Waisak Tzu Chi 2018: Keharmonisan Dalam Keberagaman

Jurnalis : Yuliati, Fammy Kosasih (He Qi Timur), Fotografer : Anand Yahya, Johnsen (HQU2), Halim Kusin (HQB1), Indarto (HQB1)


Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan kegiatan Doa Jutaan Insan setiap tahunnya pada bulan Mei minggu kedua. Pada Waisak tahun 2018 ini, Tzu Chi menggelarnya pada tanggal 13 Mei 2018.

Setiap tahunnya Yayasan Buddha Tzu Chi mengadakan kegiatan peringatan Tiga Hari Besar: Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia pada minggu kedua bulan Mei. Peringatan tiga hari besar yang dikenal dengan istilah doa jutaan insan. Selain relawan Tzu Chi, kegiatan ini juga selalu dihadiri para tokoh dari berbagai agama di Indonesia. Doa jutaan insan yang digelar di Aula Jing Si lantai 4 Tzu Chi Center kali ini dihadiri sebanyak 43 pemuka agama di antaranya pemuka agama Buddha, Katolik, Hindu, dan Konghucu. Ini menunjukkan suatu keharmonisan dalam keberagaman.

Salah satu pemuka agama Buddha yang hadir adalah Bhikkhu Nyanasuryanadi Mahathera. Bhikkhu yang baru pertama kali berjodoh pada peringatan Waisak di Tzu Chi ini memberikan kesan tersendiri tentang acara yang dihadirinya bersama tokoh agama lainnya. “Ini menunjukkan bahwa kita hidup di negara yang Bhinneka Tunggal Ika para tokoh-tokoh agama, para Bhikkhu Sangha merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Bhante Nyanasuryanadi Mahathera. “Tentu hal ini menjadi cermin bahwa kita kerja untuk kemanusiaan, apa yang kita lakukan ini sangat mulia serta mendatangkan berkah bagi semua,” sambungnya.


Selain relawan Tzu Chi dan masyarakat umum, hadir pula para tokoh agama dari berbagai agama di Indonesia.

Bhikkhu kelahiran Jepara, Jawa Tengah ini memberikan pesan cinta kasih kepada seluruh umat Buddha di Indonesia agar senantiasa menjadikan momen peringatan Waisak ini untuk terus menebarkan cinta kasih tanpa batas. “Sebagai umat Buddha kita harus memancarkan welas asih, cinta kasih, dan kasih sayang yang kita ambil (Waisak) di sini dapat dirasakan teman-teman yang saat ini mengalami penderitaan,” ujarnya. Beliau berharap setiap orang dapat memaknai Waisak dengan menjaga keharmonisan dalam berkehidupan.

“Kita hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia, kita sebagai bagian dari masyarakat berbangsa dan bernegara bagaimana kita hidup di kondisi kebhinnekaan ini dapat tetap harmoni. Keharmonian ini untuk bangsa dan negara kita sehingga kita dapat bahu membahu mewujudkan NKRI yang damai, tenteram, sejahtera, adil, dan merata,” ungkap Pengawas Sangha Agung Indonesia (SAGIN) ini.


Bhikkhu Nyanasuryanadi, Pengawas Sangha Agung Indonesia (SAGIN) hadir bersama pemuka agama Buddha lainnya dari berbagai sekte.

Hadir pula Keuskupan Agung Jakarta yang mewakili kaum Nasrani, Romo Bernardus Hari Susanto, Pr. “Kami merasa frekuensi kami sama-sama ‘nyambung’, karena intinya adalah harmonisasi, keselarasan, dan hidup perdamaian, secara tidak hanya manusiawi, tetapi juga alami, natural, yang dilakukan oleh (umat) Buddha. Cinta kasih menjadi inti dari jiwa,” tuturnya.

Tidak hanya sekadar menghadiri acara doa jutaan insan, namun Romo Bernardus juga turut mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha. “Dalam upacara di mana kita menyentuh air kemudian bunga, bagi kami orang Katolik itu seperti proses penciptaan, dari gelap menjadi terang, yang membawa ini sebuah proyeksi ke masa depan yang cerah,” ungkapnya.


Hadir pula Keuskupan Agung Jakarta yang mewakili kaum Nasrani, Romo Bernardus Hari Susanto, Pr. (kiri) yang tengah berbincang dengan para tokoh agama lainnya usai kegiatan.

Romo Bernardus juga menyampaikan apresiasinya atas upaya yang dilakukan para insan Tzu Chi dalam bersumbangsih membantu sesama yang membutuhkan, termasuk kerjasama dengan beberapa Gereja Katolik di Jakarta. Beliau melihat hal ini merupakan wujud moralitas yang sama yang mempersatukan banyak perbedaan dalam keyakinan melalui tindakan nyata.

“Melalui perayaan ini mencerminkan kepada kita betapa panggilan dan perutusan orang-orang yang berkecimpung sungguh-sungguh seperti memulihkan kembali, firdaus yang dulu telah tercacat oleh dosa melalui kasih Ilahi, melalui alam, melalui manusia, dipulihkan kembali,” ujar Romo Bernardus.


Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN) Banten, WS. Rudi Gunawijaya (batik) memberikan kesan atas khidmatnya doa jutaan insan yang dihadirinya.

Sementara itu Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu (MATAKIN) Banten, WS. Rudi Gunawijaya memberikan kesan atas khidmatnya doa jutaan insan yang dihadirinya. “Kami merasa sangat berterima kasih bisa ikut berpartisipasi dan diundang dalam acara ini. Terutama dalam menjaga kerukunan antarumat beragama, jadi kita bisa sama-sama, bisa tahu bagaimana prosesi dari awal sampai selesai, benar-benar sangat khidmat sekali, bisa menyentuh kami semua,” ujar WS. Rudi Gunawijaya.

Beliau juga mengapresiasi setiap kegiatan sosial yang dilakukan Tzu Chi mampu menyentuh semua kalangan masyarakat. “(Yayasan) Buddha Tzu Chi Indonesia terus menjalin hubungan tali silaturahmi dengan berbagai kalangan, dengan berbagai tokoh lintas agama,” ungkapnya.


Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), I Made Surla Eka Susila, SPDH, MSi. (kanan) dengan penuh khidmat turut berdoa agar dunia bebas dari bencana.

Tanggapan lainnya datang dari Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), I Made Surla Eka Susila, SPDH, MSi. “Kami hadir di tengah-tengah ini, betapa bahagianya, kita bertemu saudara di sini, karena Hindu dan Buddha memang sejalan artinya perayaan ini benar-benar bisa memberkahi umat manusia,” ungkapnya.

I Made Surla Eka Susila juga mengucapkan selamat kepada seluruh umat Buddha dalam merayakan Waisak 2562 BE/2018. “Selamat Hari Raya Waisak, semoga perayaan-perayaan ini membawa banyak hikmah bagi kita semua ke depannya,” ucapnya.

Selain para pemuka agama hadir pula 4 tamu undangan, salah satunya dari jajaran Direktorat Jenderal Bimas Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia. Direktur Urusan dan Pendidikan Agama Buddha RI, Drs. Supriyadi, M.Pd. ini mengapresiasi kegiatan Waisak yang dilaksanakan pada Minggu, 13 Mei 2018. Terlebih dalam kegiatan Waisak yang digelar Tzu Chi hadir pula para tokoh agama dari berbagai agama yang merupakan suatu keberagaman yang harmonis.

“Kegiatan ini merupakan suatu langkah nyata bahwa beragama tidak hanya diri sendiri ternyata bermanfaat untuk orang lain. Jadi inilah praktik beragama sesungguhnya bahwa orang-orang beragama tidak hanya untuk kepentingan pribadi tapi diaplikasikan untuk orang lain,” tutur Supriyadi.

Peringatan Waisak yang diikuti masyarakat dari berbagai lintas agama ini agar bisa menggalang mereka menjadi Bodhisatwa, menggalang hati untuk berbuat baik. “Semua agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan hati, menolong semua umat. Kita harus Gan En (Bersyukur) dan menghargai satu sama lain. Kalau kita semua bisa melakukan itu, keharmonisan antarumat beragama pasti tidak akan ada masalah,” ujar Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei.

Editor: Khusnul Khotimah



Artikel Terkait

Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -