Workshop Fotografi Humanis 2013
Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara), Metta Wulandari
|
| ||
Bertempat di Xi She Hall, Lt. 1 Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, workshop yang dimulai dari jam 8.30 pagi ini berlangsung menarik dan interaktif. Agus Susanto sebagai satu-satunya narasumber menjelaskan bahwa untuk menghasilkan foto yang humanis sebenarnya tidak diperlukan waktu yang lama. Setidaknya membutuhkan waktu 30 detik untuk membingkainya di lensa kamera. Namun momen dalam 30 detik tersebut bisa saja tidak muncul berulang kali bahkan bisa saja hanya sekejap. Dari sini dibutuhkan kesabaran, insting yang kuat dan juga tentunya momen yang tepat. Agus juga menambahkan bahwa riset menjadi hal penting yang bisa dilakukan sebelum terjun ke lapangan. “Selain kesabaran dan insting, kita harus melakukan riset terlebih dahulu sehingga kita bisa tahu apa yang akan kita foto dan yang paling penting adalah apa yang pertama kali kita lakukan saat berada di lapangan,” ujar Agus. Agus juga mengajak para peserta untuk tetap menjaga validitas dari foto atau artikel yang dihasilkan, jangan sampai memberitakan hal yang kurang benar. Seperti yang selalu menjadi pegangan semua relawan bahwa aspek penting dalam menghasilkan karya (foto atau artikel) budaya humanis Tzu Chi adalah Zhen (benar), Shan (bajik), dan Mei (indah). “Selain foto, kita harus bisa secara kontinuitas mengabarkan peristiwa. Misalnya saja hari pertama kita meliput kondisi para korban, kemudian hari kedua meliput bantuan yang datang, hari ketiga bisa saja meliput relawan memberikan perhatian, dan seterusnya. Sehingga cerita tidak melulu mengenai penderitaan namun ada kelanjutannya dan bisa menggugah orang lain,” jelasnya. Menilai komunitas dalam 3 in 1 yang sebagian besar adalah relawan, Agus merasa hal ini sangat indah. Karena menurutnya menjadi relawan sudah memberikan nilai plus bagi seseorang tersebut, apalagi jika dia bersedia meluangkan waktu untuk mendokumentasikan kegiatan Tzu Chi. Dengan sumbangsih relawan yang begitu besar, Agus pun berpesan agar relawan tetap berkarya, mendokumentasikan setiap kegiatan Tzu Chi. “Dokumentasikanlah yang terbaik, ambillah momen yang benar-benar berbudaya humanis sehingga misi yang diusung bisa sampai ke masyarakat.” Agus juga merasa salut terhadap apa yang dilakukan oleh Tzu Chi yang bisa melawan arus kekeruhan. “Di antara lingkungan Jakarta yang sangat kompleks ini ada sebuah komunitas seperti ini sebenarnya sangat menyejukkan,” tutupnya.
Keterangan :
Mensyukuri Berkah Dari hobinya memotret, ia kemudian menjadi fungsional relawan 3 in 1 di Hu Ai Angke. Sebagai fungsional, Ia ingin sekali memberikan semangat pada relawan-relawan untuk menjadi mata dan telinga Master Cheng Yen, mencatat sejarah Tzu Chi. Dari sanalah, ia mengajak relawan untuk ikut berpartisipasi dalam Lomba Foto Aula Jing Si, 25 September 2013 lalu. “Tidak mungkin mereka ikut kalau saya tidak ikut. Saya ingin memberikan contoh yang baik untuk mereka,” ujarnya. Ia juga menilai bahwa 3 in 1 adalah bagian yang sangat penting, karena melalui 3 in 1 sejarah dapat direkam dan melalui 3 in 1 pula orang-orang dapat terinspirasi. “Kita bisa memotivasi mereka yang melihat, membaca karya kita. Sehingga dengan adanya 3 in 1, orang lain bisa lebih aware pada hal-hal humanis yang terjadi di sekelilingnya. Semoga barisan relawan 3in1 akan semakin panjang,” harapnya.
Keterangan :
Berbeda dengan Aris Widjaja, Eka Sugiri, staff Building Management Yayasan Buddha Tzu Chi yang juga memenangkan juara 1 kategori Non SLR mengungkapkan bahwa gedung Aula Jing Si dibangun bukan hanya sekedar dibangun, melainkan ada tujuan-tujuannya. “Banyak aspek yang ada di Aula Jing Si, budaya humanis dan pendidikan juga sangat menonjol,” ungkapnya. Ia juga merasa bahagia dan tidak menyangka bahwa fotonya bisa menjadi juara. Ditanya mengenai tekadnya untuk ikut menjadi relawan 3 in 1, Eka mengungkapkan, “Semua orang yang mempelajari Tzu Chi pasti memiliki tekad yang menunggu untuk dibangkitkan dan dibutuhkan kerelaan hati untuk ikut ke dalamnya,” ujar Eka. Bodhisatwa Pencatat Sejarah Tzu Chi Begitu besarnya harapan Master Cheng Yen terhadap relawan 3 in 1 untuk mengabadikan sejarah guna generasi masa depan. Harapan yang amat mendasar ini sebaiknya bukan menjadi beban melainkan harus menjadikan suatu cambuk penyemangat. Sehingga kita sebagai relawan 3 in 1 dapat mengemban misi sebagai Bodhisatwa pencatat sejarah dan dapat menjadi mata serta telinga Master Cheng Yen. | |||
Artikel Terkait
Membangkitkan Hati Welas Asih
14 Februari 2012 Pada tanggal 12 Februari 2012, pukul 10.00, para mahasiswa Universitas Tzu Chi berkunjung ke Pesantren AL-Ashriyyah Nurul Iman, Parung. Mengapa ke Pesantren? Karena di tempat ini telah tiga tahun lamanya, terjalin pertukaran budaya antara relawan Tzu Chi dengan para santri di sana berjalan.Paket Sembako Cinta Kasih Tzu Chi Bagi Warga Baleendah
27 Desember 2016Paket Makanan Bagi Warga yang Tengah Menjalani Isolasi Mandiri
29 Juli 2021Relawan Tzu Chi Bandung membagikan bantuan sebagai ungkapan kepedulian bagi warga terpapar Covid-19 di wilayah Bandung. Bantuan yang diberikan berupa nasi kotak untuk warga yang tengah menjalani isolasi mandiri.