Waisak 2017: Genderang untuk Semangat Cinta Kasih
Jurnalis : Philip Chang (He Qi Barat), Fotografer : Philip Chang (He Qi Barat)
Sebanyak 20 orang penabuh genderang membuka perayaan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia (sesi 1) pada Minggu, 14 Mei 2017 di Aula Jing Si Lt. 4, PIK, Jakarta Utara
Memperingati Hari Waisak, Yayasan Buddha Tzu Chi juga merayakan hari jadi Yayasan Buddha Tzu Chi dan juga Hari Ibu internasional. Karena itu, Yayasan Buddha Tzu Chi mengajak seluruh insan Tzu Chi dan masyarakat untuk merayakan Hari Waisak, Hari Ibu internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia.
Seperti yang dilakukan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang merayakan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia pada Minggu, 14 Mei 2017 di Aula Jing Si Lt. 4, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara dan diikuti oleh 1.563 orang (sesi pertama, pkl. 10.00 – 11.30 WIB). Para peserta ini berasal dari berbagai sekolah Buddhis di Jakarta dan sekitarnya serta para relawan Tzu Chi.
Acara perayaan Waisak ini dibuka dengan penabuhan genderang. Genderang ini melambangkan semangat untuk terus bersumbangsih dan memancarkan cinta kasih kepada semua makhluk. Sedangkan bunyi genderang bermakna untuk mengajak lebih banyak insan untuk bersumbangsih dalam kebajikan. Jika dilakukan oleh orang banyak orang maka himpunan karma baik ini diharapkan akan dapat menghalau terjadinya bencana.
Berlatih Demi Menampilkan yang Terbaik
Penabuh Genderang yang berjumlah 20 orang ini sudah belatih jauh-jauh hari untuk memberikan penampilan yang terbaik kepada para tamu undangan yang mengikuti perayaan Hari Waisak ini. Kenapa terbaik? Karena apabila dalam prosesi tabuh genderang ini ada ketidak kompakan maka irama genderang ini akan kurang enak didengar. Tidak hanya itu, para penabuh genderang juga harus menabuh genderangnya dengan penuh semangat dan keyakinan agar suara dan semangat dapat didengar dan dirasakan oleh setiap orang yang hadir dalam acar tersebut.
Yekti Utami, staf TIMA Indonesia yang menjadi salah satu pelatih penabuh genderang.
Ali Tinus (dua dari kiri, kaos kuning) sangat bersemangat menghafalkan setiap gerakan dalam tabuh genderang ini.
Salah satu peserta penabuh genderang lainnya adalah Men Chai Shixiong. Walaupun awalnya ide untuk menjadi penabung genderang berasal dari rekan-rekannya, relawan komite di komunitas He Qi Barat, tetapi dalam melakukan setiap latihan maupun acara, Men Chai selalu berupaya memberikan hasil yang terbaik. Perasaan senang dan puas dalam dirinya dapat menjadi sebuah kenangan yang indah, baik bagi Men Chai sendiri maupun rekan-rekannya.
Andy Wang (tengah), pelatih penabuh genderang merasa kagum dengan semangat dan persiapan para penabuh genderang.
Demikian juga yang dirasakan oleh pelatih tabuh genderang ini, Andy Wang dan Yekti Utami. Melihat semangat dan kontribusi para peserta dalam meluangkan waktu untuk melakukan latihan maupun keinginan hati mereka untuk belajar menghafalkan setiap gerakan dalam tabuh genderang ini bukanlah hal yang mudah. Hal ini mendorong mereka untuk melatih dengan penuh semangat, sabar, dan sepenuh hati. Terlebih 80 % para penabuh gengerang bisa dibilang sudah cukup senior dalam hal umur. “Saya merasa sangat kagum dan salut melihat kesiapan dan keseriusan hari dari setiap peserta,” puji Andy. Sementara Yekti Utami mengatakan, “Melatih dengan kelemahlembutan adalah salah satu cara untuk dapat memberikan pengajaran yang terbaik bati semua peserta.”
Dua minggu sebelumnya, para penabuh genderang ini sudah berlatih keras untuk menampilkan yang terbaik di hari pementasan.
Editor: Hadi Pranoto