Bekerja Sama Menciptakan Kehidupan yang Bermakna
Kemarin adalah acara penutupan konferensi tahunan TIMA. Saya mendengar ketulusan dan kasih sayang dari setiap dokter. Tidak peduli mereka datang dari tempat sejauh apa pun, hati kami tetap saling berdekatan. Untuk konferensi tahunan TIMA kali ini, relawan dari Taichung yang bertanggung jawab melakukan persiapan. Relawan yang datang sangat banyak. Mereka juga membagi kelompok dengan saksama. Semua ini menunjukkan kasih sayang mereka yang paling tulus. Setiap kelompok mengembangkan cinta kasih yang paling tulus untuk membantu.
Selain Taichung, sekelompok relawan dari Kaohsiung dan Yilan yang merupakan pemilik toko kue juga turut membantu. Bulan ini adalah bulan yang ramai bagi bisnis mereka, tetapi mereka bisa meninggalkan bisnis mereka dengan tenang. Mereka juga ingin menjalin jodoh baik dengan para anggota TIMA. Selama beberapa hari ini, mereka semua ikut membantu. Mereka melakukannya dengan hati penuh rasa syukur dan sukacita. Inilah kontribusi tanpa pamrih. Selain tanpa pamrih, mereka juga mengungkapkan rasa syukur. Inilah yang dinamakan Bodhisatwa dunia. Relawan dokumentasi kita telah merekam saksi sejarah zaman sekarang, menulis sejarah bagi dunia, dan mengukir kitab sejarah Tzu Chi. Semua ini adalah kehidupan yang sangat indah.
Dua hari yang lalu, kita mengadakan upacara untuk mengantar delapan Silent Mentor. Enam di antaranya merupakan murid saya. Ada anggota Tzu Cheng, anggota komite, dan komisaris kehormatan. Saat masih hidup dan sehat, mereka berkontribusi dengan segenap tenaga mereka. Setelah meninggal, mereka mendonorkan tubuh mereka kepada Universitas Tzu Chi supaya murid-murid kedokteran dan para tenaga medis dapat meningkatkan keterampilan bedah dan mempelajari misteri tubuh manusia.
Para Silent Mentor rela mendonorkan tubuh mereka demi kepentingan medis. Saat masih hidup, mereka sangat giat mendedikasikan diri. Setelah meninggal, mereka menjadi Silent Mentor. Salah satu di antaranya adalah dr. Wu Yung-kang dari RS Tzu Ci Taichung. Dia adalah murid saya yang baik. Sejak terjun ke dunia medis, dia bertekad untuk memberi pelayanan di Tzu Chi. Dia menggunakan hidupnya untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Inilah yang dia lakukan.
Saat dia meninggal, setiap orang merasa kehilangan, bahkan pasiennya pun merasa kehilangan. Saya juga merasa sangat kehilangan. Hari itu, dia dijadwalkan untuk menjalankan lima operasi. Usai menjalankan operasi yang ketiga, dia pergi ke ruang ganti dan beristirahat di atas meja. Saat diketahui, seorang dokter lain segera memeriksanya. Setelah itu, baru diketahui bahwa selain masalah pembuluh darah di jantung, dia juga mengalami perobekan pembuluh darah aorta dari otak hingga ke daerah perut. Meski kita segera memberikan pertolongan darurat, tetapi dia tetap tidak terselamatkan. Banyak orang yang merasa kehilangan atas kepergiannya.
Saat kita mengadakan upacara untuk mengenang kebajikannya, banyak orang yang berlinang air mata. Seharusnya saya yang harus menghibur anak dan istrinya, tetapi malah mereka yang menghibur saya. Istrinya berkata kepada saya, “Master, janganlah bersedih. Sebagai murid Master, dia memiliki satu penyesalan. Satu-satunya hal yang dia sesali adalah tidak bisa membantu Master merawat lebih banyak orang. Inilah penyesalannya satu-satunya. Namun, Master, dia adalah murid Master yang baik. Kami percaya dia tidak akan meninggalkan Tzu Chi,” demikian kata istrinya.
Hari itu, dia kembali dengan membawa abu dr. Wu. Sesungguhnya, itu tak bisa disebut abu, melainkan disebut bunga. Setelah dikremasi, warna abunya seperti warna bunga mawar. Selain itu, abunya juga berbentuk lembaran tipis dan membentuk seperti daun bodhi. Saya meminta orang-orang di sana untuk melihatnya. Abunya sangat bersih. Dasarnya berwarna putih, tetapi permukaannya berwarna seperti bunga mawar. Pada hari itu juga, abu dr. Wu disimpan di ruang penyimpanan abu di Universitas Tzu Chi.
Mereka semua adalah murid saya yang baik. Di antara delapan Silent Mentor, ada enam orang yang merupakan murid saya. Lalu ditambah lagi dengan dr. Wu. Mereka semua bekerja keras demi Tzu Chi dan berkontribusi dengan tulus hingga akhir hidup mereka. Setiap orang sangat bersungguh hati untuk mengantar para Silent Mentor. Mereka bahkan kembali menyusun konbloknya dengan sangat padat. Jika ada lubang kosong, mereka akan menambalnya agar jalan tersebut bisa sangat rata. Tindakan mereka telah mencerminkan rasa hormat dan cinta kasih mereka.
Di manakah makna dari kehidupan ini? Kita dapat melihat jawabannya pada akhir hidup para Silent Mentor yang begitu cemerlang. Para Silent Mentor sungguh mengagumkan. Ya. Beginilah kehidupan manusia. Melihat para Silent Mentor, saya sungguh merasa tersentuh.
Saya juga melihat berbagai kisah yang menyentuh. Contohnya Chen Tuanzhi. Kini dia sudah bisa berdiri dengan kedua kakinya. Yang sangat membuat orang tersentuh adalah Kepala RS Chen Ing-ho yang secara langsung memilih sepatu untuk Tuanzhi. Akhirnya Tuanzhi sudah bisa memakai sepatu dan berdiri dengan kakinya sendiri. Namun, sepatu itu harus dibawa pulang untuk dicoba terlebih dahulu apakah cocok atau tidak, apakah nyaman atau tidak saat dipakai. Dokter Chen harus berulang kali menukar sepatu itu.
Setelah mendapat sepatu yang sesuai, sepatunya masih harus diubah sedikit. Dokter Chen adalah seorang dokter teladan. Setiap orang adalah Bodhisatwa dunia. Karena itu, kita hendaknya memanfaatkan setiap momen. Bodhisatwa ada di depan mata kita. Kita harus menggunakan hati penuh hormat untuk menghadapi setiap orang, baik Silent Mentor maupun guru baik lainnya. Kita harus memanfaatkan momen untuk mengembangkan kekuatan cinta kasih.
Melenyapkan penderitaan dengan menyembuhkan penyakit
Tidak mementingkan harta duniawi dan terus mempertahankan jalinan jodoh Dharma
Berkontribusi hingga akhir hidup sebagai Silent Mentor
Dokter TIMA mengobati pasien dan memberikan pesan dengan saksama
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 13 September 2014.