Waisak 2019: Melindungi Bumi, Menyayangi Kehidupan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Philip (He Qi Barat 1), Fotografer : James Yip, Basno (He Qi Barat 2), Halim Kusin (He Qi Barat 1), Erli Tan


Elly Widjaja dengan khidmat mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha dalam perayaan Waisak Tzu Chi.

Rasa syukur dan bahagia selalu terpatri dalam diri Elly Widjaja. Relawan Komite Tzu Chi ini bersyukur masih diberkahi kesehatan dan kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan Tzu Chi, khususnya perayaan Tiga Hari Besar Tzu Chi: Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia pada Minggu, 12 Mei 2019. Sejak bergabung menjadi relawan Tzu Chi sejak tahun 2008 lalu, hampir setiap tahun ia selalu mengikuti kegiatan ini. “Bersyukur bahwa selama ini ia sehat-sehat saja dan setiap tahun bisa ikut Waisak,” ungkapnya. Dan kebahagiaannya semakin bertambah karena sudah tiga tahun berturut-turut ia selalu menjadi relawan pembawa persembahan (bunga dan pelita) dalam perayaan Waisak Tzu Chi.

Tema Waisak Tzu Chi kali ini sendiri tentang Pelestarian Lingkungan dan Vegetarian, dua hal yang sudah menjadi keseharian bagi Elly. Elly sendiri sudah 10 tahun bervegetaris. Meski awalnya bervegetaris bukan karena Tzu Chi, tetapi dengan mengikuti Tzu Chi dan mendalami ajaran Dharma Master Chen Yen semakin menguatkan tekadnya untuk menjadi vegetarian. “Awalnya ketika mertua (ibu) meninggal dunia, dan keluarga kemudian bervegetaris selama 49 hari. Nah, begitu selesai vege…, saya tuh dah nggak bisa lagi makan makanan yang hewani lagi,” ungkap Elly, “sejak itulah saya putuskan menjadi vegetarian.”


Sebelas tahun lebih menjadi relawan Tzu Chi membuat Elly semakin memahami Dharma dan ajaran Master Cheng Yen. Ini salah satu yang membuatnya bervegetaris dan melakukan kegiatan pelestarian lingkungan.

Banyak manfaat yang dirasakan Elly dengan menjalani pola hidup vegetarian. Wanita kelahiran Medan 61 tahun silam ini merasa dirinya lebih sehat, lebih tenang hidupnya, dan jiwa welas asihnya lebih terbangkitkan setelah bervegetaris. “Sekarang kalau lihat hewan (ayam) itu yang terlihat sisi-sisi lainnya, seperti, ‘wah bagus ya bulunya’. Kalau dulu nggak, melihatnya ya hanya sebagai bahan makanan kita,” ujarnya sembari tersenyum.

Menyambut ajakan Master Cheng Yen agar para relawan lebih memperhatikan kelestarian lingkungan, Elly juga mulai mensosialisasikannya kepada orang lain. Tentunya di lingkungan terdekatnya, keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Di rumah, putranya aktif melakukan pemilahan barang daur ulang. Setiap ada barang-barang yang merupakan barang daur ulang seperti botol plastik, kaca, kardus, dan lainnya putranya akan mengumpulkannya di rumah. Barang-barang itu kemudian akan diangkut mobil dari Depo Pelestarian Lingkungan Tzu Chi Duri Kosambi. Dua minggu sekali mobil rutin datang. “Karena kalau kita saja yang melakukan tidak akan cukup, kita harus mengajak orang lebih banyak lagi untuk bervegetarian dan mau melakukan pelestarian lingkungan,” terangnya. Menurutnya, jika semakin banyak orang bervegetaris dan melakukan pelestarian lingkungan maka bumi akan semakin sehat, masyarakat hidup aman dan damai, serta terhindar dari bencana, khususnya bencana alam akibat kerusakan alam yang dilakukan manusia secara terus menerus.

Menurut Elly, melestarikan lingkungan merupakan tanggung jawab setiap orang. “Saya merasa tema tahun ini sangat bagus karena sesuai dengan apa yang Master Cheng Yen inginkan. Setiap muridnya diimbau untuk bervegetaris, tetapi beberapa tahun belakangan ini Master sangat ingin setiap muridnya, khususnya yang komite untuk wajib bervegetaris,” terang Elly. Sesuai dengan Sila Pertama Tzu Chi: Tidak Membunuh, menurut Elly ini merupakan wujud penerapannya. “Jadi Sila Pertama tidak membuhuh itu bukan hanya kepada manusia (saja), tetapi kepada semua makhluk,” tegasnya.

Dimulai dari Lingkungan Keluarga
Setali tiga uang dengan Elly, begitu pula yang menjadi harapan Lauw Diana Yanti atau yang akrab disapa Pong Shijie. Karena itulah relawan Komite dari komunitas He Qi Utara 1 ini juga memutuskan untuk bervegataris dan terjun sebagai relawan daur ulang Tzu Chi. Bahkan, untuk menarik minat generasi muda untuk mau ikut melakukan pelestarian lingkungan (daur ulang), ia berkreasi dengan sampah-sampah (barang) plastik yang bisa didaur ulang. Contohnya dengan membuat dompet kecil dari bekas bungkus Mi Daai dan kreasi unik lainnya.


Menjadi relawan pembawa persembahan dalam perayaan Waisak Tzu Chi menjadi pengalaman pertama Lauw Diana Yanti (Pong Shijie).

“Kalaupun mereka (generasi muda) tidak atau belum bisa ikut dalam kegiatan pemilahan sampah karena kesibukannya, setidaknya mereka tidak membuang sampah sembarangan ataupun memproduksi sampah,” ungkap Pong. Apa yang diucapkan tentu harus dipraktikkan. Dan untuk melakukannya Pong memulai dari lingkungan keluarganya dulu. Setiap anggota keluarganya (suami dan anak-anak) ia minta untuk membawa botol minum, peralatan makan, dan mengurangi pemakaian sedotan dalam kesehariannya. “Karena secara nggak sadar, sampah-sampah (plastik dan styrofoam) itulah yang paling banyak ada di sekitar kita,” tegasnya.


Pong Shijie saat berinteraksi dengan anak-anak Kelas Budi Pekerti Tzu Chi di Rusun Tzu Chi Muara Angke, Jakarta Utara.

Pong mengaku dirinya sangat bahagia karena dapat menjalin jodoh yang baik dengan Yayasan Buddha Tzu Chi. Berawal dari anaknya yang mengikuti kegiatan Kelas Budi Pekerti Tzu Chi dan membuat Pong bergabung menjadi DAAI Mama. Ini tahun ketiga Pong menjadi bagian dari relawan Tzu Chi. Dan bukan hanya dalam Misi Pendidikan, Pong kemudian juga menjadi bagian dari relawan pelestarian lingkungan di He Qi Utara 1 (wilayah PIK dan sekitarnya).


Menjadi vegetarian dan aktif di daur ulang menjadi langkah Pong Shijie untuk melestarikan lingkungan.

Tahun ini merupakan kali ketiga ia mengikuti perayaan Waisak Tzu Chi, dan tahun ini menjadi pengalaman pertamanya bertugas sebagai relawan pembawa persembahan (bunga dan pelita). “Meski gugup, saya sangat senang karena jodoh dengan Yayasan Buddha Tzu Chi sangat dalam dan bisa membawa saya sampai dengan sajauh ini,” ungkapnya. Ini pula yang menguatkan tekadnya untuk dilantik menjadi Komite Tzu Chi tahun lalu. “Master Cheng Yen menjadi panutan hidup saya. Beliau sosok yang sangat inspiratif dan menggagumkan. Semoga Tzu Chi bisa semakin berkembang, khususnya di Indonesia sehingga semakin banyak orang yang melakukan perbuatan baik, semakin banyak orang yang terbantu, dan semakin banyak orang tercerahkan dalam segala hal dalam kehidupan ini,” terang Pong.


Editor: Yuliati


Artikel Terkait

Kendala dalam mengatasi suatu permasalahan biasanya terletak pada "manusianya", bukan pada "masalahnya".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -