Tzu Ching Kamp 2016: Menjadi Avatar Penjaga Bumi

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul Khotimah, Bagya Persada (Tzu Ching), Stefanus (Tzu Ching)

Tzu Ching Kamp yang digelar di Aula Jing Si Tzu Chi Center pada 10-12 September 2016 ini dihadiri sekira 170 peserta dari berbagai universitas di tujuh kota: Jakarta, Palembang, Tangerang, Makassar, Bandung, Medan, dan Batam.

“Saya berharap dari ikut Tzu Ching Kamp ini bisa mendapatkan nilai-nilai moral yang tidak saya dapatkan di luar, lalu bisa saya terapkan di KMB (Keluarga Mahasiswa Buddhis) kampus saya, Vajra Buddhis Indonesia. Jadi sebagai ketua saya ingin bisa menerapkannya di sana.”

Itu tadi Nia Hanliadi dari Universitas Esa Unggul Jakarta. Nia menjadi salah satu peserta Tzu Ching Camp 2016 yang diikuti 170 mahasiswa dari berbagai universitas di tujuh kota: Jakarta, Palembang, Tangerang, Makassar, Bandung, Medan, dan Batam.

Sementara bagi Chai Su Yin atau yang akrab dipanggil Su dari Universitas Padjajaran Bandung, mengikuti kegiatan Tzu Ching Camp seperti menyegarkan kembali semangat untuk menjadi pribadi yang lebih baik. “Saya senang bisa ikut kamp lagi karena dalam kegiatan ini saya menjadi lebih punya empati, juga compassion(welas asih),” ujarnya.

Tzu Ching Kamp kali ini memang merupakan kali kedua bagi mahasiswi kedokteran gigi ini. Chai Su Yin yang asal Malaysia ini berharap setelah menjadi seorang dokter, ia bisa menyumbangkan ilmunya dan bergabung dalam kegiatan bakti sosial yang Tzu Chi adakan.

Wei Siong (berdiri) memberikan sharing misi amal Tzu Chi. Sementara Airin (duduk di kursi roda) memberikan motivasi tentang mental juara dan pantang menyerah.  

Para peserta diminta menyampaikan harapan mereka. Bagi yang harapannya tulus akan mendapatkan koin jiwa.

Aula Jing Si di Tzu Chi Center Pantai Indah Kapuk Jakarta kembali menjadi saksi disemainya bibit-bibit Bodhisatwa dunia melalui Tzu Ching Kamp 2016. Tahun ini Tzu Ching Kamp mengambil tema Be The Avatar, Creating Pureland on Earth. Tak berlebihan memang jika kegiatan Tzu Ching Kamp yang digelar pada 10-12 September 2016 di Aula Jing Si ini mampu menggugah empati dan welas asih para peserta. Di sini peserta diajak merenungkan kembali apa saja yang sudah dilakukan tiap orang untuk menjaga bumi.

“Kita lihat kenapa bumi ini banyak bencana alam. Kenapa?” tanya Juliana Santy salah seorang pengisi materi kepada para peserta.

“Karena bumi sudah tua,” jawab salah seorang peserta. Sementara peserta lainnya tampak berpikir keras.

“Karena empat unsur alam tidak selaras. Kita lihat di satu sisi bisa kebanjiran, di sisi lain bisa kekeringan. Ada juga yang kebakaran, unsur alam benar-benar tidak selaras dan itu bencana buat manusia. Kita tidak punya banyak waktu lagi dan apa yang bisa kita lakukan? Kita bisa lakukan apa tapi kita mesti cari tahu dulu kenapa semua itu bisa terjadi. Ini semua salah manusia yang dipenuhi dengan ketamakan,” ujar Juliana.

Sementara salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menerapkan satu hari lima kebajikan. Yakni bervegetarian, hemat listrik, hemat air, membawa peralatan Makan sendiri, dan menggunakan alat transportasi ramah lingkungan.

“Apakah kalian siap menjaga bumi?” tanya Juliana lagi

“Siap..!” jawab para peserta. 

Selain memberikan materi yang syarat akan makna, panitia Tzu Ching Kamp juga mengajak para peserta bermain sejumlah games yang memberikan banyak pesan moril. Misalnya tentang bersyukur, kerja sama dan menghargai pendapat orang lain. Para peserta juga diajak untuk belajar dan latihan senam Tai Chi Ala Tzu Chi Da Di He Feng yang artinya tanah dan angin semilir.

Peserta Tzu Ching Kamp 2016 berkonsentrasi untuk dapat menyelesaikan tantangan dalam sejumlah games yang syarat akan makna dan pesan moril.

 

Para peserta Tzu Ching Kamp, anggota Tzu Ching dan para relawan Tzu Chi memperagakan senam Tai Chi Ala Tzu Chi Da Di He Feng yang artinya tanah dan angin semilir.

Setelah beberapa kali berlatih, Surya, salah seorang pengisi materi mengajak para peserta membedah makna lagu tersebut. Menurut Surya lagu ini menggunakan empat unsur alam yakni tanah, angin, api dan air sebagai perumpaan. “Dalam empat unsur tadi, kita dibangunkan atau disadarkan untuk peduli kepada lingkungan, kepada alam tempat kita tinggal ini,” jelas Surya.

Seluruh lirik dari lagu ini, tambah Surya, diambil dari Ceramah Master Cheng Yen. Jadi jika dapat memahami lirik lagu ini maka seseorang dapat memahami apa yang sebenarnya master inginkan.

Panitia Tzu Ching Kamp 2016, Benny menjelaskan tema Be the avatar Creating Pureland on Earth diambil dengan harapan agar para peserta semakin menyadari tanggung jawabnya untuk menjaga bumi dari kerusakan akibat ketamakan manusia.

“Dalam kamp ini kita tekankan agar mereka peduli pada lingkungan. Jadi kalau mereka peduli pada lingkungan, bumi ini juga akan sama-sama disayang, dijaga, bisa mendamaikan bumi ini,” ungkap Benny.

Benny juga mengaku sangat senang dengan antusias para peserta mengikuti kegiatan ini.“Mereka terlihat senang. Kami harap sih para peserta dapat ikut serta bergabung menjadi Tzu Ching dan bisa melakukan banyak kegiatan bersama Tzu Ching,” tutupnya.


Artikel Terkait

Tzu Ching Kamp 2016: Menjadi Avatar Penjaga Bumi

Tzu Ching Kamp 2016: Menjadi Avatar Penjaga Bumi

13 September 2016
Para muda-mudi Tzu Chi Indonesia kembali menggelar Tzu Ching Camp, di mana tema pada tahun ini adalah Be The Avatar, Creating Pureland on Earth. Kegiatan yang digelar di Aula Jing Si Tzu Chi Center pada 10-12 September 2016 ini diikuti oleh 170 peserta.
Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -