Welcome Home, Sofyan!

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana

Setelah berbicara lewat telepon genggamnya, Lulu menyampaikan kabar bahwa pesawat sudah landing, sementara kami masih berada di tol menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Kami bergegas karena tidak ingin terlambat menjemput Sofyan yang baru tiba dari Taiwan, tanggal 23 April 2008.

Para relawan Tzu Chi serta guru dan siswa Sekolah Cinta Kasih menjemput Sofyan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Mereka membawa kertas bertulis 'Welcome Home Sofyan", seperti menjemput kerabat sendiri.

Sudah 4 tahun Sofyan menjadi pasien bantuan pengobatan khusus Tzu Chi. Sejak umur 7 tahun, ia menderita Fibrous dysplasia yang berarti tumbuh tumor di belakang mata kanannya. Gejalanya mulai dari sering mimisan sampai berakibat pada mata kanannya semakin terdorong ke depan dan ke kanan. Kondisinya akan menyebabkan setiap orang yang bertemu dengannya tertegun karena prihatin.


Selama 7 tahun, kekurangan biaya menyebabkan penyakitnya ini tidak bisa diobati hingga sembuh. Tanggal 27 Maret 2004 saat Sofyan pertama kali mengikuti baksos kesehatan Tzu Chi di Cengkareng, dokter Tzu Chi International Medical Association (TIMA) dari Taiwan merekomendasikan agar ia dioperasi di Taiwan.

April 2004, untuk pertama kalinya Sofyan berangkat ke Taiwan, dengan ditemani ayahnya. Di sana ia menjalani operasi selama 23 jam untuk mengangkat tumor dan mengembalikan bentuk wajahnya. Lima bulan kemudian ia kembali dengan jauh lebih sehat dan membawa sejumlah cerita tentang kehangatan para relawan Tzu Chi di Taiwan. Sofyan dan keluarga kemudian pindah tinggal di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng. Ia dan adik-adiknya bersekolah di Sekolah Cinta Kasih dan ayahnya menjadi karyawan daur ulang Tzu Chi.

Sayangnya, operasi tidak dapat mengembalikan penglihatan Sofyan. Syaraf mata kanannya rusak dan mata kirinya semakin kabur. Tzu Chi tetap membantu Sofyan bersekolah dan mengajaknya bergabung di Yayasan Mitra Netra.

foto  foto

Ket : - Sofyan menderita tumor mata sejak umur 7 tahun. Ini operasi kedua yang dijalaninya di Taiwan. Tapi ia anak
           yang tabah, jarang mengeluh ataupun menangis selama menjalani pengobatannya. Harapannya sekarang,
           "Ingin sekolah lagi". (kiri)

         - Lulu, relawan yang sempat mengantar Sofyan sampai ke Taiwan, ikut menjemput di bandara. Sejak awal
           pengobatan, Lulu yang selalu mendampingi Sofyan dan keluarga. (kanan)

Kali ini adalah kepergiannya yang ketiga kali ke Taiwan, dan pertama kalinya bersama ibunya. Selama ini ia biasanya ditemani oleh ayahnya, namun sekitar setahun lalu ayahnya meninggal karena kanker hati. Meski saat itu telah diangkat, ternyata tumor di mata kanan Sofyan tumbuh kembali. Sebelum kepergian yang ketiga ini, matanya mulai tampak menonjol. “Sekarang rasanya sangat senang karena bisa lebih baik lagi,” kata Sofyan yang baru saja kembali menginjak tanah air.

Para relawan Tzu Chi menyambut Sofyan di pintu kedatangan, terminal 2E. Berjejer mereka memegang kertas bertulis “Welcome Home Sofyan”. Rasanya seperti menyambut keluarga kami yang baru pulang dari negeri seberang. Wajah Sofyan penuh senyum, dan begitu juga ibunya. Mereka hanya berdua saja, dan tidak merasa khawatir. Mereka yakin bahwa di Bandara Taipei ada relawan Tzu Chi yang mengantar dan di Bandara Soekarno-Hatta akan ada relawan Tzu Chi yang menjemput. Di antara relawan, ada juga siswa dan guru Sekolah Cinta Kasih tempat Sofyan pernah bersekolah.

Hingga sekarang, penglihatan mata kiri Sofyan masih kurang jelas. Tapi ia berkata, “Mau nerusin sekolah lagi.” Keinginannya untuk segera menuntut ilmu tidak terbendung. Ia berniat meneruskan ke SMA setelah sekitar 3 tahun tertunda. “Katanya dia pengen jadi psikolog,” cerita Lulu, relawan yang selama ini mendampingi Sofyan. Saya ingat tiga setengah tahun lalu sewaktu menyambut Sofyan dari kepulangannya yang pertama, pemuda 15 tahun itu berkata ingin menjadi dokter. Rupanya sadar bahwa kondisi dirinya tidak memungkinkan, membuat Sofyan yang kini berusia 18 tahun menggeser haluan. “Katanya, kan psikolog cukup dengan ngomong. Jadi ya dengan begitu dia bisa ngobatin orang juga, tapi ngobatin hati,” lanjut Lulu bercerita, membuat saya tersentuh.

foto  foto

Ket : - Berdua dengan ibunya, Sofyan tiba di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Wajah mereka berdua dihiasi senyum,
           meskipun penyakit Sofyan belum sembuh seluruhnya. (kiri)

         - Kali ini Sofyan ditemani oleh ibunya selama satu bulan di Taiwan. Meski baru pertama ke luar ibunya tidak
           merasa takut, "Bapaknya (alm) pernah pesan nggak usah khawatir, orang di sana kayak keluarga sendiri
           katanya". (kanan)

Sewaktu di Taiwan, Sofyan menjalani operasi pada tanggal 28 Maret 2008, yang melibatkan dokter spesialis THT, mata, bedah plastik, dan bedah syaraf. Operasi berlangsung selama 13 jam. Apabila operasi ini tidak dilakukan, tumor dapat semakin membesar dan menekan organ-organ lain dalam tulang tengkorak pemuda itu. “Relawan di sana baik-baik, udah kayak keluarga sendiri. Biarpun kita orang yang kurang, tapi ga dibeda-bedain,” tutur ibu Sofyan menyampaikan kesannya. Ia juga berkata bahwa Master Cheng Yen berpesan agar menjaga Sofyan baik-baik.

Selama ini Sofyan dikenal sebagai anak yang tabah. Meskipun menderita sakit yang membuatnya harus kehilangan banyak hal yang menyenangkan, sangat jarang ia menangis. “Kemaren cerita dari (relawan) Taiwan, katanya dia ga pernah keluar air mata, cuma waktu mau pulang aja dia terharu, dia nangis. (Sementara) selama sakit itu dia ga pernah nangis, ga pernah ngeluh. Tabah... tabah banget,” kata Lulu. Pada saat kami menjemput, Sofyan memang sedikit pun tidak menampakkan kesedihan ataupun kesakitan. Beberapa kali ia mengusap mata kanannya yang mengeluarkan air mata karena penyakit telah mengganggu fungsi kelenjar air matanya. Sewaktu saya bertanya adakah sesuatu yang dibawanya dari Taiwan, ia menjawab cepat dan singkat, “Ada, gelang dari Master (Cheng Yen).” Senyum lebar sekali lagi merekah di bibirnya.

 

Artikel Terkait

Berbagi Ilmu kepada Para Penyandang Tunanetra Melalui Kanal YouTube

Berbagi Ilmu kepada Para Penyandang Tunanetra Melalui Kanal YouTube

19 Agustus 2021

Masih ingat Sofyan Sukmana yang pernah dibantu Tzu Chi menjalani operasi pengangkatan tumor mata di Taiwan pada tahun 2004, 2006, 2008, dan 2015? Sofyan kini menjadi pengajar ilmu komputer dan internet bagi para penyandang tunanetra.

Sofyan yang Terus Memacu Diri

Sofyan yang Terus Memacu Diri

06 September 2022

Sofyan Sukmana terus mengembangkan diri. Di tahun 2021 lalu, ia menerima dua buah penghargaan juara 1 dari Permata Bank dan Astra Grup. Di tahun 2022 ini, Sofyan kembali menerima penghargaan terbaik yang kali ini diberikan oleh Maybank Foundation dalam Program RISE dengan kategori Sustainability Quality Education.

Welcome Home, Sofyan!

Welcome Home, Sofyan!

23 April 2008

April 2004, untuk pertama kalinya Sofyan berangkat ke Taiwan, dengan ditemani ayahnya. Di sana ia menjalani operasi selama 23 jam untuk mengangkat tumor dan mengembalikan bentuk wajahnya. Lima bulan kemudian ia kembali dengan jauh lebih sehat dan membawa sejumlah cerita tentang kehangatan para relawan Tzu Chi di Taiwan.

Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -