Waisak 2016: Menggenggam Berkah Waisaka Puja
Jurnalis : Yuliati, Metta Wulandari, Teddy Lianto, Fotografer : Anand Yahya, Halim Kusin, Bobby (He Qi Barat), James Yip (He Qi Barat), Yusniaty (He Qi Utara), YuliatiRibuan insan Tzu Chi mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha pada peringatan Tiga Hari Besar: Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia pada Minggu, 8 Mei 2016.
Minggu, 8 Mei 2016, Tzu Chi Indonesia mengadakan kegiatan peringatan Tiga Hari Besar: Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Barisan panjang relawan membentuk formasi barisan berlambang Tzu Chi dan angka 50 yang menjadi simbol 50th Tzu Chi berdiri, memenuhi lapangan sepakbola Sekolah Tzu Chi Indonesia yang terletak di kompleks Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Dalam membentuk formasi barisan berbentuk dua logo tersebut tentu membutuhkan banyak relawan yang berkontribusi di dalamnya. Relawan dari berbagai komunitas di Jakarta melakukan sosialisasi ke berbagai komunitas seperti kampus-kampus, sekolah, wihara, maupun menggandeng relawan secara personal. Salah satunya adalah Yasa Nataditia, relawan Tzu Chi yang mulai aktif sejak 2015 lalu.
Jodoh Baik Purnama Waisak
Yasa mengenal Tzu Chi sudah cukup lama dari tayangan DAAI TV Indonesia. Salah satu relawan Tzu Chi, Halim Kusin juga mengajaknya untuk ikut bersumbangsih di yayasan sosial ini, namun saat itu masih belum ada kesempatan baik. Hingga suatu ketika pada peringatan Hari Waisak tahun 2015, Halim mengajak kembali Yasa untuk mengikuti sosialisasi di komunitasnya, di He Qi Barat. Jalinan jodoh pun terajut. Saat itu, Yasa datang pada acara Sosialisasi Waisak bersama sang istri, Imelda Lasroha. Dalam sosialisasi itu, Yasa menonton video kisah tentang anak dan orang tua yang membuat dirinya merasa sudah waktunya untuk berbuat (kebajikan) lebih banyak lagi. Keduanya pun terkesan dengan kerapihan dan kekhidmatan selama melakukan prosesi Yi Fo (pemandian Rupang Buddha). Karena itulah, Yasa dan istri pun sama-sama memutuskan untuk ikut masuk ke dalam formasi barisan peringatan Hari Waisak Tzu Chi.
Perayaan Waisak kali ini membentuk formasi barisan berlambang Tzu Chi dan angka 50 sebagai simbol 50th Tzu Chi berdiri menebar cinta kasih ke seluruh dunia.
Yasa (kiri) mengikuti latihan prosesi Waisak di auditorium Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat pada tanggal 23 April 2016.
Berawal dari menjadi peserta formasi Waisak Tzu Chi, Yasa pun mulai tergerak hatinya untuk ikut bersumbangsih di Tzu Chi menjadi relawan. Ia ikut kegiatan kunjungan kasih, bedah buku, dan pelestarian lingkungan. “Setelah tiga kali ikut kegiatan, baru ikut Pelatihan Relawan Abu Putih. Dari situ saya baru berkomitmen untuk ikut kegiatan (di Tzu Chi),” ucap Yasa.
Sementara itu sang istri baru menjadi donatur bulanan Tzu Chi. Keinginan Imelda untuk menjadi relawan sebenarnya sudah ada di dalam hati, namun tekadnya belum bulat. “Menjadi donatur Tzu Chi juga berarti ikut melakukan suatu kebajikan.Dengan donasi ini kita bisa ikut membantu orang lain yang membutuhkan. Walaupun tidak banyak, tetapi setidaknya bisa meringankan penderitaan orang lain,” ujar Imelda. Meski belum menjadi relawan, tetapi Imelda sering mengikuti kegiatan pemilahan sampah daur ulang bersama relawan komunitas Cengkareng Barat. “Daur ulang bisa melatih diri untuk tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga kelestarian alam,” ujar ibu tiga anak ini, “dari mengikuti kegiatan ini akhirnya saya mulai menerapkan di rumah untuk memilah sampah yang bisa didaur ulang untuk dibawa ke Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi.”
Selain mengenal Tzu Chi dari DAAI TV Indonesia, sebenarnya Yasa juga sudah mengenal Tzu Chi ketika sang mertua yang saat itu terkena kanker payudara mendapatkan bantuan dari Tzu Chi. Menurut Yasa, mertuanya ini sudah 15 tahun sakit, dan sudah 6 tahun ini mendapatkan bantuan dari Tzu Chi. Sekarang kondisi sang mertua sudah membaik, meskipun masih harus berobat jalan. “Mama dengar Tzu Chi dari kakak mama, karena ada tetangganya yang dapat bantuan. Dari situ Mama mencoba untuk minta bantuan (pengobatan) karena saat itu kami masih sangat susah,” kisah istri Yasa.
Prosesi Waisak diikuti Yasa bersama istrinya dengan penuh sukacita. Ini adalah kali kedua ia mengikuti perayaan Waisak dengan bergabung dalam formasi barisan.
Istri Yasa, Imelda (dua dari kanan) juga turut berpartisipasi dalam perayaan Waisak 2016 ini.
Kembali Mengikat Karma Baik
Bagi Yasa, apa yang dilakukan Tzu Chi terhadap keluarganya adalah sebuah kebajikan. Hal ini yang membuatnya makin bersemangat untuk menjadi relawan. “Tzu Chi bertujuan untuk menolong sesama yang membutuhkan. Semoga setelah sekian lama ini, jalinan jodoh ini ada keterkaitan karma. Selain itu juga saya merasa cocok dengan visi misinya,” tegas Yasa. Pada peringatan Waisak Tzu Chi tahun 2016 ini, ia juga turut ikut masuk ke dalam formasi barisan yang membentuk lambang Tzu Chi. “Ini karena dorongan dari hati bahwa menjalankan Tzu Chi adalah suatu yang berguna makanya saya selalu ikut kegiatan selagi sempat,” kata pria 49 tahun ini. “Saya rasa benar seperti yang dikatakan Master Cheng Yen kalau menjalankan Tzu Chi itu tanpa penyesalan. Saya mendapatkan kegembiraan dengan ikut Tzu Chi, bergembira sesuai dengan hati,” tambahnya.
Untuk mempererat ikatan batin keluarganya dengan Tzu Chi, Yasa pun mengajak lima orang anggota keluarga lainnya, seperti istri, adik ipar, dan teman-temannya untuk mengisi formasi barisan. “Saya sudah menjadi relawan, tetapi istri dan keluarga belum. Makanya hari ini saya ajak mereka untuk lebih mengenal Tzu Chi,” ujarnya tersenyum saat mengikuti gladi resik pada hari Kamis, 5 Mei 2016 lalu.
Pada perayaan Waisak kali ini Yasa mengajak lima orang, diantaranya istri, sepupu istri, adik ipar dan teman-temannya.
Dan Minggu, 8 Mei 2016, Yasa dan keluarga pun menepati janji mereka. Mengisi formasi logo Tzu Chi. Yasa dan istrinya merasa gembira bisa bersama-sama dengan keluarga untuk berdoa dan merayakan hari raya. “Sangat gembira, dan acaranya juga meriah. Kali ini saya bisa mengajak lima orang: istri, sepupu, adik ipar dan teman-temannya. Kami bersukacita karena bisa berpartisipasi,” aku Yasa bangga. “Tahun lalu kami dapat kesempatan (ikut formasi), dan sekarang kami ajak saudara. Ada kesempatan baik untuk berbuat baik. Tahun depan pengen ajak lebih banyak orang lagi,” kata Imelda menimpali.
Menjadi bagian dari formasi barisan bukan hanya sekadar mengisi formasi, tetapi juga ikut mendoakan semua makhluk dan agar dunia aman tenteram dan terhindar dari bencana. “Senang lihat antusias keluarga dalam kegiatan ini. Memang mereka pada awalnya mungkin hanya ikut-ikutan saja, tapi semoga bisa membuka hati untuk mengenal dan menjalankan Tzu Chi suatu hari nanti,” harap Yasa. Menurut Yasa, menjalin jodoh baik adalah letak keindahan Tzu Chi yang sesungguhnya dalam melakukan kebajikan dan juga menjadi wadah pembinaan diri. “Kita belajar lebih banyak berbuat baik kepada orang , otomatis kita juga mendapatkan pelajaran yang berharga,” ucap Yasa.
Begitu pula dengan Imelda yang terkesan dengan Master Cheng Yen yang telah membawa Tzu Chi terus berdedikasi dalam meringankan penderitaan manusia hingga kini genap berusia 50 tahun. “Saya melihat jasa Master Cheng Yen sangat besar, apalagi bisa bertahan sampai 50 tahun itu sangat luar biasa, terutama sudah berkembang di berbagai negara. Kami sebagai Warga Negara Indonesia mendapat kesempatan untuk mengikuti Master itu sangat luar biasa, terutama ajaran beliau yang mengajak orang untuk berbuat kebajikan dan berbakti kepada orang tua,” ungkap Imelda. Ia pun mendoakan Tzu Chi agar langgeng sehingga bisa terus bersumbangsih bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan.
Artikel Terkait
Waisak 2016: Menggenggam Berkah Waisaka Puja
09 Mei 2016Waisak 2016 : Menjadi Bodhisatwa Dunia
23 Mei 2016Pada tanggal 07 Mei 2016, Tzu Chi Kantor Penghubung Makassar mengadakan perayaan Waisak 2016. Kegiatan ini memberikan pembelajaran bahwa setiap manusia bisa menjadi Bodhisatwa di dunia.