Zhen Shan Mei Day 2023: Mencatat Sejarah, Menjadi Mata dan Telinga Master Cheng Yen

Jurnalis : Clarissa Ruth, Suyanti Samad (He Qi Timur), Nunik (He Qi Barat 2), Fotografer : Henry Tando (He Qi Utara 1), James Yip (He Qi Barat 2)

Zhen Shan Mei Day hari pertama berlangsung penuh sukacita dan memberi banyak bekal ilmu untuk para peserta. Stephen Ang, Ketua Koordinator HeXin Zhen Shan Mei Indonesia mengatakan antusias para peserta sangat luar biasa dan semoga setelah kamp ini mereka bisa membagikan dan menerapkan wawasan baru yang didapat, bukan hanya disimpan sendiri.

Mengusung tema Mewariskan Jejak Bodhisattva, Zhen Shan Mei Day yang digelar pada 25-26 November 2023 di Tzu Chi Center, PIK, Jakarta Utara diikuti 94 relawan dari berbagai kota yaitu Padang, Medan, Tebing Tinggi, Singkawang, Batam, Pekanbaru, Bandung, Tangerang dan Jakarta.

Relawan Zhen Shan Mei adalah relawan dokumentasi yang mencatat dan mewariskan sejarah Tzu Chi. “Khusus tahun ini, semua materi adalah mengenai filosofi. Kita belajar bersama dari sharing para pembicara. Kita hendaknya menyatukan hati kita untuk menjadi insan Tzu Chi yang penuh semangat. Tidak hanya sekedar menjalankan empat misi delapan jejak Dharma, tetapi harus mewariskan sejarah Tzu Chi.” jelas Stephen Ang, Ketua Koordinator He Xin Zhen Shan Mei Indonesia yang juga mengkoordinir kegiatan ini. “Besar harapannya para peserta dapat membawa banyak ilmu yang bisa diterapkan ke wilayah mereka masing-masing, sehingga di komunitas mereka semakin banyak lagi relawan dokumentasi yang bisa menjadi mata dan telinga Master sehingga banyak kisah-kisah yang disebarluaskan untuk menginspirasi lebih banyak orang lagi,” sambungnya.

Peserta juga diberi pengertian yang mendalam tentang asal mula relawan Zhen Shan Mei melalui materi “Sejarah Zhen Shan Mei Indonesia” yang dibawakan oleh Hadi Pranoto, Kepala Departemen Dokumentasi & Publikasi Tzu Chi yang juga Wakil  He Xin Zhen Shan Mei Indonesia.

Di hari pertama para peserta belajar tentang sejarah Zhen Shan Mei yang awalnya dimulai di Tzu Chi Taiwan terutama saat Master Cheng Yen mulai menulis catatan dan menyadari pentingnya sebuah catatan sejarah. Lalu terbentuklah Relawan Budaya Humanis Zhen Shan Mei yang mana tidak hanya mencatat sejarah, tetapi juga menjadi citra Budaya Humanis karena keindahan dan kerapian juga harus dicerminkan. Hingga ketika Tzu Chi sampai di Indonesia, dokumentasi sejarah juga tercatat dari awal berdirinya Tzu Chi Indonesia, dan sampai sekarang sejarah Tzu Chi Indonesia tercatat melalui media website, media sosial, majalah, dan buletin Tzu Chi. Dari situ jugalah masyarakat mulai banyak mengetahui tentang Tzu Chi di Indonesia.

Para peserta juga diajak lebih memahami peran Zhen Shan Mei yang bukan hanya mencatat sejarah tetapi juga harus menerapkan sisi humanis dalam merekam. “Sebagai relawan kita tentu bisa lebih menghayati, bisa bercerita dengan sepenuh hati kalau Shixiong, Shijie juga terlibat di dalamnya. Karena menjadi Zhen Shan Mei bukan hanya sebagai pencatat sejarah tetapi sebagai saksi juga karena terlibat langsung pada saat moment itu terjadi,” kata Hadi Pranoto, Kepala Departemen Dokumentasi & Publikasi Tzu Chi yang juga Wakil He Xin Zhen Shan Mei Indonesia dalam materi yang ia sampaikan dengan topik Sejarah Zhen Zhan Mei.

Dua relawan senior Tzu Chi, Puspawati (kanan) Wakil Ketua Amal Hexin, dan Johnny Candrina Ketua Pelestarian Lingkungan Hexin (tengah), membagikan kisah inspiratif jalinan jodoh yang membawa mereka bergabung menjadi insan Tzu Chi.

Melalui materi selanjutnya, Stephen Ang memotivasi para peserta untuk lebih mengembangkan kemampuan dalam menghasilkan sebuah karya yang bukan saja dapat memengaruhi diri sendiri tapi juga orang lain. “Bayangkan dari setiap postingan kita yang mengandung nilai-nilai kebajikan, keindahan dan kebenaran, ada satu orang yang lihat, membuat dia berubah hidupnya, berarti apa? Luar biasa Shixiong Shijie, karena kalau kita hanya simpan itu sangat disayangkan, karena kita bisa saja sudah menjalin jodoh baik ke banyak orang,” jelas Stephen. Dalam sesi ini ia juga menjelaskan mengenai standar prosedur dalam pencatatan sejarah.

Di hari pertama ini juga ada sesi talkshow yang menghadirkan narasumber dari relawan amal dan pelestarian lingkungan yang membahas mengenai pentingnya peran relawan dokumentasi dalam kedua kegiatan tersebut. “Peran Zhen Shan Mei sangatlah penting, karena kita perlu dokumentasi kegiatan untuk disampaikan ke yayasan, juga perlu untuk mencatat setiap kegiatan survei yang dilakukan,”ungkap Puspawati, salah satu narasumber dalam talkshow ini.

Bertekad untuk Terus Mencatat Sejarah
Salah satu peserta yang hadir, Kho Ki Ho adalah relawan asal Pekanbaru yang sudah sepuluh tahun ini menjadi relawan dokumentasi dan bertekad untuk terus merekam jejak sejarah melalui kisah-kisah inspiratif di Pekanbaru. Melalui relawan Zhen Shan Mei lainnya ia belajar banyak dan hingga kini Kho Ki Ho pun mengemban tanggung jawab sebagai Wakil Ketua Koordinator Zhen Shan Mei Pekanbaru.

Kho Ki Ho Relawan Zhen Shan Mei asal Pekanbaru sangat bersyukur dan bahagia bisa menjadi relawan dokumentasi yang mencatat sejarah Tzu Chi, ke depannya ia berharap bisa mengembangkan dan menarik lebih banyak lagi relawan Zhen Shan Mei di Pekanbaru.

“Sebelumnya tahun 2012 mencoba untuk membuat artikel, lalu di tahun 2016 memutuskan untuk mendalami jadi relawan Zhen Shan Mei. Dari situ saya belajar banyak ilmu, seperti editing, video, foto, belajar bikin artikel, semuanya bisa dipelajari,” jelas Ki Ho.

Ki Ho memiliki keinginan untuk mengembangkan relawan Zhen Shan Mei di wilayahnya karena memang masih dibutuhkan banyak relawan. Mengikuti kamp selama dua hari ini Ki Ho berharap bisa mendapat banyak masukan yang bermanfaat. “Dengan adanya sharing-sharing tadi membuka pikiran kita untuk lebih bersungguh hati dalam menjalankan dokumentasi supaya lebih banyak kisah yang bisa menginspirasi lebih banyak orang lagi. Memang tujuannya ingin belajar lebih banyak lagi dan nanti bisa kita terapkan untuk pengembangan Zhen Shan Mei di komunitas Pekanbaru untuk merangkul lebih banyak relawan lagi, dan bisa menyebarkan lebih banyak kebajikan lagi sehingga lebih banyak orang yang terinspirasi dan bisa menyucikan hati manusia,” jelas Kho Ki Ho.

Aktif dalam peliputan setiap kegitan di He Qi Tangerang, Beti Nurbaeti bertekad ingin terus menjadi mata dan telinga Master Cheng Yen dalam merekam jejak kisah cinta kasih Tzu Chi.

Semangat untuk terus menghasilkan karya-karya humanis juga ada pada Beti Nurbaeti, relawan Zhen Shan Mei dari Tangerang yang sudah bergabung selama 8 tahun ini. Profesinya sebagai guru bahasa Indonesia membuatnya hobi dalam menulis, lalu setelah mengenal Tzu Chi ia berpikir dan memutuskan untuk tidak menyimpan bakatnya tetapi ia berharap hasil karyanya dalam bentuk artikel juga bisa dibaca dan menginspirasi banyak orang.

“Kendala pasti ada seperti beberapa kegiatan yang kita harus terus liput misalnya donor darah, atau pelatihan rutin setiap tahun, kadang-kadang kita stuck di sana untuk mencari ide, apa lagi yang harus digali, tapi sampai sejauh ini Alhamdullilah bisa diatasi,” cerita Beti.

Beti mengaku banyak yang ia pelajari setelah menjadi relawan Zhen Shan Mei, dia bisa belajar berbagai karakter orang, belajar tentang kesabaran, dan banyak ilmu yang didapat dari membaca kisah-kisah inspiratif yang sudah diliput. Kegemarannya dalam belajar juga yang membuat Beti ikut serta dalam kamp ini. “Baru hari pertama tapi saya sudah dapat banyak pengetahuan, banyak tips dan trik, banyak diskusi juga mencari solusi saat liputan juga. Isitlah anak muda zaman sekarang isinya tuh daging semua (penting), jadi membuka kembali wawasan baru, bener-bener kami ter-recharge, dan merasa relate dengan pengalaman Shixiong Shijie yang membawa materi dan talkshow di hari ini, pastinya apa yang saya dapat dari kamp ini sangat bermanfaat dan akan diterapkan sebagai tekad saya yang ingin terus menjadi mata dan telinga Master,” ungkap Beti.

Dengan mengikuti kamp selama dua hari ini, Valeska Vania Lee berharap dirinya bisa berkomitmen kuat menjadi relawan Zhen Shan Mei dan mengajak lebih banyak lagi Tzu Ching untuk teribat dalam mencatat sejarah dan kisah inspiratif.

Sementara itu Valeska Vania Lee yang sudah terbiasa dengan tulisan, foto dan video inspiratif sejak usia muda, kini bergabung sebagai Tzu Ching dan mendalami peran sebagai relawan Zhen Shan Mei di Jakarta & Tangerang. Meski terbilang masih muda, tetapi ia memiliki tekad yang kuat untuk mencatat kisah dan sejarah Tzu Chi.

“Dengan talenta dan bekal pengalaman saya semoga bisa terus aktif menjadi relawan Zhen Shan Mei dan tentunya bisa mengajak dan menyakinkan teman-teman Tzu Ching lainnya untuk bergabung biar kita sama-sama mengukir sejarah, mewariskan dan mendokumentasikan apa saja yang telah kita lakukan dan merekam semua momen-momen indah,” harap Valeska.

Penampilan Budaya Humanis yaitu menyeduh teh, merangkai bunga, isyarat tangan juga ditampilkan dalam kamp ini.

Di akhir acara hari pertama seluruh peserta Zhen Shan Mei Day yang berfoto bersama dengan para panitia.

Kegiatan Zhen Shan Mei Day hari pertama ini ditutup dengan penampilan Budaya Humanis, yaitu penampilan menyeduh teh, merangkai bunga, isyarat tangan, dan diakhiri dengan sharing peserta dari beberapa wilayah.

Editor: Erli Tan

Artikel Terkait

Menyertakan Dharma Dalam Merekam Sejarah

Menyertakan Dharma Dalam Merekam Sejarah

18 Juli 2018
Pada Minggu, 15 Juli 2018, Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengadakan Pelatihan bagi relawan Zhen Shan Mei. Kegiatan ini pun diikuti oleh 30 orang relawan.

"Ayo Menulis..."

14 Juli 2014 Dalam kesempatan ini disampaikan materi tentang bagaimana menulis untuk Media Tzu Chi. Semangat para peserta tampak terlihat dari cepatnya tugas-tugas praktik menulis yang dilakukan saat itu.
Karya Terbaik Iklan Layanan Masyarakat

Karya Terbaik Iklan Layanan Masyarakat

04 Desember 2014 Karya terbaik Iklan Layanan Masyarakat dalam Zhen Shan Mei Award 2014. Berisi ajakan untuk menghemat sumber daya alam demi menjaga kelestarian bumi.
Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -