Wujud Cinta Kasih Bodhisatwa Cilik Pada Orang Tua
Jurnalis : Tony Honkley (Tzu Chi Medan), Fotografer : Yanny (Tzu Chi Medan)
Kasih
ibu sepanjang masa dan kasih anak sepanjang galah. Begitulah ungkapan yang
melukiskan perbandingan cinta kasih yang diberikan dari ibu pada anak dan sebaliknya. Jasa dan
pengorbanan ibu yang besar tentu saja tidak pernah dapat terbalas oleh anak.
Betapa tingginya kedudukan seorang ibu hingga bulan Mei dijadikan bulan yang sangat istimewa bagi relawan Tzu Chi karena memperingati 3 hari besar sekaligus yakni Hari Waisak, hari Ibu Internasional, dan hari Tzu Chi sedunia.
Kebahagiaan bercampur haru terlihat jelas dari wajah anak dan orang tua yang hadir. Suasana penuh cinta kasih ini diharapkan menjadi momen yang akan membekas di benak dan hati para Bodhisatwa cilik. Walau dengan hal yang sederhana, Bodhisatwa cilik diajarkan untuk mempraktikkan langsung kepada orang tua mereka wujud menghormati dan berbakti kepada kedua orang tua. Bodhisatwa cilik juga menghadiahkan gambar yang mereka lukis sebelumnya dan memberikan pesan mencintai Papa dan Mama di dalam gambar tersebut.
Di akhir acara, Bodhisatwa cilik berlutut di hadapan orang tua mereka sembari memberikan segelas teh dan berkata, "Papa, Mama, saya mohon maaf atas segala yang telah saya perbuat selama ini yang membuat kalian marah. Saya berjanji tidak membuat kalian marah lagi dan menjadi anak yang baik dan berbakti. Papa, Mama, wo ai ni (Saya menyayangi kalian)!" Pelukan yang hangat serta ciuman dari para Bodhisatwa cilik membuat orang tua merasakan kehangatan cinta kasih dari sebuah keluarga. Acara sederhana namun sarat makna ini diharapkan dapat menebar inspirasi kebaikan kepada siapa saja yang hadir saat itu, tidak hanya pada generasi muda berbudaya humanis, tapi juga menjadi pelajaran bagi para relawan.
Berbakti kepada orang tua adalah karakter
yang wajib ditanamkan sejak dini pada murid–murid kelas kata perenungan Master Cheng Yen. Karenanya mereka juga mengadakan peringatan hari ibu. "Hari ini adalah hari wujud cinta kasih Bodhisatwa cilik kepada Papa dan Mama tercinta, siapa yg sayang Papa dan Mama?" inilah sepenggal kalimat
yang diucapkan oleh relawan pendidik yang kemudian disambut balasan dari para
Bodhisatwa sambil mengangkat tangan dan
berkata, "Saya…! Saya!" Begitu bersemangatnya murid–murid ini mengikuti acara yang
diadakan pada hari Minggu pagi, 25 Mei 2014 di Depo Pelestarian Lingkungan yang
beralamat di Gang Indah, Medan ini. Sejumlah
24 orang Bodhisatwa cilik ini hadir untuk belajar kata perenungan master.
Para Bodhisatwa cilik dengan penuh kasih sayang membersihkan wajah dan tangan orang tua
mereka dengan menggunakan handuk.
|
Sebelum acara dimulai, para relawan mempersiapkan acara dan sebagian lagi tetap membimbing Bodhisatwa cilik
untuk memasuki kelas dan belajar sebagaimana biasanya. Ketika jam menunjukkan pukul
10, sudah waktunya untuk bersiap menyambut orang tua mereka untuk mengikuti
acara. Antusiasme terlihat pada raut wajah mereka yang begitu bersemangat. Orang tua bergabung dan duduk bersama dengan anak-anak mereka dan mengikuti acara
yang singkat dan sederhana ini. "Hari ini, anak-anak ingin menunjukkan rasa
sayangnya kepada kedua orang tua tercinta. Walaupun mereka masih kecil tapi mereka
ingin berbuat sesuatu kepada bapak dan ibu yg hari ini hadir," ujar Tony
Honkley, relawan Tzu Chi.
Bodhisatwa cilik berdiri di hadapan orang tuanya masing-masing dan menggunakan handuk untuk membersihkan wajah dan tangan orang tua yang hadir sebagai wujud kasih sayang kepada orang tuanya yang telah bersusah payah membesarkan mereka. Tidak hanya sekadar membersihkan, Bodhisatwa cilik ini meresapi makna aksi yang mereka lakukan ini di relung sanubari. Suasana haru pun tercipta saat anak–anak berbudaya humanis ini menyuapkan bubur pada orang tua mereka. Melalui momen ini, anak–anak diajarkan untuk merasakan bagaimana kasih dan kesabaran ibu ketika menyuapi mereka di waktu kecil.
Bodhisatwa cilik berdiri di hadapan orang tuanya masing-masing dan menggunakan handuk untuk membersihkan wajah dan tangan orang tua yang hadir sebagai wujud kasih sayang kepada orang tuanya yang telah bersusah payah membesarkan mereka. Tidak hanya sekadar membersihkan, Bodhisatwa cilik ini meresapi makna aksi yang mereka lakukan ini di relung sanubari. Suasana haru pun tercipta saat anak–anak berbudaya humanis ini menyuapkan bubur pada orang tua mereka. Melalui momen ini, anak–anak diajarkan untuk merasakan bagaimana kasih dan kesabaran ibu ketika menyuapi mereka di waktu kecil.
Mereka juga memberikan gambar hasil karya mereka serta ungkapan rasa sayang melalui gambar itu. |
Kebahagiaan bercampur haru terlihat jelas dari wajah anak dan orang tua yang hadir. Suasana penuh cinta kasih ini diharapkan menjadi momen yang akan membekas di benak dan hati para Bodhisatwa cilik. Walau dengan hal yang sederhana, Bodhisatwa cilik diajarkan untuk mempraktikkan langsung kepada orang tua mereka wujud menghormati dan berbakti kepada kedua orang tua. Bodhisatwa cilik juga menghadiahkan gambar yang mereka lukis sebelumnya dan memberikan pesan mencintai Papa dan Mama di dalam gambar tersebut.
Di akhir acara, Bodhisatwa cilik berlutut di hadapan orang tua mereka sembari memberikan segelas teh dan berkata, "Papa, Mama, saya mohon maaf atas segala yang telah saya perbuat selama ini yang membuat kalian marah. Saya berjanji tidak membuat kalian marah lagi dan menjadi anak yang baik dan berbakti. Papa, Mama, wo ai ni (Saya menyayangi kalian)!" Pelukan yang hangat serta ciuman dari para Bodhisatwa cilik membuat orang tua merasakan kehangatan cinta kasih dari sebuah keluarga. Acara sederhana namun sarat makna ini diharapkan dapat menebar inspirasi kebaikan kepada siapa saja yang hadir saat itu, tidak hanya pada generasi muda berbudaya humanis, tapi juga menjadi pelajaran bagi para relawan.