Ujian di Bawah Tenda Tzu Chi

Jurnalis : Sutar Soemithra, Fotografer : Sutar Soemithra


Tidak pernah terbayangkan sebelumnya di benak Febuani (11 tahun) untuk menjani Ujian Sekolah Dasar (USD) di tenda. Tapi gempa telah menghancurkan SDN Karanggayam, Sitimulyo, Bantul, tempat ia menuntut ilmu. Jangankan untuk ujian, untuk dimasuki saja berbahaya karena gedung sekolah hanya menyisakan tembok yang retak dan setiap saat bisa runtuh, namun ujian harus tetap dilakukan karena jika ditunda akan menyebabkan penerimaan siswa baru dan tahun ajaran baru juga akan ikut berubah. Maka tak ada pilihan lain bagi sekolah-sekolah di daerah gempa untuk menyelenggarakan ujian di tempat seadanya.

Febuani dan teman-teman sekelasnya yang semuanya berjumlah 22 anak, mengikuti ujian di sebuah tenda berwarna kuning yang dipinjamkan oleh Tzu Chi. Mereka melalui semua keterbatasan semua itu dengan ceria, khas anak-anak. Menurut Rujiman, Kepala SDN Karanggayam, semula mereka berencana mengadakan ujian di bawah pohon sebelum akhirnya dipinjami tenda oleh Tzu Chi.

Di tenda, para siswa mengerjakan ujian sambil lesehan. Ada yang duduk, ada juga yang sambil tengkurap. Mereka tidak mengenakan seragam, tidak juga sepatu. Sesekali kertas ujian mereka gunakan sebagai kipas untuk mengusir hawa panas yang memang belakangan ini begitu terik menyengat. Aktivitas Gunung Merapi yang kian meningkat dan mengeluarkan hawa panas mengakibatkan suhu di wilayah sekelilingnya meningkat pula, termasuk Jogja dan sekitarnya.

Ujian diadakan selama 3 hari, dari tanggal 5 hingga 7 Juni dari pukul 07.30 hingga 09.30. Dalam satu hari diadakan satu kali ujian, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Tanggal 8 Juni, setelah ujian berakhir, murid kelas 1 hingga 5 akan mulai melakukan kegiatan belajar lagi. Rujiman pun harus berpikir keras untuk menyediakan tempat belajar bagi para siswa yang berjumlah 102 anak. Hingga sekarang ia belum memperoleh donatur yang akan meminjamkan tenda sehingga kemungkinan para siswa akan belajar di halaman sekolah tanpa tenda, sedangkan siswa kelas VI libur.

Selama mengikuti ujian, seharusnya para siswa kelas VI harus belajar dengan baik agar memperoleh hasil yang baik. Tapi entahlah hasil akhirnya nanti karena pada malam hari mereka harus belajar di tenda pengungsian dengan penerangan seadanya. Febuani menggunakan lampu minyak sebagai penerang selama belajar dari pukul 7 hingga 9 malam.

Guncangan gempa yang meruntuhkan rumah dan sekolahnya tidak mengurangi semangat Febuani untuk meneruskan cita-citanya menjadi guru Bahasa Inggris. Ia masih dengan mantap menjawabnya ketika relawan Tzu Chi menanyakan kepadanya. "Biar bisa bicara dengan orang luar negeri," ujarnya polos. Ibunya, Suminem (38 tahun) sangat memahami keinginan putrinya dan tak ingin mengecewakannya, meskipun ia sebenarnya merasa hal tersebut berat baginya karena ia hanya sendirian menopang ekonomi keluarga. Suaminya, Suripto (40 tahun), sejak lahir mengalami gangguan penglihatan sehingga hanya bisa melakukan pekerjaan seadanya. "Cita-citanya besar, semoga dia bisa meraihnya," doa Suminem untuk Febuani.

Artikel Terkait

Pemberkahan Akhir Tahun Dengan Bersyukur, Menghormati, dan Mengasihi Kehidupan

Pemberkahan Akhir Tahun Dengan Bersyukur, Menghormati, dan Mengasihi Kehidupan

26 Januari 2019

Sekitar 400 tamu undangan dari berbagai unsur memenuhi Aula Tzu Chi Tebing Tinggi, guna mengikuti Pemberkahan Akhir Tahun, Minggu, 20 Januari 2019.

Ketulusan yang Menyentuh

Ketulusan yang Menyentuh

17 Juli 2018
Walaupun dengan keterbatasannya, Agus berusaha mengungkapkan rasa sukacitanya ketika rombongan relawan yang terdiri delapan orang tersebut menghampirinya.
Memberi Bantuan dan Menjadi relawan Informasi

Memberi Bantuan dan Menjadi relawan Informasi

05 Juni 2018

Sebanyak 1500 Paket Lebaran dibagian relawan Tzu Chi kepada warga di Penjaringan, Jakarta Utara  pada Jumat, 1 Juni 2018 di halaman Koramil 02 Penjaringan,  Jakarta Utara. Paket Lebaran ini diberikan kepada warga kurang mampu agar dapat merayakan Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah dengan penuh sukacita.


Tak perlu khawatir bila kita belum memperoleh kemajuan, yang perlu dikhawatirkan adalah bila kita tidak pernah melangkah untuk meraihnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -