Waisak 2017: Menghayati Warisan Buddha

Jurnalis : Nopianto (Tzu Chi Batam), Fotografer : Dokumentasi Tzu Chi Batam

Perayaaan Waisak yang digelar Tzu Chi Batam juga diikuti oleh warga sekitar. Tahun ini, Total peserta yang bepartisipasi di acara tahunan ini berjumlah 652 orang.

Bulan mei merupakan bulan yang penuh sukacita bagi para insan Tzu Chi, mengapa? Karena pada minggu kedua bulan Mei ini, relawan Tzu Chi memperingati Hari Raya Waisak, Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Dunia secara bersamaan. Para insan Tzu Chi berupaya membalas budi Sang Buddha, orangtua dan semua makhluk.

Tahun ini, relawan Tzu Chi Batam mengajak warga setempat berkumpul di Aula Jing Si Batam untuk melakukan upacara waisak dan doa bersama. Total peserta yang bepartisipasi di acara tahunan ini berjumlah 652 orang. Pada perayaan kali ini, 480 orang relawan membentuk formasi Gandhara. Gandhara merupakan wujud para dewa langit yang melambangkan kedamaian.

“Dikarenakan pembangunan Aula Jing Si sudah mendekati tahap penyelesaian, maka diperlukan para bodhisatwa dunia bersama-sama mendukung dan bergabung di ladang pelatihan ini. Oleh karena itu, kita membentuk formasi Gandhara yang melambangkan kedamaian dan ketentraman,” ungkap Budianto (32), koordinator formasi upacara waisak kali ini.

Bunyi genta menandai dimulainya upacara Waisak.


Anggota TIMA Batam dan dokter setempat mengisi barisan persembahan bunga.

Dengan dibunyikannya genta, upacara Waisak resmi dimulai. Pementasan “Ode Giat Mempraktekkan Sutra” kali ini dibawakan oleh 20 relawan Tzu Chi Batam. Dengan mengelilingi altar persembahan dan menampilkan gerakan yang serentak, suasana Waisak pun terasa semakin khidmat. Acara kemudian diteruskan dengan prosesi persembahan lampu, air dan bunga.

Berbeda dengan tahun lalu, relawan yang mengisi barisan persembahan bunga adalah anggota TIMA Batam dan dokter setempat. Ini juga merupakan pertama kalinya para tim medis mengambil peran persembahan pada acara Waisak Tzu Chi Batam. Banyak di antara mereka yang merasakan sukacita selama mengikuti prosesi Waisak, salah satunya dr. Imelda Sembiring (46). Bermula dari ajakan relawan Tzu Chi, Ia sempat ragu karena menganut kepercayaan yang berbeda. Tetapi setelah diterangkan dan mencari tahu bagaimana upacara Waisak Tzu Chi, Ia pun memutuskan untuk menerima tawaran dan bergabung dalam prosesi waisak. “Prosesi waisak berlangsung dengan khimat dan teratur. Kita semua sangat bersungguh hati dalam menjalankan setiap sesi upacara. Tangan kita juga bersikap anjali sejak awal hingga doa bersama,” ungkapnya setelah menuntaskan upacara waisak.

Para peserta membasuh tangan mereka dengan air jernih dan membersihkan noda batin.


Para peserta juga berdoa agar dunia bebas dari bencana.

Setelah persembahan, dilanjutkan dengan pemandian Rupang Buddha. Dengan hati yang tulus, para peserta membasuh tangan mereka dengan air jernih dan membersihkan noda batin. Erik (41) merupakan salah satu peserta yang kerap mengikuti acara waisak Tzu Chi Batam. Ia juga salah satu peserta yang mengisi posisi di formasi barisan Waisak kali ini. Menurutnya, mengikuti acara waisak merupakan hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

“Ikut ke dalam acara ini (waisak) bagus, mensucikan diri kita sendiri merupakan hal yang utama. Yang kedua, kita berdoa untuk makhluk lain dan orang tua kita,” ujarnya.

Waisak merupakan sebuah peringatan akan lahirnya Buddha dan ajaran dharma yang diberikan kepada para makhluk. Karena adanya dharma di dunia samsara ini, kita mendapatkan cara pelatihan diri untuk terlepas dari belenggu dan duka dalam kehidupan. Semoga dengan perayaan sederhana ini, para peserta bisa semakin giat dalam pembinaan diri dan membangkitkan jiwa buddha dalam hati mereka.

Editor: Khusnul Khotimah

 


Artikel Terkait

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -