Waisak 2555: Tzu Chi Batam
Jurnalis : Dewi (Tzu Chi Batam), Fotografer : Anas, Djaya Iskandar, Budianto (Tzu Chi Batam) Tanggal 15 Mei 2011, upacara Waisak Tzu Chi dilaksanakan di sebuah lapangan sebuah sekolah yang disulap menjadi tempat yang rapi dan indah. |
| ||
Setiap hari ada sekitar 200 orang yang menikmati makanan vegetarian ini. Puncak dari peringatan bulan suci ini dilakukan perayaan Waisak dengan upacara pemandian rupang Buddha pada tanggal 15 Mei 2011, di Lapangan Universitas Internasional Batam (UIB). Perayaan Waisak dirancang sedemikian rupa agar dapat menampilkan kebenaran, kebajikan, kesederhanaan dan keindahan semangat Buddha dan dunia Tzu Chi. Dalam perayaan Waisak, masyarakat Batam umumnya mengenal tradisi pemandian rupang Buddha dengan menyiramkan air kembang ke patung Buddha kecil. Di dalam dunia Tzu Chi, ada serangkaian prosesi yang harus dilalui sehingga upacara berakhir sempurna. Beberapa gerakan pun dilakukan, gerakan tersebut memiliki arti dan makna tersendiri, dan jika dirangkai akan memberikan makna perayaan Waisak sebagai momen peringatan bagi kita untuk menerima ajaran Buddha yang sesungguhnya. Sebelum kegiatan tersebut dilakukan, sosialisasi tentang makna perayaan Waisak dan gerakan-gerakan yang harus dilakukan dalam prosesi upacara diberikan kepada para peserta sebanyak 3 kali sebelum hari-H. Hal ini dilakukan agar acara ini dapat menampilkan kerapian, keindahan, dan keanggunan.
Keterangan :
Tanggal 15 Mei 2011, sejak pagi para relawan sudah terlihat sibuk di lapangan UIB untuk memasang poster, mendekorasi meja altar, serta memasang tanda di lantai. Meja bulat berdiameter 4 m didesain khusus untuk acara perayaan ini, lapisan luar meja untuk tempat persembahan pelita, bunga, dan air wangi, sedangkan di bagian dalam ada lekungan yang diisi air seperti danau yang ditumbuhi oleh 100 kuntum bunga lotus dan lotus pot. Di bagian tengahnya juga ada pilar yang bisa berputar sebagai dudukan rupang Buddha. Tujuh puluh dua batang bunga Lily Casablanca yang berwarna putih terlihat anggun di tengah dedaunan hijau yang dirangkai mengitari pilar, asap dried ice membuat suasana seolah Buddha nan agung sedang duduk di awan di tengah semerbak bunga sedang memandangi dan memberkati umatnya. Sekitar pukul 2 siang, ketika dekorasi pemasangan tanda sudah hampir rampung, tiba-tiba hujan turun dan relawan pun segera berhenti bekerja dan berdoa. Untung hanya dalam waktu sekejap cuaca kembali cerah. Pukul 5 sore, para tamu mulai berdatangan dan disambut oleh relawan yang tersenyum ramah. Satu benih akan tumbuh menjadi banyak begitu ucapan Master Cheng Yen, dan ini terwujud dalam peringatan Waisak tahun ini. Entah apa sebabnya, perencanaan untuk kegiatan Waisak tahun ini cukup mepet, hanya 10 hari. Sehingga ada yang mengusulkan untuk dilakukan di lapangan terbuka untuk umum, namun banyak yang tidak setuju. Akhirnya, karena kegigihan relawan Mina, banyak yang tergerak dan menyetujui kegiatan ini dilakukan untuk umum dengan target 400 orang. Ungkapan Master Cheng Yen tentang ada niat ada kekuatan, juga terwujud. Tercatat ada 506 orang yang mengikuti upacara Waisak yang berakhir dengan sempurna dan semua orang penuh sukacita.
Keterangan :
Melalui poster yang terpajang, Arwin, salah satu peserta yang juga merupakan donatur Tzu Chi mulai mengerti tentang makna dari peringatan Waisak sesungguhnya, termasuk makna dari namaskara, menyambut semerbak bunga, dan pradaksina. Arwin seketika menyadari bahwa pada dasarnya kita sebagai manusia perlu membersihkan diri dari noda-noda pikiran yang kotor dan melakukan amal sosial di masyarakat dengan niat pikiran yang suci. ”Saya merasa sangat terharu, saya belum pernah mengikuti prosesi Waisak yang seperti ini. Saat berdoa dengan lagu Memanjatkan 3 Ikrar dengan Tulus dan lampu dimatikan, badan saya terasa dingin, hati ini seakan menjadi jernih, saya jadi terharu, tanpa terasa, air mata jatuh membasahi pipiku. Acara waisak ini juga menjadi ajang edukasi tentang ajaran Buddha sebenarnya. Tzu Chi perlu lebih sering mengadakan kegiatan seperti ini, sebagai kesempatan menyebarkan ajaran Buddha yang sejati,” tuturnya haru. Tidak hanya Arwin, Song Peng, donatur lainnya juga menceritakan mengenai niat pikiran baik yang terkabul. ”Suatu malam sekitar 2 bulan lalu, karena tidak bisa tidur, saya menonton DAAI TV. Saat itu saya lupa menonton acara apa, tapi saya melihat sebuah upacara yang sangat khusyuk. Saat itu di dalam hati saya terbesit alangkah bahagianya apabila bisa ikut dalam prosesi itu. Ketika saya diajak untuk ikut upacara pemandian rupang Buddha di Tzu Chi, saya juga hanya datang sekedar ikut-ikutan saja, setelah sampai di sini ternyata persis seperti yang saya lihat di televisi, sehingga membuat saya sangat gembira. Walaupun saya harus mengikuti latihan sebelumnya, saya bersedia. Mertua, istri dan anaka-anak saya juga ikut acara ini, namun mereka tidak ikut latihan. Saya merasa sangat beruntung bisa mengikuti upacara ini. Selain bermakna, ini juga merupakan salah satu bentuk berbuat kebajikan juga, seperti yang tersirat dalam lagu doa memanjatkan 3 Ikrar dengan tulus: menghimpun suara doa dari banyak orang agar gemanya terdengar oleh para Buddha, semoga terkabul harapan dunia bebas bencana, masyarakat damai sejahtera dan hati manusia bisa terjernihkan,” jelasnya. | |||
Artikel Terkait
Pelayanan Paliatif Meningkatkan Kualitas Hidup
21 Juni 2022Melanjutkan tiga pelatihan sebelumnya, pelatihan paliatif yang keempat di Tzu Chi Hospital diadakan pada 17 Juni 2022. Pelatihan ini diikuti oleh 49 peserta yang terdiri dari relawan Tzu Chi dan perawat.