Waisak 2558: Jarak dan Usia Tidak Membatasi Hati
Jurnalis : Budi Suparwongso (He Qi Pusat), Fotografer : Ciu Yen (He Qi Pusat), Hadi Pranoto
Mr. Douglas dan Mrs. Wendy sangat antusias untuk ikut bersumbangsih di dalam kegiatan Tzu Chi Indonesia. Sebelumnya mereka sudah pernah ikut dalam kegiatan Tzu Chi di Taiwan.
Waisak 2014 adalah suatu acara yang spesial di hati penganut ajaran Buddha yang universal. Ajaran yang universal itu yang membuat kita semua bisa bergabung menjadi satu keluarga yang spesial. Spesial karena berbagai umat beragama bisa menjadi satu keluarga berbahagia di perayaan Waisak ini.
Satu lagi hal yang baru dan unik adalah adanya Pameran Foto Sejarah Waisak yang baru pertama kalinya diadakan di Tzu Chi Center PIK dan berbarengan dengan dilaksanakannya acara Waisak yang penuh kebahagiaan. Pameran ini bermula dari ide Henry Shixiong, yang juga Koordinator Relawan Zhen Shan Mei (Dokumentasi) He Qi Utara yang ingin mengapresiasi persiapan para relawan dalam perayaan Waisak di komunitas masing-masing (He Qi Barat, Pusat, Selatan, Timur, dan Utara). Gayung bersambut, pihak yayasan pun menyetujui. Kemudian ide ini diperkaya dengan momen kilas balik perayaan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia dari tahun 2009 – 2013. Dengan melihat foto-foto ini, para relawan dan masyarakat diajak untuk melihat sejarah pembangunan Aula Jing Si.
Ide pameran foto ini adalah sebagai penghargaan kepada semua relawan Zhen Shan Mei untuk bisa melihat hasil catatan sejarah yang telah mereka berikan. Semua relawan Zhen Shan Mei bekerja dengan sungguh hati menghasilkan tulisan, foto dan video terbaik. Mereka berasal dari komunitas yang berbeda-beda dan setiap minggu terus datang berlatih, menyempatkan waktu dan hati mereka. “Semoga setelah melihat pameran foto ini, para relawan Zhen Shan Mei bisa merasakan kebahagiaan dari hasil karya mereka sendiri dan bisa menambah semangat semua relawan Zhen Shan Mei,” tambah Stephen Ang, relawan lainnya. Biasanya foto relawan Zhen Shan Mei dipublikasikan setelah acara selesai. Kali ini diadakan pameran foto sejarah Waisak Tzu Chi bersamaan dengan detik-detik pelaksanaan Waisak itu sendiri yang bertema Doa Jutaan Insan.
. Harapan kepada masyarakat umum yang melihat pameran foto ini adalah agar mereka bisa melihat Budaya Humanis yang terpancar di foto-foto tersebut dan semoga mereka bisa tertarik untuk ikut berkegiatan dengan Tzu Chi. Puji syukur bahwa ide pameran foto yang dimulai sejak 2 (dua) bulan lalu ini bisa terlaksana dengan baik. Kebanggaan dari yang mengambil gambar, juga bisa menjadi inspirasi bagi semua orang yang melihat dan mendengar kisah di balik foto tersebut.
Jalinan Jodoh dengan Tzu Chi Indonesia
Mr. Douglas dan Mrs.
Wendy adalah dua orang berkebangsaan Taiwan yang sudah bekerja selama 6 bulan
di Jakarta. Mereka baru pertama kali datang ke Tzu Chi Center dan begitu melihat Pameran
Foto di ruang Ci Bei Da Ting, timbul rasa tertarik mereka untuk melihat
foto-foto tersebut dengan seksama.
Jodoh baik Lin Yao Xin hari ini bisa datang ke acara Waisak Tzu Chi dan menyaksikan pameran foto yang perdana. Sebelumnya dia mau datang ke Tzu Chi tapi berhalangan datang karena sakit .
Gita (pertama dari kiri) sekeluarga senang sekali bisa mengenal sejarah Waisak Tzu Chi dari pameran foto. Dari foto-foto itu bisa terlihat kerapihan dan disiplin yang merupakan cirri khas budaya humanis relawan Tzu Chi.
Perusahaan di tempat Mr. Douglas bekerja, China Airlines, sudah beberapa kali membantu transportasi relawan Tzu Chi ke tempat-tempat yang membutuhkan pertolongan di seluruh dunia. Sebagai seorang General Manager di China Airlines, Mr. Douglas sudah pernah ikut kegiatan Tzu Chi di Taiwan dan pernah bertemu dengan Master Cheng Yen, pendiri Yayasan Buddha Tzu Chi. Sekarang dia di Indonesia juga tidak lupa untuk mencari kesempatan berbuat kebajikan.
Kesan dia terhadap Tzu Chi adalah seperti satu keluarga besar dan merupakan salah satu organisasi sosial yang terbesar di Asia. Harapan Mr. Douglas adalah untuk berjumpa dengan orang-orang yang baik hati dan memberikan pertolongan. Bersumbangsih di Tzu Chi tidak hanya memberi materi saja. Cara Tzu Chi adalah berbeda dari yang lain. Di Tzu Chi kita memberikan cara untuk bertahan hidup, orang yang dibantu tidak hanya menerima materi. “Cara Tzu Chi adalah cara yang lebih baik,” tegas Mr. Douglas,
Semangat Kebajikan
Lin Yao Xin sudah
berusia 73 tahun, beragama Kristen dan mempunyai 10 orang cucu. Di usianya yang
menginjak kepala 7, semangatnya tidak kalah dengan anak muda. Jalinan jodohnya sudah
terbentuk selama 5 tahun sejak Lin melihat siaran DAAI TV dan media lainnya. Sebenarnya
teman-temannya sudah sering mengajaknya untuk datang ke Tzu Chi, namun ia
berhalangan karena waktu itu ia sedang tidak sehat. Hari ini dia datang
sendirian dan berjodoh untuk ikut acara Waisak dan melihat pameran foto sejarah
Waisak Tzu Chi yang baru pertama kali diadakan.
Lin Yao Xin mempunyai sebuah universitas di Singkawang yang memberikan beasiswa penuh kepada murid-murid untuk belajar bahasa Mandarin. Sekolah seminggu sekali, lalu 6 bulan sekali ada ujian yang langsung diamati oleh guru-guru dari negeri Tiongkok. Pak Lin suka dengan kegiatan sosial maka merasa cocok dengan kegiatan Tzu Chi. Melihat pameran foto kali ini, dia sangat senang dengan semangat kebajikan dari Tzu Chi. Dia selalu ingat kegiatan Tzu Chi membantu setelah tsunami di Aceh. Teman-temannya juga sudah ada yang ikut menjadi relawan di Tzu Chi. Maka dia pernah berpikir untuk menjadi relawan Tzu Chi juga. Semua agama diterima oleh Tzu Chi. Setelah acara Tzu Chi ini dia akan mendaftar jadi relawan Tzu Chi. Mau di singkawang, mau di Jakarta, semangat kebajikan tetap bersinar.
Lebih Khusyuk
Seorang siswi SMP
Sekolah Cinta Kasih Cengkareng sejak 3 tahun lalu selalu datang mengikuti
prosesi Waisak di Tzu Chi Center. Gita Prajna Paramita kemudian mulai mengajak
kedua orang tua dan dua adiknya untuk bersama-sama ikut acara Waisak Tzu Chi sejak
dua tahun lalu. Yang lebih muda pun punya semangat untuk mengajak segala usia untuk
mencapai kebajikan.
Sugiharto hidupnya banyak berkecimpung dengan kata perjuangan. Sebagai seorang veteran perjuangan melawan penjajah Belanda, dia melihat dari pameran foto bahwa ada kata perjuangan dalam foto sejarah Waisak Tzu Chi.
Stephen Ang (kedua dari kanan) dan Henry Tando (ketiga dari kanan) merupakan motor terselenggaranya pameran foto sejarah Waisak Tzu Chi ini. Pameran ini melibatkan partisipasi dari seluruh relawan Zhen Shan Mei dan juga Divisi Zhen Shan Mei Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Saat ditanya kenapa mau mengikuti prosesi Waisak di Tzu Chi Center, Gita menjawab bahwa dia sangat senang dengan prosesi Waisak di Tzu Chi karena lebih rapi dan cara melakukan doa lebih menghayati. Hal yang paling dia senangi adalah ketika prosesi pemandian Rupang Buddha, lebih khusyuk.
Liza adalah orang tua dari Gita merasa prosesi Waisak di Tzu Chi bisa memberikan rasa damai. Bapak Daniel adalah orang tua Gita yang merasa yakin dengan mengajak anak-anaknya ke Tzu Chi mereka bisa mendapat pelajaran tentang agama Buddha yang baik. Bapak Daniel sering menonton acara DAAI TV sehingga memutuskan agar Gita belajar di Sekolah Cinta Kasih Cengkareng karena adanya budaya humanis Tzu Chi, terutama soal disiplinnya.
Usia tidak bisa mengurangi semangat . Hal tersebut langsung terpancar dari tatapan mata dan suara pak Sugiharto. Walaupun sudah berusia 85 tahun, setiap gerak-geriknya menandakan pancaran enegi yang tidak pernah habis.
Usia Bukan Halangan
Baru pertama kali datang ikut Waisak di Tzu Chi Center PIK, Sugiharto yang berasal dari Medan, Sumatera Utara ini berkata, “Saya hari ini girang…., riang…, bagus…bagus. Waisaknya bagus. Orang-orang perhatian…, bagus. (Relawan Tzu Chi) bisa kompak”. Dengan ditemani oleh anak dan keluarganya, Sugiharto mengikuti seluruh prosesi Waisak Tzu Chi di atas kursi roda. Semasa mudanya, pada usia 17 tahun, beliau pernah tinggal di Yogyakarta dan ikut membantu perjuangan rakyat Indonesia bersama Bung Karno mengusir penjajah Belanda. Sampai sekarang kekuatan fisik Sugiharto tetap terjaga baik dan tenaganya sangat kuat, hanya saja pak Sugiharto pernah terkena stroke.
Sugiharto mempunyai harapan untuk ikut menjadi relawan Tzu Chi. Dia bilang, kalau saja dia tidak duduk di kursi roda, pasti dia sudah terjun ikut membantu di kegiatan Tzu Chi. Semangat penuh perjuangan dan penuh kebajikan dari Sugiharto perlu diwariskan kepada generasi muda.