Ceramah Master Cheng Yen: Akumulasi Sumbangsih Kecil Membentuk Kebajikan Besar

“Yaman, seperti yang kalian ketahui, sedang menghadapi krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Banyak wilayah yang dilanda kelaparan. Penyebaran kolera juga yang terparah di dunia,” kutipan wawancara Jamie McGoldrick, Koordinator Residen PBB di Yaman.

Melihat bencana yang terjadi di seluruh dunia, saya setiap hari merasa khawatir. Saya merasakan tekanan besar karena kini bumi telah terluka. Selain krisis bahan pangan, bencana akibat ulah manusia dan bencana alam pun kerap terjadi.

Saat Bumi berada dalam kondisi kritis, kondisi kehidupan manusia tidak akan baik. Sebagai manusia yang hidup aman dan tenteram, bisakah kita tidak membangun tekad, tidak bertobat, dan tidak mengerahkan kekuatan cinta kasih? Bagaimana bisa kita tega melihat begitu banyak orang menderita? Kita harus bersungguh-sungguh berintrospeksi atas pola hidup konsumtif. Kita hendaknya mengendalikan nafsu keinginan.

Dalam ceramah pagi, saya mengulas bahwa bukan hanya orang berada yang bisa bersumbangsih. Kita melihat seorang guru di Myanmar. Beliau mendengar tentang kisah celengan bambu yang menginspirasi orang kurang mampu untuk menyisihkan segenggam beras. Himpunan beras-beras itu bisa digunakan untuk menolong orang yang membutuhkan. Beliau sangat tersentuh dan turut menggalakkan praktik ini.

doc tzu chi

Setelah pulang ke desanya, beliau mengimbau para pengikut dan murid-muridnya untuk melakukan hal yang sama. Dengan adanya dukungan beliau, semangat celengan beras akan tersebar semakin luas dan dipraktikkan oleh semakin banyak orang, kekuatan cinta kasih akan semakin besar, dan orang yang tertolong akan semakin banyak.

Yang terpenting bukanlah besar atau kecilnya sumbangsih, melainkan kesinambungannya. Bagi orang berada yang bersedia bersumbangsih, mereka telah menciptakan pahala tak terhingga dan merupakan orang yang kaya batin dan materi. Bagi orang kurang mampu yang bersedia bersumbangsih, meski kekurangan secara materi, mereka memiliki kekayaan batin. Dengan bersumbangsih, mereka juga akan tenang.

Mereka akan merasa bahwa mereka juga mampu menolong sesama dan memiliki keyakinan untuk kembali menolong sesama. Kita juga melihat relawan di Taiwan mengemas mangkuk, sendok, dan selimut yang akan segera dikirimkan lewat udara ke Sierra Leone. Kita mengirimkan barang bantuan yang paling dibutuhkan terlebih dahulu dan mengirimkan sisanya dengan kapal.

Setelah barang bantuan tiba di Sierra Leone, kita bisa memberikan bantuan. Kini insan Tzu Chi dari Amerika Serikat yang mengemban tanggung jawab atas misi ini. Kita berharap penyaluran bantuan kita dapat menginspirasi warga setempat bagai sebuah lentera. Setelah dinyalakan, lentera ini juga bisa memberi cahaya kepada lentera-lentera di sekelilingnya.

doc tzu chi

Di dalam hati setiap orang terdapat sebuah lentera. Setelah terinspirasi oleh Tzu Chi, lentera itu pun menyala. Kita berharap Sierra Leone yang gelap gulita juga dapat memancarkan cahaya yang cemerlang. Penderitaan warga Sierra Leone sungguh tak terkira. Singkat kata, penyaluran bantuan di sana membutuhkan partisipasi banyak orang.

Kita juga melihat Indonesia. Tahun ini, DAAI TV Indonesia telah berusia 10 tahun. Sepuluh tahun yang lalu, staf dari Taiwan pergi ke Indonesia untuk membantu mendirikan DAAI TV. Perjalanan ini tidaklah mudah. Kini DAAI TV Indonesia telah menjalankan tugas dengan baik dalam menyebarluaskan ajaran kebajikan.

Insan Tzu Chi Indonesia juga sangat berdedikasi. Contohnya sebuah jembatan yang dibangun dengan bantuan Tzu Chi. Dahulu, untuk pergi ke sekolah, anak-anak harus berenang mengarungi sungai. Inilah jalan yang harus mereka lalui setiap hari.

“Saat hujan tiba, mereka tidak bisa pergi ke sekolah karena air sungai ketinggiannya naik. Mereka pun kesulitan untuk menyebrang sungai,” kutipan wawancara guru SMPN Karyasari.

doc tzu chi

“Ketika tidak bisa bersekolah karena air sungai naik, saya sangat sedih,” kutipan wawancara murid.

Di wilayah itu, dibutuhkan sebuah jembatan penghubung. Mengetahui hal ini, insan Tzu Chi pun membangun sebuah jembatan yang dinamakan Jembatan Cinta Kasih. Kini, anak-anak di desa itu bisa pergi ke sekolah dengan aman dan ada banyak warga desa lain yang memanfaatkan jembatan ini untuk menyeberang. Dahulu, warga harus mengarungi sungai. Kini, bahkan warga desa lain pun bisa menyeberang lewat jembatan ini.

“Jembatan Cinta Kasih di Bandung bisa dibangun berkat misi budaya humanis kita. Lewat video yang direkam oleh staf DAAI TV, kita baru tahu bahwa ternyata anak-anak di desa itu harus mengarungi sungai setiap hari untuk pergi ke sekolah.”

“Mereka harus mengangkat pakaian dan tas di atas kepala saat mengarungi sungai. Lalu, mereka pun melaporkan hal ini kepada Yayasan Tzu Chi. Kemudian, kita bekerja sama dengan pemerintah setempat dan pihak militer untuk membangun jembatan itu,” kutipan wawancara Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei.

“Anak-anak memiliki semangat yang kuat untuk belajar, meski kondisi lingkungannya saat itu tidak mendukung. Saya tidak pernah membayangkan Yayasan Tzu Chi akan datang dan membantu membangun jembatan,” kutipan wawancara Guru SMPN Karyasari.

“Kami bersyukur, pergi ke sekolah lebih mudah bagi siswa. Siswa bersekolah dari tingkat taman kanak-kanak sampai ke SMA. Tapi sekarang, beberapa siswa sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi,” kutipan wawancara Guru SMPN Karyasari.

Ada seorang anak perempuan yang lahir saat pembangunan jembatan telah rampung.

“Jembatan ini membawa manfaat bagi warga. Karena itulah, ada seorang anak yang diberi nama Cinta Kasih. Dia lahir di desa itu. Jadi, ayahnya menamakannya Cinta Kasih. Ini merupakan suatu jalinan jodoh baik,” kutipan wawancara Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Liu Su Mei.

Belakangan ini, staf DAAI TV kembali ke sana dan merekamnya saat dia sedang berjalan di jembatan itu untuk pergi ke sekolah. Dia sudah bersekolah. Lihat, inilah cinta kasih. Berkat tetes demi tetes cinta kasih, kita bisa membangun jembatan, jalan, rumah permanen, dan lain-lain.

Contohnya sebuah desa di Jiangsu, Tiongkok yang sebelumnya diterjang topan tornado. Kita membangun kembali desa itu agar warga bisa tetap tinggal di desa yang sama. Kita juga mendirikan sekolah dan kuil leluhur bagi mereka. Tahun ini, warga seharusnya sudah bisa pindah ke rumah baru.

Contoh lainnya adalah rumah permanen bagi warga suku asli di Taoyuan. Kita bukan hanya mendirikan rumah bagi para korban bencana, tetapi juga menyediakan semua barang yang dibutuhkan. Ini menunjukkan kekuatan cinta kasih yang melimpah. Para relawan kita bersumbangsih dengan cinta kasih yang tidak membeda-bedakan.

Setelah mereka memiliki tempat tinggal, kita juga berharap mereka dapat hidup di sana dengan tenang dari generasi ke generasi. Inilah hasil dari sumbangsih-sumbangsih kita dalam kehidupan sehari-hari. Ini berkat akumulasi tetes demi tetes cinta kasih. Jangan meremehkan sumbangsih-sumbangsih kecil karena saat disatukan, akan terbentuk kekuatan besar.

Orang kurang mampu yang kaya batinnya bisa merasakan ketenangan
Anak-anak bisa pergi ke sekolah dengan aman berkat adanya Jembatan Cinta Kasih
Menyiapkan semua barang kebutuhan saat korban bencana pindah ke rumah baru
Bersumbangsih, menciptakan berkah, dan mengakumulasi kebajikan

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 Agustus 2017

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 27 Agustus 2017

Hanya orang yang menghargai dirinya sendiri, yang mempunyai keberanian untuk bersikap rendah hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -