Keterangan :

  • Melalui kunjungan kasih, peserta dapat belajar untuk bersyukur dan menghargai kehidupannya (kiri).
  • Salah satu sesi yang selalu ada pada saat Tzu Ching Camp yaitu mengenai berbakti kepada orang tua. (kanan).

Hal yang tersulit dalam mempersiapkan Camp ini adalah menghadapi berbagai karakter dan sifat dari seluruh panitia Camp ini yang berjumlah 60 orang. Saya tidak takut camp ini batal dan tidak sukses karena saya percaya, masalah atau hambatan merupakan aset berharga yang mengajarkan kita banyak hal dan pasti ada jalan keluarnya, kuncinya ada di semua orang yang menjadi bagian dari Camp ini, terutama panitia itu sendiri. Hal pertama yang saya pikirkan setelah memiliki tim panitia adalah, bagaimana agar seluruh panitia dapat bekerja sama dengan baik dan saling percaya, karena untuk membuat seluruh tim dapat saling percaya adalah saya yang harus percaya dahulu dengan mereka semua.

Belajar dari berbagai hambatan
Hambatan lainnya adalah dalam mencari peserta. Tahun ini, dibuat beberapa syarat untuk dapat mengikuti Tzu Ching Camp VI ini. Syarat – syarat itu menjadi beban pada awalnya, sudah 3 bulan mempersiapkan Camp tetapi yang daftar baru 20 orang, saya takut panitia saya berkecil hati dan menjadi tidak semangat lagi mempersiapkan kegiatan ini, namun saya harus percaya bahwa mereka akan tetap bekerja dengan baik dan terus memberi semangat kepada mereka. Pencarian demi pencarian dilakukan, hingga turun ke kampus – kampus untuk promosi, memasang poster – poster di banyak kampus di Jakarta, di tempat ibadah, di tempat les, dan lainnya.

Akhirnya, terkumpul 81 peserta. Walaupun pada hari H yang benar – benar datang berjumlah 62 peserta, kami tetap mempersiapkan dan melayani mereka dengan baik, “prepare and serve professionally”.  Banyak peserta yang akhirnya belum berjodoh untuk ikut Tzu Ching Camp tahun ini karena ada kuliah atau ujian pada tanggal tersebut. Namun sekali lagi saya percaya, kita dapat bertemu dan berkumpul itu karena jalinan jodoh yang ada dan datang pada waktu yang tepat, 62 peserta itulah yang benar – benar memiliki jalinan jodoh yang memang sudah waktunya.

foto  foto

Keterangan :

  • Perkenalan panitia-panitia yang ikut berkontribusi menyukseskan Camp ini (kiri).
  • Kebahagian panitia terasa saat semua peserta pun merasa bahagia mengikuti camp ini (kanan).

Hambatan – hambatan itu, terselesaikan satu per satu dan menjadikan panitia banyak belajar. Saya sangat terharu dan bahagia sekali saat melihat semua tim bekerja dengan sangat baik dan solid sekali. Dahulu saya sempat merasa bahwa ada panitia yang tidak percaya kepada saya, dan saya sangat down sekali. Salah satu senior Tzu Ching berkata“mungkin kamu kurang menjaga hati dia, kita harus bisa menjaga hati tiap orang”, kedengarannya mungkin mudah, “menjaga hati”, perlahan–lahan memberikan pengertian, perhatian kepada tiap tim untuk menjaga hati mereka, namun sangat sulit mempraktikkannya. “Saya di minta untuk menjaga hati setiap orang, lalu siapa yang menjaga hati saya?”kalimat pertanyaan itu terlontar begitu saja, rasanya lelah sekali menghadapi dan berusaha mengerti 60 sifat yang berbeda dari setiap panitia. Namun seperti kata Master, “marah adalah gila sesaat”,dan saya pun dapat menerima itu semua. Setelah merenung beberapa saat, saya bertambah yakin mengapa Tzu Ching Camp VI ini bertemakan Melihat Dunia dengan Hati.

Menjadi Koordinator dalam Tzu Ching Camp VI ini sangat bermanfaat dan berkesan bagi saya. Di samping saya dapat belajar banyak hal, saya juga bisa mendekatkan hubungan saya dengan teman–teman Tzu Ching yang dulunya kurang dekat. Dengan bertambahnya 62 orang dalam barisan Tzu Chi, saya yakin bahwa masih sangat banyak generasi muda yang peduli akan keadaan sekitar, bukan hanya peduli tetapi juga berani mengambil tindakan untuk membantu mereka yang membutuhkan dan menyembuhkan batin mereka.

Gan En (bersyukur) sekali kepada semua pihak yang telah membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan Tzu Ching Camp VI ini, tanpa mereka semua, Camp ini tidak akan berjalan dengan lancar dan sukses. Hal terakhir yang saya yakin adalah, bahwa terpilih sebagai koordinator Tzu Ching Camp merupakan karma baik saya yang sedang berbuah. Mereka adalah panitia yang terbaik pernah saya temui, mereka bekerja dengan sangat baik, bersungguh hati dan saling percaya satu sama lainnya. Mereka melakukan apa yang Master ajarkan, yaitu ingin murid-muridnya tetap bekerja bersama-sama untuk melakukan kebajikan bersama-sama.  Mereka adalah pemberani.


Artikel Terkait

Banjir Jakarta: Bantuan Banjir Bagi Pademangan

Banjir Jakarta: Bantuan Banjir Bagi Pademangan

12 Februari 2015 Pada 12 Februari 2015, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia kembali menyalurkan bantuan berupa makanan hangat kepada para korban banjir yang berada di wilayah Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Sebelumnya pada hari Senin, 9 Februari 2015, wilayah ini dilanda banjir yang cukup parah.
Tetap Berprestasi di Masa Pandemi

Tetap Berprestasi di Masa Pandemi

10 Desember 2020

Pandemi Covid-19 tidak menghalangi para siswa sekolah untuk terus berprestasi. Salah satunya adalah Vito Bakri (17), siswa SMA Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Berbagai kompetisi di masa pandemi Covid-19 baik tingkat internasional, nasional, dan lokal pun ia ikuti. Dan hasilnya, Vito berhasil merebut gelar juara dan berbagai prestasi lainnya.

Perhatian untuk Para Pejuang

Perhatian untuk Para Pejuang

03 Maret 2015 Kondisi ekonomi para veteran yang tinggal di Kompleks Seroja sebagian besar dalam tataran kondisi menengah. Mereka hanya bergantung dari uang pensiun yang diterima setiap bulannya. Terlebih lagi kondisi cacat fisik akibat perang yang mereka alami sangat membatasi ruang gerak dan aktivitas mereka.
Umur kita akan terus berkurang, sedangkan jiwa kebijaksanaan kita justru akan terus bertambah seiring perjalanan waktu.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -