Berhati-hati terhadap Wabah Penyakit dan Menerapkan Pola Hidup Sederhana

Saya merasa sangat cemas melihat perubahan iklim yang terjadi. Kondisi iklim yang ekstrem semakin hari semakin terlihat jelas. Kita bisa melihat wabah kolera yang telah merebak di Sudan Selatan. Kondisinya sangat parah. Warga setempat merasa sangat takut dan cemas. Mereka sudah hidup dalam kekurangan. Cuaca yang ekstrem sudah membuat mereka hidup dalam kesulitan, kini ditambah lagi masalah kebersihan. Merebaknya wabah kolera membuat warga setempat mengalami penderitaan tak terkira.

Inilah yang terjadi di negara-negara miskin. Selain bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, wabah penyakit seperti ini juga terus merebak di negara-negara miskin. Saya sungguh tak sampai hati melihatnya. Mereka hidup menderita setiap hari. Mereka merasa kedinginan, tetapi tidak memiliki tempat tinggal. Lihatlah, bahkan ada orang yang tinggal di bawah mobil. Kondisi mereka sangat menyedihkan. Setiap kali melihat pemandangan ini, saya merasa tidak sampai hati. Bagaimana cara kita membantu mereka? Lihatlah, mereka sudah tidak memiliki tempat tinggal. Bagaimana mereka bisa bertahan hidup dalam kondisi seperti itu?

Bagaimana boleh kita tidak menghargai berkah? Bagaimana boleh kita tidak menghargai sumber daya alam? Bagaimana boleh kita tidak membangkitkan cinta kasih? Kita sungguh harus bertanya kepada diri sendiri apakah kita akan terus hidup boros seperti ini? Demi kesenangan sesaat, kita hidup begitu boros. Coba lihatlah kehidupan orang lain. Jika kita bisa hidup lebih hemat dan lebih sederhana, maka kita bisa membantu banyak orang.

Kita telah melihat cinta kasih insan Tzu Chi. Pascagempa yang terjadi pada tahun 2010, Haiti terus-menerus dilanda badai topan, kekeringan, dan wabah kolera. Selama beberapa tahun berturut-turut, Haiti terus dilanda bencana besar. Sejak gempa bumi yang melanda di tahun 2010, insan Tzu Chi secara bergiliran memberikan bantuan bagi warga setempat. Mengetahui bahwa warga Haiti hidup kekurangan dan sepertiga warga setempat menderita kelaparan, insan Tzu Chi tidak hanya memberikan bantuan bencana, tidak hanya membantu pembangunan sekolah, dan menyediakan tempat tinggal, tetapi juga mencari lahan untuk menaman tanaman yang tahan terhadap kekeringan dan dapat memberikan manfaat bagi warga setempat.

Patrick Chou, seorang relawan Tzu Chi di Haiti menemukan, “Daun kelor yang segar ini dapat kita kumpulkan. Lalu, setelah kita keringkan, ia dapat dijadikan bubuk kelor. Bubuk kelor ini dapat dijadikan sebagai suplemen makanan yang bergizi tinggi. Kita dapat memberikan bubuk kelor ini kepada anak-anak yang menderita kekurangan gizi.” Pada tahun 2010, Relawan Patrick Chou yang berasal dari AS membawa bibit tanaman kelor ke Haiti. Sejak saat itu, para relawan mulai menanam tanaman kelor di sana. Tanaman kelor ini sungguh bermanfaat bagi warga setempat. Oleh karena itu, mereka menyebutnya sebagai “pohon ajaib”. Seluruh bagian pohon itu mengandung gizi dan kaya akan protein. Daunnya memiliki gizi yang tinggi, bunganya bisa digunakan untuk mengobati demam, sedangkan ranting, akar, batang, dan bagian lainnya juga bisa dijadikan bubuk yang kaya akan protein. Ia juga merupakan sejenis suplemen makanan di pasaran.

Oleh karena itu, di Haiti, kita menyediakan sebidang lahan yang disebut Perkebunan Cinta Kasih untuk menanam tanaman kelor. Kini kita bisa melihat tanaman kelor di sana tumbuh dengan subur. Tanaman itu bisa dikonsumsi dan kaya akan nutrisi. Kabarnya, jika ada bayi yang kekurangan gizi, warga setempat akan mencampurkan bubuk kelor ini dengan susu bubuk untuk memenuhi gizi anak-anak. Dalam kehidupan sehari-hari, warga setempat juga sering mengonsumsi daun kelor. Kini kita bisa melihat di Haiti terdapat banyak “pohon ajaib” yang sudah tumbuh menjadi sangat tinggi. Kita juga mengajari warga setempat untuk menaruh tanah dan pupuk di dalam ban untuk menanam pohon kelor di dalamnya. Kita juga mengajari mereka cara bercocok tanam. Ini semua adalah hal yang paling mendasar. Kita mengajari mereka cara memanfaatkan tanah secara maksimal dengan sumber daya air yang terbatas sehingga bisa menghasilkan sayuran seperti tanaman kelor. 

Meski tanaman pangan tidak dapat bertumbuh di sana, setidaknya setiap keluarga bisa menanam satu atau dua buah pohon kelor untuk membantu mereka memenuhi asupan gizi. Patrick Chou juga memberi penjelasan, “Setelah tanaman ini tumbuh, daunnya dapat segera dikonsumsi. Daunnya kaya akan nutrisi. Kita tidak perlu menunggu 3 hingga 5 tahun setelah ia berbuah, baru bisa dikonsumsi. Setelah mendengar penjelasan ini, penduduk setempat berkata, ‘Beri saya bibitnya, saya akan segera menanamnya di sekitar rumah saya.’ Melalui penamanan pohon kelor ini, kita bisa membuat Haiti menjadi hijau kembali.” Kita membimbing warga setempat bagaimana meningkatkan kualitas hidup serta bagaimana hidup penuh cinta kasih dan kebahagiaan. Setelah daun kelor dipetik, mereka bisa memasaknya untuk dijadikan sebagai hidangan. Inilah cara insan Tzu Chi memanfaatkan tanah di sana untuk memenuhi kebutuhan pangan warga setempat.

Setelah meringankan penderitaan warga setempat, insan Tzu Chi juga berbagi Dharma dengan mereka. Insan Tzu Chi mengajak mereka untuk menghadiri upacara pemandian rupang Buddha. Insan Tzu Chi menggunakan waktu selama 2 hingga 3 hari untuk mengajari mereka menyanyikan lagu-lagu Tzu Chi dalam bahasa Mandarin. Lihatlah, mereka begitu mengagumkan. Apa yang mereka gunakan untuk mendekorasi altar upacara? Mereka menggunakan tanaman kelor sebagai pengganti bunga. Mereka juga membelah botol plastik untuk meletakkan benih kelor. Saat menerima harumnya bunga, setiap orang mengambil sebutir benih kelor dan membawanya pulang ke rumah. 

Warga setempat tidak memiliki kebiasaan untuk mengantre. Insan Tzu Chi harus mengarahkan mereka untuk berbaris dan melencangkan tangan ke depan seperti anak TK untuk mengatur jarak mereka satu sama lain. Saat mengayunkan tangan, mereka terlihat lucu. Sungguh, asalkan memiliki hati yang murni dan penuh cinta kasih, meski hidup serba kekurangan, seseorang tetap akan merasa tenang dan damai. Intinya, orang yang membutuhkan bantuan kita masih sangat banyak. Jika kita bisa hidup lebih hemat dan mengumpulkannya bersama-sama, maka kita bisa mencurahkan cinta kasih kepada lebih banyak orang. Inilah yang harus kita lakukan setiap hari, yaitu mengulurkan tangan untuk membantu sesama. Untuk itu, insan Tzu Chi harus lebih tersebar luas agar kita memiliki kekuatan untuk menjangkau lebih banyak orang. Oleh karena itu, setiap hari saya berharap agar kita bisa merekrut lebih banyak Bodhisatwa dunia.

 

Wabah kolera melanda Sudan Selatan

Membangkitkan cinta kasih dan tidak hidup boros

Terus menanam pohon kelor di Haiti

Merasakan sukacita dalam Dharma pada upacara pemandian rupang Buddha

 

Link Video (teks Mandarin dan Inggris): Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 Mei 2014

Sumber: DAAI TV Indonesia

Beramal bukanlah hak khusus orang kaya, melainkan wujud kasih sayang semua orang yang penuh ketulusan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -