Bersemangat Mendengar Dharma dan Menginspirasi Bodhisatwa Dunia
“Master sering berkata kepada kita bahwa kita harus bersyukur setiap saat. Saya masih ingat saat berkunjung ke Taichung, Master mengimbau orang-orang untuk melakukan daur ulang dengan tangan yang saat itu digunakan untuk bertepuk tangan. Berhubung saat itu saya belum bergabung dengan Tzu Chi, saya hanya menontonnya lewat televisi. Sejak saat itu, saya mulai melakukan daur ulang. Saat itu saya sudah tinggal di Qingshui, tetapi tidak tahu ada insan Tzu Chi di sini. Karena itu saya menjual barang daur ulang yang saya kumpulkan dan menggunakan hasil penjualannya untuk membantu orang yang membutuhkan,” tutur relawan Liu Chun-wan.
“Hingga terjadinya gempa pada tahun 1999, barulah saya mengetahui bahwa ada insan Tzu Chi di sini. Sejak saat itu, semua barang daur ulang yang saya kumpulkan setiap pulang kerja selalu saya bawa ke posko daur ulang. Jalinan jodoh inilah yang telah mengubah kehidupan saya. Saya sangat berterima kasih kepada Master. Berkat Master, saya bisa melakukan praktik nyata setiap hari dan mengubah tabiat buruk saya,” tambahnya.
Dahulu, Relawan Liu memiliki kebiasaan merokok, main mahyong, dan kebiasaan buruk lainnya. Setelah mendengar salah satu ceramah saya, dia bisa memahami makna melakukan daur ulang dengan tangan yang digunakan untuk bertepuk tangan. Saat itu, dia merasa perkataan saya sangat masuk akal. Karena itu, dia menyerapnya ke dalam hati dan mempraktikkannya lewat tindakan nyata.
Saat terjadi gempa pada bulan September 1999, dia dan istrinya sudah mendedikasikan diri dengan segenap hati dan tenaga untuk melakukan daur ulang guna mengasihi dan melindungi bumi. Selain itu, tekad pelatihannya juga sangat teguh. Dia selalu mendengar ceramah pagi.
“Master berkata bahwa kita harus mendalami Dharma. Meski saya buta huruf, tetapi setelah mendengar ceramah Master, saya selalu bertanya kepada istri saya. Dia pernah menjelaskan aksara Mandarin ‘Dharma’ kepada saya. Saya bertanya padanya, ‘Jika radikal ‘air’ dalam aksara Mandarin ‘Dharma’ dihilangkan, akan menjadi kata apa?’ Dia menjawab, ‘Pergi’. Jadi, saat itu, saya bisa merasakan pentingnya mendalami Dharma secara menyeluruh. Meski istri saya sangat disegani di Qingshui, tetapi kerja kerasnya tidak kalah dari saya. Benar-benar tidak kalah. Ketekunan dan semangat yang dimilikinya juga merupakan teladan bagi saya,” ucap relawan Liu.
“Saya sudah berusia 60 tahun lebih. Selama saya masih bisa melihat dengan jelas dan bergerak dengan bebas, saya harus segera bersumbangsih. Melakukan daur ulang membuat saya bebas dari kerisauan dan sehat. Semakin lama melakukan daur ulang, semakin banyak manfaat yang saya peroleh. Setiap orang hendaknya segera melakukan daur ulang. Di sini, yang paling saya syukuri adalah dukungan keluarga dan menantu saya yang telah merawat keluarga kami dengan baik sehingga saya tidak perlu merasa khawatir. Terima kasih,” ucap istri relawan Liu, Liu Chen Bao-cai.
Dia memuji menantunya, suaminya pun berterima kasih padanya. Meski didiagnosis terkena kanker, tetapi dengan pikiran terbuka dan positif, sang suami tetap aktif dalam kegiatan Tzu Chi. Dia bahkan turut membantu dalam perakitan rumah sementara dan ruangan kelas sementara di Filipina. Selain itu, dia juga bersumbangsih di Tacloban, Filipina. Ketekunan dan semangat seperti ini berasal dari cinta kasih dan welas asih yang dibina di tengah keluarga besar Tzu Chi. Dia juga menjalankan tekad Guru.
Insan Tzu Chi menggunakan Dharma dan keharmonisan keluarga untuk menyentuh hati orang-orang di sekeliling mereka dan menggunakan tindakan nyata untuk menginspirasi banyak orang. Kita menjadikan diri sendiri sebagai teladan demi menciptakan masyarakat yang penuh berkah. Kita juga harus menjalin kasih sayang yang tulus untuk membawa kebaikan bagi dunia. Semua itu dimulai dari hati kita dan diwujudkan lewat tindakan nyata dengan hati Buddha dan tekad Guru. Hati Buddha adalah hati yang penuh cinta kasih dan welas asih agung. Tekad Guru adalah membimbing setiap orang menapaki Jalan Bodhisatwa.
Saya berharap setiap insan Tzu Chi dapat mempraktikkan ajaran Buddha dalam kehidupan sehari-hari dan bersumbangsih saat dibutuhkan. Setiap hari, ada banyak hal yang terjadi di seluruh dunia. Setelah menyalurkan bantuan bencana, insan Tzu Chi akan melaporkan kepada saya tentang rencana mereka selanjutnya. Meski tidak datang langsung ke lokasi bencana, saya tahu lebih jelas akan kondisi bencana daripada para relawan yang pergi ke sana karena saya membayangkannya dengan Dharma. Saat insan Tzu Chi memberikan laporan, saya selalu mendengarkan dengan sepenuh hati untuk memahami apa yang dibutuhkan di lokasi bencana. Saya lalu memberi tahu relawan kita apa yang harus mereka lakukan, bagaimana menyalurkan bantuan darurat, bantuan jangka menengah, dan bantuan jangka panjang.
Jika dampak bencana sangat parah, kita harus menyalurkan bantuan darurat. Tzu Chi juga memberi bantuan jangka menengah dengan menenteramkan tubuh dan hati para korban serta membantu mereka untuk bertahan hidup. Selanjutnya, kita membantu mereka agar memiliki tempat tinggal yang tetap. Jadi, kita berusaha menjaga fisik, hati, dan kehidupan mereka. Ini membutuhkan penyaluran bantuan darurat, bantuan jangka menengah, dan jangka panjang. Setelah menyalurkan bantuan, insan Tzu Chi harus memetik hikmah darinya. Inilah Dharma yang mereka dapatkan. Selain “pergi” menyalurkan bantuan, mereka juga harus memetik hikmah darinya. Itulah yang disebut Dharma. Untuk mempelajari Dharma di dunia,dibutuhkan kesungguhan hati.
Bodhisatwa sekalian, hati Buddha dan tekad Guru harus selalu kalian ingat di dalam hati. Pelantikan hari ini adalah awal dari Jalan Bodhisatwa. Kalian semua telah memiliki hati Buddha. Karena memiliki cinta kasih, barulah kalian bergabung ke dalam Tzu Chi. Cinta kasih ini adalah cinta kasih yang tulus. Melihat penderitaan semua makhluk, kalian merasa tidak tega, maka rela bersumbangsih dengan sepenuh hati. Semua ini berasal dari cinta kasih yang tulus. Jadi, cinta kasih kalian adalah cinta kasih yang penuh ketulusan.
Dalam keluarga besar Tzu Chi, antarsesama relawan harus menjalin kasih sayang yang tulus. Antarmanusia, kita harus bisa saling menjadi teladan dan menjadi teman sekaligus guru yang baik satu sama lain. Jika semua insan Tzu Chi bisa saling mengasihi dan menjadi teman sekaligus guru satu sama lain, maka Tzu Chi bisa menjadi teladan. Jika setiap orang bisa melihat kebenaran, keindahan, dan cinta kasih keluarga besar Tzu Chi, maka secara alami, kita dapat menginspirasi Bodhisatwa dunia yang tak terhingga. Semua ini dibina dari cinta kasih dan welas asih agung.
Kita harus lebih bersungguh hati mengembangkan cinta kasih dan welas asih, menjadikan hati Buddha sebagai hati sendiri, dan memiliki satu tekad yang sama, yakni menyucikan hati manusia dengan ajaran Buddha dan membangkitkan cinta kasih setiap orang. Selain membangkitkan hati Bodhisatwa sendiri, kita juga berharap setiap orang dapat menapaki Jalan Bodhisatwa bersama kita.
Tekun dan bersemangat mendengar ceramah pagi dan melakukan daur ulang
Menghadapi penyakit dengan pikiran positif
Menjalin kasih sayang yang tulus dan saling menyemangati
Mengembangkan cinta kasih untuk menginspirasi Bodhisatwa dunia yang tak terhingga
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 1 Februari 2015