Yuk! Berkarya dengan Zhen Shan Mei
Jurnalis : Wismina (Tzu Chi Pekanbaru), Fotografer : Surianto (Tzu Chi Pekanbaru)Peserta sedang melakukan riset dan juga menyiapkan daftar pertanyaan untuk liputan keesokan harinya.
“Zhen Shan Mei” (Benar, Bajik, Indah), tiga kata ini tidak asing di kalangan relawan Tzu Chi. Zhen Shan Mei selain merupakan filosofi misi budaya humanis Tzu Chi juga merupakan sebutan bagi relawan yang mendokumentasikan jejak cinta kasih para bodhisatwa Tzu Chi.
Untuk pertama kalinya Tzu Chi Pekanbaru mengadakan Pelatihan Relawan Zhen Shan Mei di Kantor Tzu Chi Perwakilan Pekanbaru. Pelatihan ini dibawakan langsung oleh Tim Zhen Shan Mei Indonesia yakni Henry Tando, Erli Tan, dan Khusnul Khotimah yang akrab disapa Nungky. Kegiatan pelatihan yang berlangsung selama dua hari dari tanggal 14-15 April 2018 ini diikuti oleh 45 peserta pada hari pertama, dan 40 peserta pada hari kedua. Peserta terdiri dari kalangan usia Tzu Shao sampai Lao Pu Sa. Pelatihan di hari pertama lebih banyak diisi dengan pemaparan teori, sementara pelatihan di hari kedua lebih kepada praktik.
Mengenal Zhen Shan Mei
Para peserta pelatihan sedang latihan praktik di Depo Pelestarian Lingkungan.
“Selama ini saya merasa kegiatan di Tzu Chi Pekanbaru sangat inspiratif,” tutur Nungky saat mengawali materi yang pertama tentang menjadi Zhen Shan Mei Instan. “Untuk keterangan foto, harus memuat informasi yang diperlukan agar dapat dipublikasikan yakni ada unsur 5W+1H,” Nungky menambahkan.
Di Tzu Chi, para relawan belajar mempraktikkan jalan bodhisatwa dan Master Cheng Yen menyebut para relawan Tzu Chi dengan sebutan Pu Sa(Bodhisatwa), jadi setiap kegiatan Tzu Chi merupakan jejak para Bodhisatwa. “Merupakan tanggung jawab para relawan Zhen Shan Mei untuk merekam setiap jejak Bodhisatwa,” sharing Erli kepada para peserta.
Cynthia salah satu peserta pelatihan tampak serius mengerjakan tugas.
Kegiatan Tzu Chi begitu banyak, tentu tidak bisa didokumentasikan hanya oleh dua atau tiga relawan saja, diperlukan relawan yang banyak agar semua jejak bodhisatwa dapat terekam dengan baik. “Ren Ren Zhen Shan Mei – Setiap orang adalah relawan Zhen Shan Mei, jadi membutuhkan shixiong shijie semua di misi apapun untuk merekam bersama-sama,” Erli menjelaskan.
Erli mengupas lebih dalam lagi bahwa relawan zhen shan mei harus selalu memasang telinga, mata dan hati dan dalam setiap karya harus selalu ada unsur humanisnya. Erli melanjutkan sharing, untuk yang paling sederhana bisa dimulai dengan membuat kliping di mana kliping ini ibaratnya seperti catatan harian relawan, jadi relawan menulis apa yang didengar, dilihat dan dirasakan apa adanya, dan tentunya harus lengkap 5W+1H.
“Kita harus tekun mendengar Dharma Master agar kita dapat lebih memahami pemikiran Master. Jadikan sebagai kebiasaan. Selain itu harus sering latihan, dengan mengikuti kegiatan di komunitas dan menulis sharing sendiri. Dan pada saat ketemu masalah, janganlah takut karena inilah kesempatan untuk berkembang. Apabila masih belum percaya diri juga, ingat apa yang Master katakan bahwa Yong Xin Jiu Shi Zhuan Ye (Kesungguhan hati adalah profesionalitas). Tak peduli berapapun usia kita, kita harus bertekad, berikrar, kita harus Zhen Shan Mei,“ demikian Erli menutup sesi sharing materi yang dibawakannya.
Hayati (tengah) bersama putrinya Ervyna(kanan) ikut serta dalam pelatihan, mendapat bimbingan langsung dari Nungky.
Henry Tando juga menambahkan bahwa melalui karya-karya zhen shan mei yang selalu menyebarkan kebaikan dan kisah-kisah inspiratif, harapannya cita-cita Tzu Chi dapat terwujud yakni hati manusia yang suci, masyarakat yang aman dan tenteram serta dunia terhindar dari bencana.
Para peserta kemudian dibagi menjadi tiga kelas kecil sesuai pilihan masing-masing peserta. Dengan pembagian kelas kecil ini setiap peserta dibekali lebih dalam bagaimana cara menulis artikel, teknik foto dan membuat video beserta skrip.
“Ternyata menulis itu menuangkan apa yang ada di pikiran. Selama ini ikut kegiatan hanya ikut-ikut aja, sekarang setelah belajar menulis, ke depannya ikut kegiatan, saya mau buat tulisan dari kegiatan tersebut. Walau belum seperti artikel, tapi mau buat keterangan foto sehingga ketika kita lihat foto, kita tetap bisa tahu ini kegiatan apa,” ungkap Aminah yang termovitasi dari pelatihan ini.
Saatnya Berkarya
Suasana para peserta yang tengah mengerjakan tugas liputannya.
Setelah sehari sebelumnya para peserta sudah dibekali teori, saatnya mempraktikkan apa yang telah dipelajari. Para peserta tampak bersemangat di pagi yang cerah itu. Dari peserta yang hadir, ada empat grup yang bertugas untuk meliput kunjungan kasih ke rumah penerima bantuan Tzu Chi, dan sisanya membuat liputan kegiatan yang ada di kantor dan di depo pelestarian lingkungan. Pada setiap grup, setiap relawan sudah mempunyai tugas masing-masing, seperti bertugas untuk menulis artikel, foto, dan video skrip.
Menjelang siang sehabis liputan, semua peserta berkumpul kembali untuk membuat karya nyata. Tampak Hayati yang terlihat bersungguh hati membuat artikel. “Ini kali pertama saya belajar mengetik,” tuturnya. “Sebenarnya saya agak sulit berbahasa Indonesia, tapi saya ingin belajar lebih banyak hal, ingin bisa semuanya” kata Hayati dengan penuh semangat. Menyadari kalau seorang diri tidak bisa belajar artikel, foto, dan video sekaligus, Hayati mengajak kedua buah hatinya, Kenny Anderson, dan Ervyna untuk ikut serta dalam pelatihan ini. Jadi di kemudian hari dirinya bisa belajar kembali dengan kedua anaknya.
Stephen anak Tzu Shao, walau masih usia dini namun tampak bersungguh hati mengikuti pelatihan.
Stephen Yanher, salah satu anak Tzu Shao yang saat ini sedang duduk di bangku SMP Kelas 3, tetap bersemangat mengikuti pelatihan bersama mamanya. “Dari hasil kliping foto yang dibuatnya, tidak kelihatan kalau ini adalah hasil karya anak SMP” ungkap Henry Tando saat me-review kliping foto Stephen.
”Dari dua kliping yang dibuat Stephen, selalu ada di insert kata perenungan Master Cheng Yen. Ini menandakan betapa Kata Perenungan Master melekat di dalam diri Stephen,” ungkap Henry Tando dengan penuh decak kagum. “Sungguh hasil karya dari relawan Pekanbaru di luar ekspetasi,” wajah Henry Tando diselimuti kebahagiaan setelah me-review semua hasil karya para peserta.
Tim Zhen Shan Mei Indonesia yang mengisi materi untuk penulisan artikel, skrip, klipping, foto, dan video.
Melalui pelatihan ini, Henry Tando menaruh harapan terhadap relawan Tzu Chi Pekanbaru bahwa sebagai relawan Tzu Chi kita harus mencatat sejarah Tzu Chi, dan juga harus menyebarkan sejarah kebajikan Tzu Chi Pekanbaru. Dengan menyebarkan kebajikan, itu merupakan salah satu pertanggungjawaban kita terhadap donatur dan masyarakat sehingga membuat mereka yakin dan dapat ikut bersama kita, bersama-sama menghimpun kekuatan kebajikan yang luar biasa apabila seluruh kota Pekanbaru mau mendukung dan melakukan bersama-sama dengan relawan Tzu Chi.
Artikel Terkait
Pelatihan Relawan Biru Putih: Menjaga Batin dan Kelembutan Hati
13 Oktober 2015Dulu, Hong Evie merupakan wanita yang keras dan penuh amarah. Kesulitan hidup yang dia alami membuatnya bertemu dengan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Siapa sangka, wanita yang dulu ringan tangan kepada anaknya kini tergerak menjadi relawan hingga dilantik menjadi relawan berseragam biru putih pada Minggu 11 Oktober 2015. Hubungannya dengan anak tunggalnya Yena juga menjadi lebih harmonis.
Membina Kebijaksanaan Lewat Pelatihan Relawan Abu Putih
08 Juli 2022Relawan Tzu Chi Medan mengadakan pelatihan relawan Abu Putih ke-2 di tahun 2022. Pelatihan dilakukan untuk mengenalkan Visi dan Misi Tzu Chi kepada relawan, serta membina kebijaksanaan menjadi Bodhisatwa dunia.
Menghargai Berkah
03 September 2020Di saat pandemi, kegiatan bakti sosial Tzu Chi dibatasi dan mengharuskan para relawan tetap di rumah. Para relawan pun mencari cara untuk tetap bisa belajar Dharma dan mengikuti Xun Fa Xiang secara online. Begitu juga dengan pelatihan relawan. Seperti pelatihan Relawan Abu Putih ke-3 di He Qi Utara 1 yang digelar pada 23 Agustus 2020, Pelatihan bertema Menghargai Berkah ini diikuti 102 relawan.