Wujud Nyata Kasih Sayang
Jurnalis : Yuliati, Fotografer : YuliatiSeminar tentang “Mengejawantahkan Kasih Sayang” ini diisi oleh Hong Tjhin, Wardah Hafidz, Sandyawan Sumardi (kiri ke kanan) yang dimoderatori langsung oleh Jaya Suprana (kanan) pada Kamis, 9 April 2015.
Siang itu, 9 April 2015, Paguyuban Punakawan Pusat Studi Kelirumologi kembali mengadakan kegiatan rutin seminar bersama yang disebut dengan Urun Rembug Kelirumologi. Sebanyak 36 tokoh yang tergabung dalam milis (mailing list) paguyuban punakawan ini menghadiri acara yang digelar di Balairung Jaya Suprana Institute, Mall of Indonesia Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pada kesempatan ini, tema yang diusung “Mengejawantahkan Kasih Sayang” dengan menghadirkan tiga pembicara, Sandyawan Sumardi, Wardah Hafidz, dan Yayasan Buddha Tzu Chi yang dibawakan oleh Hong Tjhin, CEO DAAI TV Indonesia.
Dalam mengejawantahkan kasih sayang, Sandyawan Sumardi berbagi pengalamannya selama lebih dari 10 tahun memberikan pendampingan dan bimbingan kepada warga bantaran Kali Ciliwung. “Kita menggunakan energi dari alam dan manusia hanya menjadi perantara untuk menyampaikan energi positif kepada orang lain,” tutur pria yang juga seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini. Dalam membimbing warga bantaran Kali Ciliwung, Sandyawan menerapkan prinsip melayani sepenuh hati. Ia pun mengajarkan sistem pembelajaran mereka yang besar membimbing yang kecil. “Warga di situ dibimbing oleh orang kampung itu sendiri,” ucapnya, “kebiasaan take and give adalah cara yang efektif dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini saya akan belajar terus menerus.”
Acara ini diikuti 36 tokoh yang tergabung dalam milis Paguyuban Punakawan Pusat Studi Kelirumologi yang digawangi oleh Jaya Suprana.
Frans Magnis Suseno memberikan sharing kesannya terhadap materi yang telah disampaikan oleh pembicara di Balairung Jaya Suprana Institute.
Berbeda dengan Wardah Hafidz dalam berjuang membantu warga pinggiran. Sejak kecil Wardah sudah bersinggungan dengan kemiskinan di daerah kelahirannya, Jombang, Jawa Timur. Ia menceritakan pengalamannya selama ini dalam memperjuangkan kaum miskin. “Kita harus punya kepedulian dan tindakan sosial agar mereka mendapatkan haknya, berubah nasibnya, dan mendapatkan hak mereka,” ucap Wardah. Selama bertahun-tahun ia membantu memperjuangkan kaum miskin untuk memperoleh hak-hak mereka layaknya warga-warga yang lain. Wardah juga memberikan sharing bermacam-macam kisah kemiskinan di berbagai daerah di Indonesia. “Permasalahan di Indonesia seperti kekerasan, kemiskinan, dan lain-lain. Jarak sosial ekonomi makin lebar. Ini harus kita atasi mulai dari pinggiran, dari bawah dengan menghilangkan stigma bahwa kaum miskin itu bodoh, malas, dan sebagainya,” ungkapnya. “Memberikan kepercayaan kepada mereka dan membuat rakyat bisa terorganisasi. Dengan begitu bisa memberikan kontrol dan perubahan (hidup),” tambahnya.
Sementara itu, Hong Tjin memberikan sharing tentang kiprah Tzu Chi dalam misi amal kemanusiaan. “Yayasan (Buddha) Tzu Chi adalah yayasan amal kemanusiaan, kita mencoba bersumbangsih apapun bentuknya,” ujar Hong Tjin. Wujud nyatanya dalam misi amal ini, Tzu Chi mengadakan program bebenah kampung bagi warga tidak mampu. Bagi Tzu Chi, membantu warga tidak mampu tidak hanya dengan materi semata, melainkan dengan membimbing para warga. “Setelah rumahnya dibedah (warga) diberikan celengan bambu, sisihkan uang untuk membantu amal kemanusiaan yang lain. Prinsipnya membantu bukanlah hak orang kaya, tetapi bagi mereka yang tulus ingin bersumbangsih,” ungkapnya. Lebih lanjut Hong Tjin mengatakan bahwa Tzu Chi mengajarkan agar langsung turun ke lapangan jika ingin melakukan kebajikan, dan usai memberikan bantuan relawan juga mengucapkan terima kasih. “Pada waktu kita memberi sebenarnya kitalah yang menerima lebih banyak. Kita belajar bagaimana bersyukur,” pungkasnya.
Salah satu peserta urun rembug, Frans Magnis Suseno memberikan kesan dan dukungan dengan kiprah yang telah para pembicara lakukan untuk memperjuangkan kaum miskin. “Kita perlu orang-orang yang nyata-nyata berbuat sesuatu bagi orang banyak. Saya sangat terkesan dengan mereka,” ujarnya. Selain itu, Jaya Suprana yang menjadi moderator acara ini juga meberikan kesan yang mendalam bagi para tokoh ini. “Monumen kasih sayang adalah monumen terakbar, dan Anda semua adalah perwujudan kasih sayang,” ucap Jaya Suprana disertai riuh tepuk tangan.