Wisata Pendidikan Karakter di Tzu Chi (Bag. 1)

Jurnalis : Teddy Lianto, Fotografer : Agus D (He Qi Barat), Mettasari (He Qi Utara), Teddy Lianto, Sukianto (He Qi Utara))
 
 

foto
Johar Djaja yang menerima sandwich dari putrinya, Wenilia merasa gembira karena dengan ikut Tzu Shao Camp ini putrinya dapat lebih memahami Tzu Chi dan lebih akrab dengan dirinya.

Setiap orang pada dasarnya memiliki hakikat yang murni dan taat peraturan. Akan tetapi, karena di kemudian hari terlena dan mulai bertindak semaunya, manusia berbuat sekenanya tanpa  memedulikan apapun. Dengan demikian, kita akan berjalan semakin menyimpang. Jadi, bagaimana kita mendidik mereka kembali ke arah yang benar, terlebih lagi kepada anak kecil dan anak muda, kita harus menjaga kepolosan dan keluguan mereka.

kita juga dapat melihat laporan media massa tentang kehidupan sekelompok anak muda zaman sekarang. Di negara maju seperti Eropa dan Amerika Utara, banyak anak muda yang tidak bekerja, tidak berkeluarga, dan terus bergantung hidup pada orang tuanya. Banyak sekali. Inilah yang disebut “generasi gagal”. Di Kanada, ada pula sekelompok anak muda yang disebut “NEETs”, yaitu orang-orang yang tidak bekerja, tidak bersekolah, dan tidak mengikuti pelatihan untuk mempelajari suatu keterampilan. Melihat berita seperti itu, saya sungguh merasa khawatir.

Menjaga Nilai-nilai Kehidupan
Lingkungan yang baik membawa pengaruh yang baik bagi anak-anak. Kepolosan hati seorang anak juga dapat menginspirasi orang tuanya, seperti halnya yang dilakukan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Pada tanggal 10–11 November 2012, diadakan acara Tzu Shao Camp yang diikuti oleh hampir 150 orang murid dari berbagai sekolah. Kegiatan ini bertujuan untuk meneruskan nilai-nilai etika dan sopan santun yang telah mulai luntur dalam masyarakat kepada anak-anak penerus bangsa.

foto  foto

Keterangan :

  • Para murid mencatat setiap materi yang diberikan oleh pembicara untuk sebagai catatan yang dapat dibaca dan dipelajari kembali (kiri).
  • Dalam Tzu Shao Camp ini anak-anak dilatih untuk mandiri. Mereka diajak untuk bertanggung jawab atas diri, barang-barang, dan rumah mereka (kanan).

Kegiatan ini juga diadakan agar para murid bisa memahami cinta kasih orang tua mereka serta cara mengungkapkan rasa terima kasih terhadap orang tua mereka. Ini merupakan pendidikan yang baik dan pendidikan yang sangat nyata. Tidak hanya melalui ucapan saja, tetapi anak-anak dibimbing untuk mempraktikkannya agar mereka mengetahui bahwa cinta kasih harus dimulai dari diri sendiri.

Pada hari pertama, para murid diajak untuk mengenal ruangan-ruangan yang ada di Aula Jing Si, seperti lorong poster, exhibition Hall, ruang auditorium, dan lainnya. Pengenalan ini dirasa perlu mengingat mereka juga merupakan bagian dari keluarga besar Tzu Chi, sehingga ketika mereka dewasa nanti mereka akan dapat memberikan informasi yang benar mengenai Aula Jing Si dan Tzu Chi kepada orang tua dan teman-teman mereka di sekolah. Selain pengenalan, para murid dibagi menjadi beberapa kelompok untuk bermain beberapa permainan di lima titik yang berbeda. Setiap kali berhasil memenangkan satu permainan, mereka akan mendapatkan stiker Tzu Chi lalu mereka akan mencari spot permainan berikutnya hingga siapa yang mendapat stiker Tzu Chi paling banyak itulah yang menang. Keceriaan dan kegembiraan terlihat dari gelak tawa anak-anak yang hanyut dalam setiap permainan.

foto  foto

Keterangan :

  • Qi Ying, koordinator acara Tzu Shao Camp ini mulai memberikan materi prosesi pradaksina dan meditasi yang benar pada para murid (kiri).
  • Pada sesi sharing Sutra Bakti Seorang Anak, Johar Djaja menceritakan kisah sedih dalam keluarganya kepada para murid Tzu Shao Camp dengan harapan mereka dapat lebih menghargai segala berkat yang telah dilimpahkan orang tua kepada mereka (kanan).

Setelah asyik bermain, para murid kembali ke ruang kelas untuk belajar etika bersyukur (Gan En), Menghormati ( Zhung Zong), dan Ai ( cinta kasih). Etika ini diajarkan karena ketiga hal ini saling berkaitan dan merupakan sebuah pendidikan dasar dalam berkehidupan di masyarakat umum. Dengan bersyukur, kita dapat belajar untuk merendahkan hati dan melihat kelebihan orang lain. Dengan melihat kelebihan yang dimiliki setiap orang, otomatis kita akan timbul rasa hormat, dan dari rasa hormat ini akan timbul rasa menyayangi. Itulah yang ingin diberikan pada anak-anak ini.

Selain pendidikan etika, para relawan Tzu Chi juga ingin  memberikan pelajaran tatakrama dalam bersikap. Seperti ketika makan, anak-anak dilarang berbicara dan begitu selesai makan, anak-anak harus mencuci peralatan makan sendiri. Dalam berjalan, para anak-anak diajarkan untuk mengenal budaya mengantri dan berbaris rapi. Ketika duduk, para murid dilatih untuk duduk dengan sikap sempurna dan tidak menyilangkan kaki. Kesemuanya adalah nilai-nilai moral yang kini mulai luntur di masyarakat. Dalam kegiatan ini, relawan Tzu Chi bermaksud mengajarkan kembali nilai-nilai positif ini, sehingga budaya positif ini dapat membangun para generasi muda menjadi generasi yang smart dan berbudaya humanis.

Anak yang Berbakti Adalah Anak yang Paling Beruntung
Dalam kegiatan ini juga diberikan sharing-sharing menyentuh, seperti misalnya sharing dari Johar Djaja mengenai tragedi yang melanda keluarganya beberapa waktu lalu. Keluarga Johar yang dulunya lengkap kini berkurang satu. Istri yang ia cintai kini telah tiada. Anak-anaknya kini hanya memiliki seorang ayah untuk berbagi suka dan duka. Johar meminta anak-anak untuk mengenang kembali kebahagiaan apa saja yang telah diberikan orang tua kepada mereka dan apakah mereka pernah mengucapkan kata “terima kasih” kepada orang tua mereka. Mendengar sharing tersebut, seluruh anak langsung berurai air mata, mereka merasa jika apa yang mereka terima telah begitu banyak, tetapi tidak satu pun dari mereka pernah mengucapkan terima kasih atas barang yang telah susah payah orang tua belikan. Oleh karena itu, Johar pun  mengimbau, begitu ketemu orang tua esok hari peluklah mereka – orang tua- dengan erat dan ucapkan: “Papa Mama, I love you”. “Ucapan yang sangat sederhana, tetapi penuh makna bagi para orang tua,” terang Johar. Menjelang malam, acara Tzu Shao Camp akan berakhir, para murid satu per satu mulai berbaris menuju lantai 6 Aula Jing Si untuk tidur malam.

  
 

Artikel Terkait

Menumbuhkan Tunas saat Bencana Melanda

Menumbuhkan Tunas saat Bencana Melanda

10 Agustus 2015

Kamp Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi yang merupakan kali ketiganya digelar ini mengusung tema “Menebar Cinta Kasih, Memupuk Kebijaksanaan” pada 8 dan 9 Agustus 2015 di Ciawi, Bogor. Acara ini dihadiri oleh 97 relawan Tzu Chi dari Jakarta, Medan, Bandung, Makassar, Lampung, Tangerang, dan Manado.

Perhatian yang Tulus bagi Para Lansia di Kampung Besiq

Perhatian yang Tulus bagi Para Lansia di Kampung Besiq

07 Februari 2024

Pemeriksaan kesehatan dan penyerahan bantuan sembako diberikan relawan Tzu Chi di Xie Li Kutai Barat pada 84 lansia yang tinggal di Kampung Besiq, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Vegetarian Meningkatkan Kecerdasan Otak

Vegetarian Meningkatkan Kecerdasan Otak

15 Agustus 2023

Tidak diragukan pengetahuan tentang gizi sangat berkaitan erat dengan kesehatan, oleh sebab itu Tzu Chi Batam kembali mengundang dr. Brain Gantoro M. Gizi SpGK pada Gathering Gan En Hu.

Bila kita selalu berbaik hati, maka setiap hari adalah hari yang baik.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -