Waisak di Kota Medan
Jurnalis : Leo Samuel Salim (Tzu Chi Medan), Fotografer : Ivan Shen, Pieter Chang (Tzu Chi Medan)Setiap bulan Mei minggu kedua, Tzu Chi di seluruh dunia merayakan hari Waisak, hari Ibu, dan hari Tzu Chi sedunia. Tahun ini, tiga perayaan besar tersebut jatuh pada tanggal 9 Mei 2010. |
| ||
Bertempat di Yang Lim Plaza, sebanyak 1.500 orang mengikuti prosesi pemandian rupang Buddha yang diselenggarakan oleh Tzu Chi Medan. Langit sedikit mendung di Minggu pagi membuat kebanyakan masyarakat Medan masih ingin beristirahat lebih panjang setelah beraktivitas sepanjang minggu. Tetapi tidak bagi relawan Tzu Chi Medan, meski waktu baru pukul 6.45 Wib, relawan sudah berdatangan dan berkumpul di Yang Lim Plaza. Rupanya mereka semua berkumpul untuk melakukan gladi bersih agar prosesi pemandian rupang Buddha berjalan lancar. Jam menunjukkan pukul 07.30 Wib, ketika semua relawan menempati posisinya masing-masing untuk melakukan gladi bersih. “Shixiong shijie, hari ini kita akan menjalankan prosesi pemandian rupang Buddha. Marilah kita mempersiapkan hati yang penuh syukur agar acaranya dapat berlangsung dengan khidmat,” kata koordinator acara, Sylvia Shijie. Setelah melalui 2 kali gladi bersih sebelumnya, semua relawan sudah bisa melakukan prosesi dengan lancar. Prosesi pemandian rupang Buddha kali ini, bukan hanya dihadiri oleh relawan Tzu Chi Medan saja, tetapi juga dari Tzu Chi Tebing Tinggi yang berjumlah 29 orang dan Tzu Chi Pematang Siantar sebanyak 6 orang. Inilah semangat Tzu Chi, para relawan Tebing Tinggi dan Pematang Siantar tidak mempedulikan jarak yang cukup jauh dan melelahkan demi mengikuti 3 perayaan penting ini di Medan.
Ket : - Prosesi pemandian rupang Buddha kali ini juga diikuti relawan Tzu Chi Tebing Tinggi 29 orang dan Tzu Chi Pematang Siantar sebanyak 6 orang. (kiri) Semua tamu undangan berbaur dengan relawan Tzu Chi untuk melakukan prosesi pemandian rupang Buddha. Salah satunya adalah seorang nenek 75 tahun yang datang sendiri dan dituntun oleh salah seorang relawan ke altar pemandian rupang Buddha untuk mengikuti prosesi. “Tolong ajarin saya ya. Saya tidak ngerti,” kata nenek itu. “Tidak apa-apa. Kita sama-sama belajar di sini. Mari ikuti gerakan saya,” Leo Shixiong menjawab lembut. Mendengar kata “Li Fo Zu” (Bernamaskara), semua hadirin membungkukkan badan untuk memberi penghormatan kepada Buddha. Disambung dengan kata “Jie Hua Xiang” (Menyambut Semerbaknya Bunga), semua hadirin mengambil sekuntum bunga cempaka di altar, dan setelah mendengar kata “Zhu Fu Ji Xiang” (Salam Sejahtera), para hadirin kembali ke barisan masing-masing. Banyak orang yang merasa terkesan dengan prosesi pemandian rupang Buddha yang diselenggarakan oleh Tzu Chi. Sederhana tetapi khidmat, itulah kesan mereka. “Biasanya prosesi yang saya pernah lakukan adalah saya memandikan langsung rupang Buddha, tetapi ini lain, benar-benar saya merasakan arti yang sebenarnya dari makna pemandian rupang Buddha rupang,” ujar Santi, salah seorang undangan. Master Cheng Yen mengatakan tujuan yang sebenarnya dari prosesi pemandian rupang Buddha pada hari Waisak adalah untuk menyucikan hati sendiri sehingga diharapkan hati setiap manusia bisa bersih dan tertanam benih cinta kasih. Benih ini nantinya bisa tumbuh dan menyebarkan kasih sayang kepada semua makhluk. Penghormatan atau namaskara yang kita lakukan pada prosesi pemandian rupang Buddha adalah untuk menghormati jasa Buddha yang telah menemukan jalan agar setiap manusia dapat terbebas dari penderitaan. Yang tidak kalah pentingnya adalah kita harus menghormati jasa orang tua yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik kita semua, karena jasa orang tua itu tidak terkira besarnya.
Ket : - Master Cheng Yen mengatakan tujuan yang sebenarnya dari prosesi pemandian rupang Buddha pada hari Waisak adalah untuk menyucikan hati sendiri. (kiri). Pada prosesi Pradaksina yang diiringi lagu dari Sutra Amitartha, semua peserta menderapkan langkahnya dengan ringan dan sepenuh hati menghayati makna dari perayaan hari Waisak itu sendiri. Di penghujung acara, doa pun dilantunkan dengan mengharapkan semoga hati manusia bisa tersucikan, masyarakat damai dan sejahtera serta dunia bebas dari bencana. Berbicara mengenai peringatan hari Tzu Chi sedunia, kita hendaknya kembali lagi ke awal berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi pada tahun 1966 di Hualien, Taiwan. Dari Taiwan menyebar hingga ke seluruh dunia. Pada peringatan ke-30 tahun Tzu Chi, perayaan hari Ibu di bulan Mei, Minggu kedua, ditetapkan juga menjadi hari Tzu Chi sedunia. Master Cheng Yen menjelaskan dalam memperingati hari Tzu Chi sedunia sebenarnya mengandung makna yang sangat besar. Yang pertama adalah mengharapkan semua orang senantiasa menerapkan sifat-sifat kebuddhaan di Yayasan Buddha Tzu Chi dan bersyukur kepada Triratna (Buddha, Dharma, dan Sangha). Yang kedua adalah bersyukur kepada orang tua yang telah melahirkan dan memdidik kita serta bersyukur kepada guru-guru yang telah membimbing kita. Yang ketiga adalah kita hendaknya bersyukur kepada orang-orang yang memerlukan bantuan kita karena dari merekalah kita bisa menyadari penderitaan dalam kehidupan ini. | |||