Waisak Tzu Chi 2018: Doa yang Tulus Bagi Kedamaian Semesta

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Beti Nurbaeti (HQB2), Magdalena (HQB1) , Fotografer : Anand Yahya, Arimami, Yusniaty (HQU1), James Yip (HQB2), Philip Chang (HQB1)

Tzu Chi Indonesia menggelar peringatan Hari Waisak di Aula Jing Si, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Minggu, 13 Mei 2018. Tema Waisak adalah Doa Jutaan Insan. Di hari yang sama seluruh insan Tzu Chi di dunia berdoa agar dunia bebas dari bencana.

Seluruh insan Tzu Chi di dunia melantunkan doa yang tulus bagi keselamatan dan kedamaian semesta pada peringatan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia secara serentak di hari yang sama, Minggu 13 Mei 2018. Di Tzu Chi Center Jakarta, peringatan Tiga Hari Besar Tzu Chi ini dihadiri sebanyak 4.765 orang yang terbagi dalam dua sesi acara. Selain relawan Tzu Chi, kegiatan ini juga diikuti oleh masyarakat umum lintas agama.

Prosesi pemandian Rupang Buddha menghadirkan nuansa yang khidmat. Para Sangha dan pemuka agama memimpin ribuan orang menjalankan prosesi ini. Dengan hati yang hening dan jernih, ribuan orang yang hadir diajak untuk bersyukur atas budi luhur Buddha, orang tua, dan semua makhluk.


Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei membunyikan lonceng di sesi meditasi.

Dalam peringatan Hari Waisak, Tzu Chi juga sekaligus memperingati dua hari besar lainnya yakni Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia. Bagi Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei, peringatan Waisak ini juga untuk menggalang hati banyak orang untuk selalu berbuat kebaikan.

“Jadi intinya dari Waisak ini adalah kita bisa mengundang lebih banyak masyarakat dan bisa menggalang mereka menjadi Bodhisatwa, menggalang hati mereka untuk berbuat baik. Semua agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan hati, menolong semua umat. Kita harus Gan En (Bersyukur) dan menghargai satu sama lain. Kalau kita semua bisa melakukan itu, keharmonisan antar umat beragama pasti tidak akan ada masalah,” ujar Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei.

Membersihkan Batin


Ribuan orang yang hadir merasakan ketenangan saat melaksanakan meditasi duduk. 

Setiap gerakan dalam prosesi pemandian Rupang Buddha memiliki maknanya. Misalnya saja menyentuh air melambangkan pembersihan batin diri sendiri, mengambil bunga melambangkan menerima harumnya kebajikan dan kebenaran. Balik badan kembali ke tempat masing-masing juga memiliki arti bahwa setelah menerima kebenaran, jangan lupa untuk menciptakan berkah.

Atat Sutardi (57), jauh-jauh datang dari Cianjur, Jawa Barat untuk mengikuti prosesi Waisak ini. Relawan Tzu Chi Cianjur ini datang bersama tiga temannya dan berangkat dari rumah pada pukul 6 pagi. “Bagi saya acara Waisak ini yang dilekatkan dengan Hari Ibu Internasional mempunyai makna mendalam. Ibu bagi saya mempunyai arti yang cukup spesial karena ibu adalah orang yang melahirkan dan membesarkan kita,” ujarnya.


Kerapian dan keindahan terlihat dalam formasi barisan. Ada tiga macam formasi yakni Wu Liang (Dari Satu Menjadi Tak Terhingga), Tzu Chi, dan angka 52.

Keteraturan, kebersamaan, kekompakan membuat Atat selalu ingin kembali ke acara-acara yang diselenggarakan Tzu Chi Jakarta. “Semua sangat teratur dan rapi sehingga kekhidmatan sangat terasa di acara ini,” tambahnya.

Kerapian dan keindahan memang selalu identik dalam kegiatan-kegiatan Tzu Chi. Dalam peringatan Waisak kali ini ada tiga formasi yakni Wu Liang (Dari Satu Menjadi Tak Terhingga), Tzu Chi, dan angka 52 (melambangkan usia Tzu Chi Taiwan yang menginjak usia ke-52) yang tercipta dari seragam para peserta yakni hitam dan putih.


Atat Sutardi (57), merasakan nuansa khidmat saat mengikuti prosesi Waisak ini.

Peserta lainnya adalah Lai Tjui Pheng (70), warga Jakarta yang setia menghadiri acara-acara Tzu Chi. “Saya datang naik mobil teman agar dapat ke acara ini. Saya sangat merasa tenteram, hati ini sangat damai sehingga saya selalu ingin kembali kemari,” ujarnya.

Hadir juga satu keluarga dari Serpong Tangerang yaitu Yani (47) beserta suaminya Rusli (49) dan anak mereka Gabby (8). Keluarga Yani sangat bersungguh hati, mereka naik angkutan umum agar dapat menghadiri acara Waisak ini.

“Kami berganti tiga kali angkutan umum agar bisa kemari, namun bagi kami itu bukan masalah karena kami senang bisa diberi kesempatan ke acara ini. Ini adalah kali ketiga buat kami sekeluarga. Saya membangunkan anak saya pukul 5 pagi agar kami bisa bersiap-siap ke sini,” kata Yani yang diselingi anggukan Gabby mengamini pernyataan ibunya.

“Buat kami sekeluarga menghadiri acara ini memiliki makna yang penting. Kami semua terkesan dengan sistem yang ada di sini, Kami semua merasakan kekhidmatan, keteraturan, dan kesopanan yang luar biasa dari para relawan sehingga hati ini merasa tenteram dan lebih baik,” tambahnya.


Meta (kanan), siswi SMA Mutiara Bangsa di Jl. Husein Sastranegara, Tangerang, Banten yang ikut serta dalam Waisak Tzu Chi merasa terkesan dengan kekhidmatan acara ini.

Di antara deretan pengunjung yang memenuhi aula ada juga rombongan siswa dari SMA Mutiara Bangsa di Jl. Husein Sastranegara, Tangerang, Banten. Dengan penuh antuasias mereka mengikuti seluruh rangkaian. “Excited sekali, aku senang sekali bisa ikut acara ini. Aku kira membosankan ternyata santai, sampai  tidak terasa sudah selesai acaranya,” ujar Meta sumrigah.

Ketika ditanya, apakah tahun depan mau datang lagi, Meta dan teman-temannya mengatakan akan sangat senang sekali kalau bisa ikut lagi.

“Orang-orangnya ramah, saya juga sangat kagum dengan susasana acara Waisak di sini. Pokoknya saya tidak akan menolak kalau diundang lagi,” tambah Meta.


Sementara itu, tahun ini Tzu Chi Indonesia memasuki usianya yang ke 25 tahun. Liu Su Mei yang baru saja pulang dari Hualien, Taiwan menceritakan arahan yang diberikan Master Cheng Yen kepada seluruh relawan di Indonesia.

“Master Cheng Yen selalu bilang kita sudah tidak cukup waktu. Jadi relawan harus semakin bekerja keras untuk menjalankan Tzu Chi. Diharapkan di seluruh penjuru Indonesia, di setiap pelosok itu ada relawan Tzu Chi. Jadi di setiap kantor penghubung itu bisa melaksanakan Empat Misi Tzu Chi (Amal, Kesehatan, Pendidikan, Budaya Humanis) dengan lebih baik lagi,” pungkasnya.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Berpedoman Kepada Sang Buddha

Berpedoman Kepada Sang Buddha

23 Mei 2014 Melalui prosesi pemandian Buddha Rupang ini diharapkan bisa mempergunakan hati yang paling tulus dalam memberikan puja hormat kepada Buddha, untuk menaklukan keangkuhan di dalam hati dan kembali pada pola hidup yang bersahaja.
Waisak 2019: Bersatu Hati Berdoa Bersama

Waisak 2019: Bersatu Hati Berdoa Bersama

20 Mei 2019

Bertempat di Lapangan Vihara Buddha Dharma Biak, Relawan Tzu Chi Biak melaksanakan Doa Jutaan Insan dalam rangka perayaan Hari Raya Tri Suci Waisak, Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia.

Waisak 2558: Jarak dan Usia Tidak Membatasi Hati

Waisak 2558: Jarak dan Usia Tidak Membatasi Hati

12 Mei 2014

Waisak 2014 adalah suatu acara yang spesial di hati penganut ajaran Buddha yang universal. Ajaran yang universal itu yang membuat kita semua bisa bergabung menjadi satu keluarga yang spesial.

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -