Zhen Shan Mei Day: Mengubah Tantangan Menjadi Kisah Penuh Makna

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Timur), Clarissa Ruth, Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Timur), James Yip (He Qi Barat 2), Henry Tando (He Qi Utara 1)

Tzu Chi Indonesia menghadirkan staf Tzu Chi Indonesia dan DAAI TV yang bekerja di balik layar, ada Metta Wulandari, Desvi Nataleni, dan Novalia dalam Zhen Shan Mei day.

Dalam menjalankan tugas liputan suatu kegiatan atau peristiwa, tak jarang relawan zhen shan mei dihadapkan berbagai hambatan dan tantangan. Lalu sebagai relawan zhen shan mei bagaimana menyikapi tantangan yang terjadi?

Selama dua hari, 25-26 November 2023, Tzu Chi Indonesia menghadirkan staf Tzu Chi Indonesia dan DAAI TV yang bekerja di balik layar, ada Metta Wulandari, Desvi Nataleni, dan Novalia. Mereka adalah sebagian kecil dari tim media yang ada di balik layar, yang memproses hasil karya relawan zhen shan mei dan mempublikasikannya untuk menginspirasi masyarakat luas. Selain para staf, moment ini juga menghadirkan relawan zhen shan mei dari luar kota, yang juga berbagi kisah dalam bentuk talkshow.

“Saya bisa ketemu banyak orang, banyak relawan, juga banyak kisah yang luar biasa karena melakukan peliputan di Tzu Chi,” ucap Metta Wulandari yang sudah 10 tahun bekerja di bagian redaksi di Yayasan Tzu Chi Indonesia sebagai reporter, fotografer, dan redaktur pelaksana Majalah Dunia Tzu Chi mengawali sharingnya. “Mungkin karena saya orangnya ekstrovert, jadi kalau ngajak orang ngomong kayak happy saja,” tambahnya senang.

Tapi walaupun banyak senangnya, Metta juga mengaku bahwa dia adalah seorang yang gampang menangis alias cengeng, baik itu melihat kisah yang sedih maupun kisah yang bahagia, apalagi berkaitan dengan anak-anak.

“Semakin ke belakang itu, semakin banyak kasus atau penyakit yang aneh menimpa anak-anak. Kalau misalnya shixiong shijjie sering ikut di tim amal atau kunjungan kasih, itu pasti sering sekali melihat sendiri bagaimana para orang tua itu sangat kuat dalam merawat buah hati mereka. Itu membuat saya sedih sekaligus ingin menulis kisah tentang semangat keluarga mereka yang tak kalah dengan penyakit yang menimpa,” kesan Metta selama meliput kegiatan.

Nah memang bukan hal yang mudah untuk bisa mendapatkan kisah yang mendalam tentang suatu kisah, apalagi kalau hanya bermodal rasa haru selama meliput. Untuk itu Metta juga membagikan tips dalam menggali kisah narasumber. Pertama ia menyebutkan bahwa tim liputan harus bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan liputan dan harus bisa nyaman di sana. Selain itu, tim liputan harus bisa menjaga ucapan dan sikap. “Boleh PDKT tapi jangan sok kenal,” kata Metta.

Hal lain adalah membawa perbincangan ke arah yang santai dengan diawali dengan candaan. Mengingat masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat ramah dan tentu suka bercanda. Ini bisa menjadi celah bagi tim liputan yang akan bertanya lebih jauh tentang kisah mereka.

“Satu lagi Shixiong-Shijie, tidak perlu pakai bahasa yang formal. Kita pakai bahasa yang santai, sehari-hari, jadi sama-sama nyaman karena seperti ngobrol biasa,” jelas Metta Wulandari memberikan tips wawancara yang menyenangkan kepada 94 peserta yang hadir pada Zhen Shan Mei Day.

Hal yang penting lainnya yang perlu dilakukan oleh tim liputan adalah melakukan riset tentang apa yang akan mereka liput sehingga mereka tahu betul apa yang ada di lapangan. Lalu, tak hanya memberikan tips untuk menulis, Metta juga memberikan tips dalam memperoleh foto-foto yang humanis dan memberikan kesan bahagia.

“Caranya selain mengerti teknik fotogradi yang benar, kita juga harus stand by untuk melihat dan peka akan kondisi di sekeliling kita. Semakin lama kita ikut berkegiatan, semakin terasah pula kemampuan kita memilah apa yang harus kita foto dan momen penting apa yang akan kita tampilkan,” lanjutnya.

Selain Metta, ada Novalia yang berbagi pengalamannya. Novalia menjelaskan bahwa DAAI Inspirasi adalah program yang meliput kegiatan Tzu Chi, profil relawan inspiratif, juga kegiatan badan misi Tzu Chi. “Tentunya senang bisa ketemu dengan banyak orang baik, bisa ketemu dengan relawan juga, ketemu gan en hu yang punya kehidupan meskipun sulit tapi perjuangan dan kemandiriannya besar sekali dan itu benar-benar inspirasi. Karena kita senang dengan kontennya, selama liputan itu happy, jadi tidak ada dukanya,” kata Novalia, seorang reporter dan presenter di program DAAI Inspirasi sejak tahun 2022.

Pertama kali tugas sebagai repoter di DAAI TV, Novalia terkesan ketika meliput profil penerima bantuan bedah rumah di Kamal Muara. Itu tidak pernah dilupakan Novalia. Liputan pertama kali adalah meliput profil, dan bantuan Tzu Chi, yang menurutnya sangat hebat.

“Membangun rumah yang tak layak huni menjadi tempat tinggal yang nyaman buat keluarga. Di situ saya lihat, suatu kondisi yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, rumahnya yang sampai kebanjiran, harus pakai sepatu boot kalau misalnya masuk rumah karena banjir, dan yang paling nggak pernah saya lupain adalah mereka itu punya makanan yang sudah mau basi. Itu makanan akan mereka makan di hari itu. Mereka bilang Ini makanan mereka makan tadi pagi dan akan dimakan sore nanti, karena mereka tidak punya uang untuk beli makanan lagi,” kesan Novalia, semenjak itu, kalau makan, walau sudah kenyang, masih ada sisa harus ia telan semuanya, jangan sampai menyisakan makan karena pernah melihat orang yang kesulitan untuk makan.

Desvi Nataleni, bagian Humanistic Culture (bertugas menyampaikan yang dilakukan Tzu Chi Indonesia ke Taiwan dalam bentuk artikel, ppt laporan), dalam kesempatan ini, menjelaskan “Kriteria tulisan, 5W 1 H harus lengkap. Setiap artikel yang akan diuplaod ke Taiwan, dibutuhkan data lengkap. Setiap foto harus ada nama fotografer. Kita butuh bantuan Shixiong Shijie dalam hal ini. Seperti kisah menarik mencakup relawan dan penerima bantuan. Butuh perasaan Shixiong Shijie ketika liputan terdapat suasana bisa tersampaikan ke Taiwan,” jelas Desvi Nataleni mengharapkan relawan zhen shan mei dapat mengirimkan lebih banyak foto dari berbagai angle (close up, medium, long shoot).

Tekad Terus Bersumbangsih
Tak hanya staf, ada pula relawan yang berbagi kisahnya. Ia adalah Kho Ki Ho, relawan Tzu Chi Pekanbaru. Pada masa awal mendokumentasikan kegiatan Tzu Chi, Kho Ki Ho menceritakan tantangannya adalah dari peralatan rekam seperti handphone tidak mendukung, komputer (laptop) dengan spesifikasi yang masih rendah, beda sekali dengan kondisi sekarang yang sudah canggih peralatannya. “Tantangan sekarang adalah merekrut lebih banyak relawan zhen shan mei yang mau memikul tanggung jawab, belajar, ikut training dan mendalami Dharma Master,” kata Kho Ki Ho yang memulai menulis artikel di kelas anak asuh pada tahun 2012 dan pada akhir 2012 menghasilkan video kilas balik kegiatan Tzu Chi (dari foto slide show) di Pekanbaru, serta terus bersumbangsih mendokumentasi jejak sejarah Tzu Chi (dalam bentuk video) di Pekanbaru hingga sekarang.

Pada masa awal mendokumentasikan kegiatan Tzu Chi, Kho Ki Ho menceritakan tantanganya adalah dari peralatan rekam yang tidak mendukung.

Pada tahun 2013, relawan zhen shan mei mendapat video kamera yang menggunakan kaset pita, Kho Ki Ho memulai merekam kegiatan Tzu Chi, walau hasilnya kurang bagus. Dari kunjungan Henry Tando (tim pengembangan relawan zhen shan mei) pada tahun 2015 dan mengikuti pelatihan 4in1 dan mengambil kelas zsm di tahun 2016, adalah perjalanan untuk menjadi relawan zhen shan mei video.

“Kita harus sering mendengar ceramah Master Cheng Yen, sering menonton DAAI Inspiratif. Dari sana, kita bisa lihat hasil liputan, hasil karya. Kita bisa amati dan belajar. Kita juga harus sering ikut pelatihan zhen shan mei,” ucap Khi Ki Ho yang bertekad untuk menjadi relawan Tzu Chi yang bersumbangsih fulltime.

Tak Berhenti karena Banyak Kendala
Hampir sama dengan Kho Ki Ho yang ada di Pekanbaru, keterbatasan relawan yang ada di Tebing Tinggi juga menjadi tantangan utama untuk dapat merekrut relawan zhen shan mei, “Mencari narasumber. Biasanya kegiatan besar tamunya banyak, untuk mewawancari satu narasumber yang benar-benar bisa bercerita, memberi inspirasi, itulah tantangan terbesar. Dari sekian banyak tamu, bagaimana kita bisa memilih narasumber. Yang paling susah lagi, adalah mengajak relawan untuk diwawancara. Itulah tantangan yang belum terpecahkan sampai sekarang,” jelas Elin Juwita, mulai mengikuti training zhen shan mei sejak tahun 2016 di Medan.

Elin Juwita menceritakan keterbatasan relawan yang ada di Tebing Tinggi, menjadi tantangan utama untuk dapat merekrut relawan zhen shan mei.

Dengan hanya beranggotakan lima orang zhen shan mei, koordinasi dan kerja sama mereka terjalin dengan baik. Terkadang mereka harus ikut dalam bagian pengisi acara, mereka tetap mendokumentasikan kegiatan tersebut dengan baik. “Misalkan tampil shou yu, 5 orang zhen shan mei ikut dalam shou yu. Biasanya dengan kondisi seperti ini, Arifin sudah setting kamera stand by dan roll on selama acara berlangsung, dan meminta satu orang untuk menjaga kamera kita. Selesai tampil, kita berlima buru-buru ganti seragam untuk kembali meliput,” kata Elin menjelaskan harus menghadapi kondisi seperti ini dan sering bergantian tugas dalam koordinasi zhen shan mei di Tebing Tinggi.

Kesulitan yang Dihadapi di Awal Zhen Shan Mei
Tak lupa, Agus Rijanto, relawan Zhen shan mei senior mengucapkan terima kasih kepada relawan zhen shan mei Selama dua hari ini, Agus Rijanto menjelaskan bahwa tidak ada training mengenai teknis melainkan sharing (pelaku zhen shan mei), yang bertujuan untuk menambah pengetahuan, keakraban di antara kita, dan lebih mantap bergerak di bidang zhen shan mei.

Tak lupa, Agus Rijanto, relawan zhen shan mei senior mengucapkan terima kasih kepada relawan zhen shan mei, dan berharap peserta training dapat mengajak lebih banyak relawan komunitas.

“Seperti saya katakan tadi, zhen shan mei punya beban yang lebih berat dari misi-misi yang lain, bukan berarti misi lain itu tidak penting. Karena di setiap misi ada zhen shan mei, bagaimana kita melayani dan menghargai orang serta bagaimana kita menerapkan gan en, zung zhong, ai,” kata Agus Rijanto, berharap dapat mengajak lebih banyak relawan komunitas.

Agus Rijanto menceritakan saat baru mulai menggerakkan zhen shan mei di Tzu Chi Indonesia, relawan di komunitas sangat sedikit sekali, sehingga beban zhen shan mei dibebankan kepada beberapa orang saja pada tahap awal. Pada saat itu, sumbangsih relawan zhen shan mei hanya sebagai pendukung terhadap apa yang dilakukan oleh Kantor Pusat Yayasan.

“Bersyukur, saat sekarang ini keadaannya sudah terbalik. Zhen shan mei di komunitas sudah memegang peran yang lebih penting sedangkan zhen shan mei di Pusat hanya sebagai pendukung, memberikan informasi, arahan, kepada Shixiong Shijie sekalian. Kita merupakan harapan Master, jangan merasa lelah, capek, tetapi kita harus ingat kita mempunyai tugas, misi, beban yang sangat berat sekali,” harap Agus Rijanto, agar peserta Zhen Shan Mei Day selalu berada di barisan zhen shan mei.

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Lokakarya Jurnalistik Zhen Shan Mei Biak

Lokakarya Jurnalistik Zhen Shan Mei Biak

06 Oktober 2014 Kebutuhan akan pemahaman tugas dan fungsi relawan Zhen Shan Mei dan didukung dengan antusiasme masyarakat Biak khususnya kalangan pelajar mengenai jurnalisme dan fotografi adalah alasan-alasan yang mendasari diselenggarakannya Lokakarya Jurnalistik relawan Zhen Shan Mei Biak.
Jeli Menggenggam Kesempatan

Jeli Menggenggam Kesempatan

18 November 2014 Kamp yang berlangsung pada 15-16 November 2014 ini merupakan program lanjutan yang digelar pada April 2014 lalu.  Antusiasme muncul ketika seluruh relawan sudah masuk ke dalam kelompok dan duduk bersama, karena materi yang akan diberikan dilakukan oleh para trainer dari Taiwan.
Menumbuhkan Tunas Baru Pencatat Sejarah Tzu Chi

Menumbuhkan Tunas Baru Pencatat Sejarah Tzu Chi

12 Juni 2024

Tzu Chi Medan bekerja sama dengan DAAI TV Medan mengadakan pelatihan videografi dan editing bagi relawan Zhen Shan Mei pada 1 Juni 2024 yang diikuti oleh 40 relawan.

Ada tiga "tiada" di dunia ini, tiada orang yang tidak saya cintai, tiada orang yang tidak saya percayai, tiada orang yang tidak saya maafkan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -