Ulurkan Tangan dengan Kesukacitaan

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Riadi Pracipta
 
 

fotoSekitar 300 undangan menghadiri Ramah Tamah bagi Komisaris Kehormatan Tzu Chi yang dilangsungkan di Hall Hotel Novotel, 5 Agustus 2010.

“Kalau saya dapat menyimpan bau itu di dalam toples dan membawanya ke sini, saya yakin Anda semua akan kehilangan selera makan,” kata Stephen Huang di akhir acara Ramah Tamah Komisaris Kehormatan Tzu Chi, di Novotel, 6 Agustus 2010 lalu.

Persoalan sampah, menjadi topik yang menghangatkan ramah tamah yang digelar malam itu. Ramah tamah ini dilangsungkan di Hall Hotel Novotel, Jakarta Utara, jam 19.00 WIB. Di antara 300-an undangan yang hadir, 14 di antaranya merupakan tamu dari Taiwan. Sehari sebelumnya, para relawan Tzu Chi Taiwan ini baru tiba di Jakarta dan langsung melakukan peninjauan ke daerah Bantargebang, Bekasi— tempat pembuangan akhir sampah warga Jakarta. Di sana, mereka cukup terguncang melihat gunungan sampah yang begitu tinggi lengkap dengan bau busuk yang menyengat hidung. Apalagi ketika melihat bahwa tempat itu ditinggali oleh ribuan warga yang mengais rezeki dari sisa kehidupan warga Jakarta.

Memberikan Uluran Tangan
Di antara para relawan dari Taiwan, terdapat Luo Mei Liang. Ia merupakan pemilik salah satu perusahaan lampu terbesar di dunia. Meski telah cukup lama mengenal Tzu Chi, kesibukan selalu menjadi alasannya untuk tidak terlalu sering ikut dalam kegiatan Tzu Chi. Kali ini, ia datang atas undangan dari Huang Hua De dan Huang Shi Xian, dua relawan Tzu Chi Taiwan yang juga bergelut di bidang bisnis. Di luar dugaannya sendiri, kunjungan ini membuatnya sangat tergugah untuk bergabung lebih jauh.

“Sebelumnya saya sudah pernah datang ke Indonesia. Tahun 1990, saya pernah ke tempat itu (Bantargebang -red). Saat itu tumpukan sampah belum begitu banyak. Kemarin, waktu sampai di sana, saya sungguh terkejut, tak pernah terbayangkan bahwa sampah yang dihasilkan bisa membentuk gunungan begitu tinggi,” katanya sungguh-sungguh. Ia mengajukan diri untuk berbagi kesan dalam malam ramah tamah itu. “Kita semua sama-sama adalah manusia, tetapi mengapa hidup mereka begitu berbeda? Mengapa mereka harus menjalankan kehidupan yang begitu menderita di tempat yang kotor ini? Mereka harus menjalankan semua aktivitas mereka di  tempat yang begitu kotor. Mereka harus makan di tempat yang berserakan dengan sampah, dan mereka harus tidur di tempat yang penuh dengan sampah juga. Seketika itu saya bertanya kepada diri sendiri, ‘apa yang bisa saya lakukan?’ Sungguh waktu itu saya tak tahu harus berbuat apa,” katanya lagi dengan penuh empati. 

foto  foto

Ket : - Luo Mei Liang bukan pertama kalinya berkunjung ke Indonesia. Namun kali ini, kesan yang didapatnya             setelah melihat kondisi kehidupan di Bantargebang, Bekasi membuatnya bertekad untuk lebih banyak             bersumbangsih.(kiri)
        - Dari berita yang dilihatnya di televisi, Huang Shi Xian langsung mencari informasi tentang gunung            sampah pembuangan warga Jakarta. Ia mengajak seluruh Komisaris Kehormatan yang hadir untuk            mengulurkan tangan.(kanan)

Bayangan bahwa di tempat yang kotor dan bau tak terkira itu tinggal anak-anak, membuat Luo yang sangat terpelajar ini ingin menangis. Namun dengan tegas ia berkata, “Yang mereka butuhkan bukan air mata, tapi uluran tangan.” Maka pada saat yang sama, Luo bersyukur ketika mengetahui Tzu Chi berencana menyalurkan bantuan, dan ia segera melibatkan diri. Di depan para undangan, dengan rendah hati ia menawarkan pada Tzu Chi untuk menanggung seluruh lampu yang ingin dipasang di areal Bantargebang tersebut. Perkiraan awal, jumlahnya sekitar 300 buah lampu yang dibutuhkan. Setelah sekian lama mengenal Tzu Chi, baru kali ini Luo benar-benar memiliki kesempatan untuk lebih mendalami ajaran Master Cheng Yen. Dan ia mengaku sangat menghormati Master yang arif, bijaksana, dan mengorbankan diri untuk orang banyak.

Hidup yang Lebih Cemerlang
Komisaris Kehormatan Tzu Chi, dalam bahasa mandarin disebut “Rong Dong”. Mereka adalah orang-orang yang dengan keinginan tulus ingin membantu Tzu Chi menjalankan misi kemanusiaannya, lantas memberikan dana sebesar NT$ 1 juta (sekitar Rp 300 juta –red). Pemberian dana ini tidak harus dilakukan sekaligus, namun dapat dilakukan per bagian, alias mencicil.

foto  foto

Ket : - Komisaris Kehormatan Tzu Chi disebut "Rong Dong". Mereka adalah para donatur yang                   menyumbangkan dana senilai NT$ 1 juta bagi kegiatan kemanusiaan Tzu Chi. (kiri)
              - Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei mengajak para donatur untuk juga aktif dan                  secara langsung melakukan kebajikan pada sesama yang membutuhkan. (kanan)

Pemberian dana untuk kebaikan, tentu akan mendatangkan pahala yang baik. Namun, berkah yang terbesar baru terhimpun ketika seseorang melakukan kebajikan dengan tubuhnya sendiri. Dalam sambutannya, Liu Su Mei, Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, berharap agar para komisaris juga ikut serta menjadi relawan Tzu Chi. Beberapa komisaris kehormatan Tzu Chi memang sudah aktif menjadi relawan komite Tzu Chi. Dan kebanyakan dari mereka justru merupakan pimpinan perusahaan multinasional yang sangat sukses. Meski demikian, malam itu mereka dengan bersahaja menghibur para undangan dengan pertunjukan isyarat tangan Ci Bei Xi Si (Empat sifat mulia: welas asih, belas kasih, sukacita, dan ikhlas).

“Saya sangat tersentuh. Para pengusaha besar itu saja bisa menyisihkan waktu untuk latihan. Kok saya malah nggak bisa. Maka saya ingin coba lebih aktif ikut kegiatan di Tzu Chi,” kata Liani, seorang pengusaha yang tanpa rencana hadir dalam acara. Secara spontan, Liani menyatakan kesediaannya untuk menjadi Rong Dong dengan membantu pembangunan Aula Jing Si di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara sebagai pusat kegiatan Tzu Chi Indonesia. Beberapa pengusaha lain juga mengutarakan niat yang serupa. Dalam setiap sumbangan ini terkandung doa, untuk menanam berkah kebaikan bagi pemberi dananya serta bersama-sama menciptakan dunia yang lebih indah. 

  
 
 

Artikel Terkait

Kamp TIMA 2015: Hingga ke Pelosok Nusantara

Kamp TIMA 2015: Hingga ke Pelosok Nusantara

07 Desember 2015

Pada 5-6 Desember 2015, TIMA Indonesia mengadakan kamp sekaligus perayaan HUT TIMA Indonesia yang ke-13. Kegiatan ini sekaligus menjadi momen pelantikan 42 anggota TIMA baru. 

Internasional : Menolong Anak Yatim

Internasional : Menolong Anak Yatim

06 April 2010
Setelah gempa bumi terjadi, ada 22 anak lainnya tiba, total menjadi 40 anak. Dengan banyaknya gedung yang mengalami kerusakan, harga sewa pun. melonjak tajam. Biaya untuk tempat penampungan anak-anak  ini sebesar US $ 1,000 per bulan.
Tiga faktor utama untuk menyehatkan batin adalah: bersikap optimis, penuh pengertian, dan memiliki cinta kasih.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -