Waisak Milik Semua
Jurnalis : Prayugo (Tzu Chi Medan), Fotografer : Sylvia Chuwardi (Tzu Chi Medan) Meja altar model sorong dibawa langsung menuju satu demi satu kamar para kakek dan nenek yang tidak leluasa bergerak. |
| ||
Para remaja yang sedang sibuk tadi adalah para relawan muda-mudi dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Kantor Perwakilan Medan atau biasa disebut dengan Tzu Ching. Waktu masih menunjukkan angka 8, namun semangat para remaja ini tampak sangat tinggi dalam mempersiapkan acara khusus bagi para orang tua di panti tersebut. Ditemani oleh beberapa orang relawan Tzu Chi yang lebih senior, mereka mendekorasi meja altar. Di atas meja diletakkan beberapa mangkuk berisi air, dedaunan indah, dan bunga-bunga segar nan wangi, lengkap dengan tiga buah rupang Buddha. Sebuah tatanan meja altar yang sangat sederhana, namun enak dipandang. Mereka rupanya akan mengadakan sebuah acara Perayaan Hari Waisak bersama-sama dengan seluruh kakek dan nenek di sana. Tepat pada pukul 9 pagi, acara pun dimulai. Tampak ada 9 orang kakek dan nenek penghuni panti berada di barisan depan bertindak sebagai barisan persembahan pelita, bunga, dan air. Mereka semua adalah pembuka acara. Saat pembawa acara memberikan aba-aba, secara berurutan mereka mempersembahkan pelita, air, dan bunga di hadapan rupang Buddha. Mereka berjalan dengan pelan namun pasti, walaupun mereka baru saja latihan satu jam sebelum acara dimulai, tetapi mereka tampak rapi dan teratur. Kemudian satu per satu para kakek dan nenek dituntun ke hadapan meja altar untuk memandikan rupang Buddha dengan menyentuhkan tangan mereka ke dalam air dan mengambil bunga, begitu seterusnya.
Keterangan :
Makna Perayaan Hari Waisak adalah untuk mengingat jasa-jasa Buddha yang dengan penuh cinta kasih membimbing semua makhluk hidup. Bagaikan dasar berdirinya Yayasan Buddha Tzu Chi, dengan cinta kasih bersumbangsih bagi semua makhluk hidup tanpa memandang ras, agama, bangsa, negara, dan latar belakang. Sementara pelita memiliki arti kita sebagai manusia harus berusaha memanfaatkan hidup untuk membahagiakan dan bermanfaat bagi yang lainnya seperti Buddha yang mencerahkan dunia dengan kebaikan dan kebijaksanaannya. Tidak seperti tradisi-tradisi yang biasanya dilakukan saat Perayaan Waisak, yakni dengan menyiramkan air ke rupang Buddha, dalam prosesi pemandian rupang Buddha di Tzu Chi, para peserta hanya menyentuhkan tangan ke dalam air dengan maksud membersihkan batin sendiri dari kotoran, dan tidak ketinggalan bunga yang menandakan bahwa dalam hidup ini harus senantiasa berpikir, berbuat, dan berucap hal-hal yang baik dan indah seperti bunga. Menurut Rina (21 tahun), salah seorang anggota Tzu Ching, “Acara ini bertujuan untuk ikut mengajak kakek dan nenek di sini untuk bersama-sama merasakan makna akan indahnya Hari Waisak dan sekaligus dengan adanya kami di sini mudah-mudahan bisa sedikit menghibur kakek dan nenek di panti.” Setelah lebih dari satu jam kemudian, semua kakek dan nenek di dalam ruang serba guna telah selesai melakukan pemandian rupang Buddha. Kemudian para relawan mempersiapkan sebuah meja altar model sorong yang didekorasi sama dengan meja altar sebelumnya. Meja berjalan ini didorong ke satu per satu kamar di mana ada kakek dan nenek yang tidak leluasa untuk keluar dari kamar atau bangkit dari ranjang, agar setiap orang pun berkesempatan untuk ikut merasakan kebahagiaan Waisak. Menurut Kakek Chen Shao Chong (68) yang sudah tinggal di panti selama 3 tahun, “Saya sangat senang ada kegiatan seperti ini, selain bisa ikut merasakan makna dari Hari Waisak, dan juga acara seperti ini sebagai ajang untuk hiburan bagi kami semua.”
Keterangan :
Tidak jauh beda dengan Kakek Chong, Nenek Lim In Ciao juga berkata sambil meneteskan air matanya, “Saya teringat dengan keluarga saya terutama adik saya dan saya senang bisa mengikuti acara Waisak dan mengetahui Waisak adalah hari di mana manusia mensucikan hati dan pikiran, meskipun saya sendiri beragama Kristen, namun saya percaya semua agama adalah sama mengajarkan kebaikan bagi umatnya.” Waktu telah menunjukkan pukul 11 dan acara pun berakhir. Para kakek dan nenek menikmati makanan kecil yang disediakan seperti kue basah dan bubur kacang hijau. Saat sedang menyantap makanannya kakek dan nenek juga menyaksikan penampilan isyarat tangan dengan lagu Satu Keluarga yang sekaligus menandakan berakhirnya acara hari itu. Menurut Salimin, salah satu pengurus panti, “Menurut saya acara ini sangat baik dan berjalan sukses, apalagi dengan mengikutsertakan langsung kakek dan nenek yang berada di panti ini untuk mengikuti pemandian rupang Buddha, mereka menjadi lebih merasa seperti keluarga dengan semua relawan. Saya berharap acara kunjungan ini akan dilakukan sesering mungkin. Mungkin sumbangan bahan makanan dan materi dari para dermawan sudah mencukupi, namun hal yang masih kurang adalah acara kunjungan seperti ini yang bersifat menghibur batin kakek dan nenek yang ada di sini.” Kita semua tentu berharap semangat Waisak terdapat di dalam hati semua insan di dunia, membuat hidup lebih bermakna dengan kedamaian dan ketenteraman antar sesama makhluk hidup, dan berdoa agar tidak ada lagi peperangan dan bencana di dunia. | |||
Artikel Terkait
Ke Kali Angke
04 April 2011 Seusai melakukan kegiatan memilah barang daur ulang bersama warga Villa Kapuk Mas di hari Minggu, 13 Maret 2011, sekelompok relawan Tzu Chi memanfaatkan kesempatan untuk mengunjungi daerah bantaran Kali Angke, Kapuk Muara.Banjir Jakarta: Membantu Sesama
25 Januari 2013 Warga segera mengepung perahu kayu tersebut untuk mendapatkan jatah bantuan yang akan dibagikan. Selasa, 22 Januari 2013, untuk ketiga kalinya Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia membagikan bantuan kepada warga korban bencana banjir di tempat yang berbeda di daerah Muara Baru.Syukuran 7 Tahun Depo Titikuning
11 November 2019Peringatan Tujuh Tahun Depo Pelestarian Lingkungan Titi Kuning Medan ditandai dengan doa bersama dan pemotongan kue yang dilakukan dengan ucapan syukur dan terima kasih kepada setiap orang yang berpartisipasi.