Wujud Bakti kepada Orang Tua

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Pusat), Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Pusat)


Widayati Pemberton (baju hitam) berbagi pengalaman kepada peserta Kamp Karyawan RSCK Tzu Chi lainnya dalam kelas Tea Ceremony (Meracik Teh).

Tahun 2008 silam, suami dari Widayati Pemberton (51), diharuskan pindah kerja ke Jakarta. Sehingga Wida, panggilan akrabnya, memutuskan ikut suami bersama anak perempuan pindah dari kota Solo, Jawa Tengah ke Jakarta. Kesehariannya, Wida hanya mengantar anak ke sekolah maupun menemani anak belajar.

Wida mendengar kata ‘Tzu Chi’ dari ibu teman anak Wida pada tahun 2010 silam. Ketika itu, Wida masih belum berjodoh dalam barisan Tzu Chi. “Biasanya di sekolah anak, ada pertemuan mami dari anak-anak. Ada seorang mami membicarakan tentang Tzu Chi,” kata Widayati.

Pada September 2011 silam, Wida seorang diri, tanpa ditemani suami dan anak harus pulang ke Yogyakarta, untuk merawat ibunya, mulai dari sakit hingga ibunya meninggal dunia selama enam bulan lamanya. Ketika ibunda Widayati Pemberton meninggal dunia, kerinduan Widayati Pemberton pada Jakarta, Wida bersama kakaknya, berangkat ke Jakarta pada akhir tahun 2013. Inilah titik awal Wida harus berjuang hidup terpisah dengan suami dan anak. Mereka pindah ke Pekanbaru karena mendapat pekerjaan baru di sana. Wida mulai mencari pekerjaan, juga mengambil kursus bahasa Inggris.


Wida saat tengah memainkan games Filling the Star. Sekitar 124 karyawan RSCK Tzu Chi mengikuti kamp yang digelar di Aula Jing Si Tzu Chi Center, Jakarta. Mulai dari dokter, perawat, bidan, analis laboratorium, manajer, staf, hingga customer service.

“Ketika merawat ibu saya yang sedang sakit, saya selalu berpikir saya belum maksimal berbakti kepada orang tua. Apa yang bisa saya berikan kepada orang tua?” kata Wida.

Pikiran selalu mengingatkannya tentang Tzu Chi membuatnya mulai mencari tahu tentang Tzu Chi melalui website. Dari hasil searching itu, Wida mulai tergugah untuk menjadi bagian dari Tzu Chi.

“Setelah membaca persyaratan menjadi relawan, saya mengirimkan email tentang keinginan mau menjadi relawan. Christine, relawan Tzu Chi merespon baik email saya. Setiap ada kegiatan, saya selalu mendapat berita kegiatan melalui sms (pesan singkat),” ucap Wida, yang kini menjadi relawan Tzu Chi di Komunitas He Qi Barat 1. Inilah titik awal jalinan jodoh Wida dengan Tzu Chi pada 2014 lalu. Ia pun ikut sosialisasi pengenalan Tzu Chi.


Pada Kelas Merangkai Bunga, peserta kamp diajak belajar tentang bersyukur dan menghargai.

“Waktu itu saya belum kerja. Saat ditanya tentang minat kegiatan Tzu Chi, waktu luang kapan?” cerita Wida.

Melalui Camelia, salah satu insan Tzu Chi Komunitas He Qi Barat, memperkenalkan Wida kepada Asien, relawan Tzu Chi, juga salah satu karyawan Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi. Hampir setiap hari Wida bersumbangsih di RSCK Cengkareng sebagai pemerhati rumah sakit. Pertama kali Wida ditempatkan di ruang rawat inap. Di ruang ini, Wida membantu melipat kain kasa di lantai 2 RSCK.

“Saya juga diarahkan ke poli anak untuk membantu perawat, seperti menimbang bayi atau anak kecil yang mau divaksin ataupun pasien yang hanya datang periksa, mengukur suhu bayi. Juga membantu uap pasien terutama untuk bayi ataupun anak layaknya seperti anak sendiri, keluarga sendiri,” ujar Wida.

Bila masih ada waktu luang, saat tidak ada pasien, biasanya Wida selalu minta izin ke dokter maupun perawat agar bisa masuk ke ruang poli anak.


Para peserta kamp belajar mempraktikkan isyarat tangan lagu ‘Xin Fu De Lian (Wajah yang Bahagia).

“Walau hanya 30 menit, saya ajak ngomong dengan pasien maupun orangtua pasien. Kebanyakan pasien yang akan melakukan operasi (bedah), walau hanya operasi kecil, mereka selalu memiliki pikiran (perasaan) negatif, mungkin belum pernah menjalani operasi. Di sinilah, saya memotivasi mereka, memberi semangat agar tidak down ataupun takut. Mereka sangat senang,” ungkap Wida sangat bersyukur masih diberikan kesehatan. Wida belajar memberikan rasa bahagia, rasa syukur dengan cara memotivasi pasien.

Karena sering berkomunikasi dan kontak dengan orangtua bayi maupun pasien lainnya, menimbulkan rasa empati dalam diri Wida. “Kadang pasien mengeluh, kadang pasien kurang nyaman berkomunikasi dengan anggota keluarganya tentang apa yang dirasakan, namun mereka mau berbagi cerita dengan saya. Selesai mereka menjalani operasi, pasien senang, hingga kadang mereka menganggap saya adalah seorang dokter,” tambah Wida turut senang melihat pasien kembali tersenyum. Pasien akan cepat sembuh bila mereka tidak memikirkan penyakitnya selesai operasi.

Pada 1 Mei 2015, Wida mendapat panggilan kerja di bagian pendaftaran pasien datang, di bawah bimbingan Ashien, Kepala Unit Pendaftaran. Awal interview oleh Oey Hoei Leng, dan Ashien. Kegiatan melipat kain kasa masih tetap dilakukan Wida walau sudah tidak di bagian rawat inap. Atas izin dokter, Wida selalu diperbolehkan untuk membawa pulang kain kasa itu untuk dilipat, dan keesokkan harinya ia akan membawa kain kasa yang sudah dilipat ke poli bedah maupun poli lain.


Seorang pemimpin yang baik harus bisa menerima pendapat orang lain untuk mencapai suatu tujuan dalam permainan ‘Komunikasi dan Kerjasama’.

“Inilah salah satu wujud kontribusi saya kepada RSCK. Saya menjalaninya dengan tulus dan hati gembira. Setiap hari harus menebarkan benih kebajikan. Kebahagiaan harus diciptakan dari diri sendiri, tidak terpengaruhi oleh situasi sulit ataupun kondisi luar,” cerita Wida, juga sebagai wujud bakti bagi orangtuanya yang sudah tiada.

Berselang beberapa waktu, Wida ditempatkan ke bagian operator, penerima telepon dari luar. Seperti pendaftaran pasien melalui telepon, juga mengurus pasien waiting list yang akan menjalankan operasi, maupun pasien appointment (perjanjian) untuk check up.

“Saya selalu menyesuaikan jadwal kerja, menyempatkan diri melakukan kunjungan ke pasien di ruang poli anak,” ungkap Wida yang sering ikut kegiatan Xun Fa Xiang yang diadakan relawan di Komunitas He Qi Barat 1. Dari Xun Fa Xiang, Wida belajar menghadapi kehidupan ini, belajar bijaksana, melatih kesabaran dalam menghadapi orang ataupun pasien penuh emosi dengan hati tenang, serta mengaplikasikan Xun Fa Xiang dalam kehidupan sehari-hari.

“Untuk memperkaya pemahaman Dharma, supaya dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih bijaksana menghadapi orang,” imbuh Wida.

Pada Sabtu, 28-29 April 2018, RSCK mengadakan Kamp RSCK gelombang 1 di Xi She Ting (lantai 1), Tzu Chi Center, Jakarta, dengan peserta adalah para karyawan RSCK.

“Setiap kali mengikuti training yang diadakan Tzu Chi, banyak pembelajaran yang didapat,” tutur Wida.

Di kamp ini Wida juga belajar untuk lebih bersabar. “Di sesi merangkai bunga, perlu ketenangan, kesabaran dan konsentrasi. Bagaimana memposisikan bunga dan daun? Harus memperhatikan ukuran bunga dan daun tidak boleh sama panjang agar tercipta bunga yang indah,” tutup Wida dengan senang.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Wujud Bakti kepada Orang Tua

Wujud Bakti kepada Orang Tua

03 Mei 2018
Widayati adalah salah seorang karyawan RSCK sekaligus relawan Tzu Chi yang begitu semangat dalam bersumbangsih.  Saat ini di RSCK, ia ditempatkan di bagian operator, penerima telepon, seperti pendaftaran pasien melalui telepon, juga mengurus pasien waiting list yang akan menjalankan operasi, maupun pasien appointment (perjanjian) untuk check up
Memiliki sepasang tangan yang sehat, tetapi tidak mau berusaha, sama saja seperti orang yang tidak memiliki tangan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -