Workshop Fotografi Humanis 2013

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Stephen Ang (He Qi Utara), Metta Wulandari
 

foto
ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei memberikan hadiah kepada para pemenang Lomba Foto Aula Jing Si pada Minggu, 27 Oktober 2013 lalu.

Rangkaian kegiatan Lomba Foto Aula Jing Si akhirnya telah usai setelah diumumkan nama-nama pemenang pada Minggu, 27 Oktober 2013 kemarin. Pengumuman pemenang ini dilangsungkan dalam acara Workshop Fotografi Humanis yang juga merupakan acara yang disiapkan secara khusus bagi para peserta guna belajar bersama mengenai Fotografi Humanis. Dihadiri oleh seorang fotografer KOMPAS bernama Agus Susanto, workshop ini ternyata disambut dengan apresiasi yang memuaskan oleh para peserta, terbukti dengan hadirnya 90 peserta yang ikut andil dalam kegiatan ini.

Bertempat di Xi She Hall, Lt. 1 Aula Jing Si, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, workshop yang dimulai dari jam 8.30 pagi ini berlangsung menarik dan interaktif. Agus Susanto sebagai satu-satunya narasumber menjelaskan bahwa untuk menghasilkan foto yang humanis sebenarnya tidak diperlukan waktu yang lama. Setidaknya membutuhkan waktu 30 detik untuk membingkainya di lensa kamera. Namun momen dalam 30 detik tersebut bisa saja tidak muncul berulang kali bahkan bisa saja hanya sekejap. Dari sini dibutuhkan kesabaran, insting yang kuat dan juga tentunya momen yang tepat. Agus juga menambahkan bahwa riset menjadi hal penting yang bisa dilakukan sebelum terjun ke lapangan. “Selain kesabaran dan insting, kita harus melakukan riset terlebih dahulu sehingga kita bisa tahu apa yang akan kita foto dan yang paling penting adalah apa yang pertama kali kita lakukan saat berada di lapangan,” ujar Agus.

Agus juga mengajak para peserta untuk tetap menjaga validitas dari foto atau artikel yang dihasilkan, jangan sampai memberitakan hal yang kurang benar. Seperti yang selalu menjadi pegangan semua relawan bahwa aspek penting dalam menghasilkan karya (foto atau artikel) budaya humanis Tzu Chi adalah Zhen (benar), Shan (bajik), dan Mei (indah). “Selain foto, kita harus bisa secara kontinuitas mengabarkan peristiwa. Misalnya saja hari pertama kita meliput kondisi para korban, kemudian hari kedua meliput bantuan yang datang, hari ketiga bisa saja meliput relawan memberikan perhatian, dan seterusnya. Sehingga cerita tidak melulu mengenai penderitaan namun ada kelanjutannya dan bisa menggugah orang lain,” jelasnya.

Menilai komunitas dalam 3 in 1 yang sebagian besar adalah relawan, Agus merasa hal ini sangat indah. Karena menurutnya menjadi relawan sudah memberikan nilai plus bagi seseorang tersebut, apalagi jika dia bersedia meluangkan waktu untuk mendokumentasikan kegiatan Tzu Chi. Dengan sumbangsih relawan yang begitu besar, Agus pun berpesan agar relawan tetap berkarya, mendokumentasikan setiap kegiatan Tzu Chi. “Dokumentasikanlah yang terbaik, ambillah momen yang benar-benar berbudaya humanis sehingga misi yang diusung bisa sampai ke masyarakat.” Agus juga merasa salut terhadap apa yang dilakukan oleh Tzu Chi yang bisa melawan arus kekeruhan. “Di antara lingkungan Jakarta yang sangat kompleks ini ada sebuah komunitas seperti ini sebenarnya sangat menyejukkan,” tutupnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Menutup rangkaian kegiatan lomba foto, panitia mengadakan kegiatan workshop untuk bersama-sama belajar mengenai fotografi humanis dengan mengundang Agus Susanto (fotografer KOMPAS) sebagai narasumber (kiri).
  • Kegitan ini berlangsung menarik dan interaktif (kanan).

Mensyukuri Berkah
“Menjadi relawan 3 in 1 sebenarnya kita dituntut untuk jeli melihat peristiwa dalam sebuah kegiatan. Menjadi relawan 3 in 1 bisa dibilang kita dapat langsung merasakan dan melihat apa yang kita liput karena kita turun langsung untuk berinteraksi. Tentunya dari apa yang kita liput, itu bisa menyentuh perasaan kita dan sekaligus menumbuhkan rasa syukur,” ujar Aris Widjaja Shixiong, relawan 3 in 1 He Qi Utara yang memenangkan juara 1 kategori SLR.

Dari hobinya memotret, ia kemudian menjadi fungsional relawan 3 in 1 di Hu Ai Angke. Sebagai fungsional, Ia ingin sekali memberikan semangat pada relawan-relawan untuk menjadi mata dan telinga Master Cheng Yen, mencatat sejarah Tzu Chi. Dari sanalah, ia mengajak relawan untuk ikut berpartisipasi dalam Lomba Foto Aula Jing Si, 25 September 2013 lalu. “Tidak mungkin mereka ikut kalau saya tidak ikut. Saya ingin memberikan contoh yang baik untuk mereka,” ujarnya.

Ia juga menilai bahwa 3 in 1 adalah bagian yang sangat penting, karena melalui 3 in 1 sejarah dapat direkam dan melalui 3 in 1 pula orang-orang dapat terinspirasi. “Kita bisa memotivasi mereka yang melihat, membaca karya kita. Sehingga dengan adanya 3 in 1, orang lain bisa lebih aware pada hal-hal humanis yang terjadi di sekelilingnya. Semoga barisan relawan 3in1 akan semakin panjang,” harapnya.

foto  foto

Keterangan :

  • Antusiasme para peserta begitu terlihat dengan hadirnya 90 peserta yang terdiri dari relawan dan masyarakat umum (kiri).
  • Seluruh pemenang lomba foto berfoto bersama dengan Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Liu Su Mei, dan Agus Rujanto, Relawan Pembina 3 in 1 (kanan).

Berbeda dengan Aris Widjaja, Eka Sugiri, staff Building Management Yayasan Buddha Tzu Chi yang juga memenangkan juara 1 kategori Non SLR mengungkapkan bahwa gedung Aula Jing Si dibangun bukan hanya sekedar dibangun, melainkan ada tujuan-tujuannya. “Banyak aspek yang ada di Aula  Jing Si, budaya humanis dan pendidikan juga sangat menonjol,” ungkapnya. Ia juga merasa bahagia dan tidak menyangka bahwa fotonya bisa menjadi juara. Ditanya mengenai tekadnya untuk ikut menjadi relawan 3 in 1, Eka mengungkapkan, “Semua orang yang mempelajari Tzu Chi pasti memiliki tekad yang menunggu untuk dibangkitkan dan dibutuhkan kerelaan hati untuk ikut ke dalamnya,” ujar Eka.

Bodhisatwa Pencatat Sejarah Tzu Chi
Master Cheng Yen dalam salah satu ceramahnya mengatakan, “Kita harus memanfaatkan kehidupan ini untuk menjadi saksi sejarah zaman sekarang, menulis sejarah bagi umat manusia, serta mengukir sejarah bagi Tzu Chi. Rasa syukur saya sungguh tak habis diungkapkan dengan kata-kata. Karena ada relawan dokumentasi, maka kita bisa melihat gambaran Bodhisatwa di dunia. Selama sesuatu itu baik, maka lakukan saja.”

Begitu besarnya harapan Master Cheng Yen terhadap relawan 3 in 1 untuk mengabadikan sejarah guna generasi masa depan. Harapan yang amat mendasar ini sebaiknya bukan menjadi beban melainkan harus menjadikan suatu cambuk penyemangat. Sehingga kita sebagai relawan 3 in 1 dapat mengemban misi sebagai Bodhisatwa pencatat sejarah dan dapat menjadi mata serta telinga Master Cheng Yen.

  
 

Artikel Terkait

Pesan Sarat Cinta Kasih

Pesan Sarat Cinta Kasih

12 Januari 2016 Relawan Tzu Chi membagikan keceriaan Natal pada 12 Desember 2015 silam kepada para siswa/i di tiga sekolah dasar di Sorong. Selain memberikan bingkisan Natal, insan Tzu Chi juga mengajak para siswa/i mendalami peragaan isyarat tangan yang sarat budaya humanis Tzu Chi.
Belajar Menata Berkesinambungan

Belajar Menata Berkesinambungan

11 November 2016
Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat ini diresmikan pada 25 Agustus 2003 yang menampung warga yang terkena normalisasi Kali Angke oleh Pemda DKI Jakarta pada tahun 2002. Setelah 13 tahun lebih, banyak kemajuan dan perubahan hidup warganya, khususnya dalam bidang pendidikan.
Tzu Chi yang Menginspirasi

Tzu Chi yang Menginspirasi

13 April 2016
Minggu, 10 April 2016 Yayasan Buddha Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan pelatihan relawan baru. Relawan Tzu Chi di Tanjung Batu memiliki semangat yang luar biasa. Karena Tanjung Batu merupakan pulau tersendiri dan relawan harus naik kapal terlebih dahulu untuk bisa datang ke Tanjung Balai Karimun. Kegiatan ini diikuti oleh 140 relawan.
Saat membantu orang lain, yang paling banyak memperoleh keuntungan abadi adalah diri kita sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -