Ceramah Master Cheng Yen: Bekerja Sama untuk Melindungi Bumi
Kita dapat melihat sekelompok relawan di Ligang, Pingtung. Lihatlah, mereka sangat bekerja keras.
“Mari kita lihat tanahnya. Tanah di sini tidak rata. Jika tidak berhati-hati, mungkin Anda akan jatuh. Saya yakin jika turun hujan, di sini pasti penuh lumpur, benar?” / “Ya, penuh lumpur. Saat ada warga mengantar barang daur ulang ke sini, mereka sering berkata kepada saya, ‘Kak, bagaimana cara kalian melakukan daur ulang di sini? Saat turun hujan, di sini sangat becek. Truknya bahkan bisa tersangkut di lumpur,’” ucap Xu Yuan, relawan Tzu Chi menirukan ucapan warga.
Relawan ini bernama Xu Yuan. Tahukah kalian bahwa dia telah
melakukan daur ulang di sana selama lebih dari 20 tahun. Ia melakukan kegiatan
daur ulang dan mencari lahan untuk melakukannya.
“Kami memindahkan posko daur ulang ke sini. Ini sudah kali kelima kami pindah. Ini juga bukan tempat ideal untuk melakukan daur ulang. Kami harus mengatasi kesulitan yang dihadapi. Ada relawan berkata kepada saya, ‘Kak, jika tidak menemukan tempat, kita menyerah saja. Kita tidak usah melakukan daur ulang lagi. Posko daur ulang di tempat lain sangat indah, agung, dan beratapkan besi. Mengapa kita harus bekerja di ruang terbuka?’ Saya menjawab, Kita tunggu saja. Ini juga membutuhkan jalinan jodoh.Mungkin kontribusi kita belum cukup dan jalinan jodohnya belum matang,” cerita Xu Yuan.
Selama lebih dari 20 tahun ini, mereka meminjam dan menyewa tempat. Saat pemiliknya menginginkan tempat itu kembali, mereka harus segera pindah dan mencari tempat baru. Tempat sekarang ini adalah tempat kelima. Ia berada di ruang terbuka.
“Sekarang cuaca di Pingtung sedikit sejuk, tetapi saya yakin saat
musim panas, di sini pasti sangat panas. Dengan tenda ini, bagaimana melindungi
kalian dari panas?” / “Tetap sangat panas. Sesungguhnya, mereka memberi tahu
saya untuk segera mencari tempat lain. Saya menjawab, ‘Saya tengah mencarinya tetapi
belum menemukan yang sesuai.’ Saya juga tidak tega melihat mereka bekerja di
tengah kondisi seperti ini. Saya selalu membiarkan mereka beristirahat lebih
awal. Dahulu kami selalu bekerja hingga pukul 12.” / “Bagaimana jika terjadi
topan?” /“Jika anginnya tidak terlalu besar dan hujannya tidak terlalu lebat,
kami tetap bekerja dengan mengenakan jas hujan. Karena itu, saya sangat
berterima kasih kepada para relawan daur ulang. Setiap hari datang melakukan
daur ulang dan melihat kakak-kakak di posko daur ulang yang sangat bersungguh
hati, saya merasa sangat gembira. Masa paling bahagia dalam hidup saya adalah
bergabung dengan Tzu Chi. Setiap hari saya sangat gembira, tenang, dan damai. Inilah
kehidupan yang ingin saya jalani. Hal yang paling membahagiakan bagi saya adalah
bergabung dengan Tzu Chi.
Sekelompok besar relawan ini mengenakan jas hujan dan bekerja di tengah hujan. Saat turun hujan, telihat tanah yang becek dan penuh genangan air. Dari hal ini terlihat betapa mereka bersusah payah. Melihat kerja keras mereka, masih adakah orang yang tega membuang sumber daya alam?
Lihatlah para relawan kita yang bermandikan peluh saat bekerja di bawah teriknya matahari. Meski demikian, mereka tetap bekerja. Ibu Xu enggan menyerah karena dia tahu bahwa saya menaruh perhatian dan terus menyerukan hal ini. Mereka tidak tega melihat saya melakukannya sendirian. Selain melakukannya sendiri, Ibu Xu juga mengajak sekelompok relawan untuk ikut berpartisipasi. Sungguh, ada banyak orang di dunia ini yang memahami isi hati saya. Mereka melakukan tindakan nyata dan memiliki kesatuan tekad untuk melindungi bumi ini. Ini sungguh tidak mudah.
Kita juga melihat Relawan Mei-hsiu. Saat berusia 19 tahun, dia bertemu dengan seorang pria yang tak bertanggung jawab sehingga membuatnya hidup dalam penderitaan. Dia pernah melewati masa-masa yang sulit dalam hidupnya. Dia pernah menderita depresi. Untungnya, dia bertemu sang penyelamat yang membimbingnya bergabung dengan Tzu Chi.
Mei-hsiujuga mulai mendengar Dharma hingga perlahan-lahan dapat memahami prinsip kebenaran. Dia juga mengemban tanggung jawab untuk menyalakan komputer setiap hari guna mendengar ceramah pagi. Dia telah mencapai pembebasan. Meski hidupnya masih sangat sulit, tetapi dia telah mencapai pembebasan. Dia tak lagi menderita depresi. Kini dia merasa sangat gembira setiap hari.
Dahulu, Mei-hsiukesulitan untuk mengikutilirik Sutra di layar.“Saat itu beban saya sangat besar.Saya juga seperti lupa ingatan.Apa pun yang orang katakan,saya mudah melupakannya.Saya tidak dapat mengingat apa pun. Selain itu, saat mencoba melafalkan mantra, saya sama sekali tidak bisa mengikutinya. Saat mencobanya, saya sama sekali tidak bisa melihat hurufnya. Saat itu, saya sangat takut dan tidak tahu apa yang harus dilakukan,” jelas Mei-hsiu.
Sekarang, Mei-hsiutak hanya bisa melihat, tetapi juga dapat memahaminya. Selain itu, dia juga dapat menjelaskan Sutra yang dalam dengan cara yang sederhana. Dia bahkan dapat menulis catatan. Hidupnya telah berubah. Kini dia hidup dengan tenang dan damai. Meski masih harus sangat bekerja keras, tetapi dia tak menganggapnya sebagai penderitaan.
“Dahulu saya berpikir, ‘Mengapa saya melakukan pekerjaan ini?’ Mulanyasaya tidak bisa menurunkan ego saya. Kini sudah tidak. Contohnya saat menyeka cermin ini. Semakin menyekanya, cermin ini semakin terang. Begitu pula dengan hati saya. Saat menyiram toilet, noda batin saya juga ikut dibersihkan selapis demi selapis. Pola pikir saya sudah berubah,” tuturnya.
Saat membersihkan toilet, dia melakukannya dengan hati yang murni. Setelah mengubah pola pikir, segala yang dilakukannya dapat membawa manfaat bagi semua makhluk. Dia membawa manfaat bagi gedung itu dan komunitas itu. Yang terpenting adalah dia sudah mencapai pembebasan. Untuk mengubah kehidupan, dibutuhkan bimbingan Dharma. Setelah mendengar Dharma, dia dapat mencapai pembebasan. Dia juga dapat berbagi kisahnya dengan orang lain.
Semua orang memiliki sebuah kapal dan sebuah kereta lembu putih. Setiap orang dapat menjadi nakhoda dari kapalnya masing-masing. Kapal ini bukan hanya dapat menyeberangkan diri sendiri dari lautan penderitaan menuju pantai kebahagiaan. Dengan kapal ini, kita juga dapat menyeberangkan semua makhluk ke pantai kebahagiaan. Makhluk hidup yang dimaksud bukan hanya manusia.
Lihatlah tayangan yang sangat menyentuh hati ini. Saya yakin ia juga merasakan pencemaran. Hewan saja memiliki kesadaran seperti ini, bolehkah kita tidak menghargai kehidupan. Karena itu, kita menggalakkan pola hidup vegetaris untuk mengasihi makhluk hidup.
Setiap kehidupan sangat berharga. Kita harus sangat menghormati kehidupan. Selain itu, kita juga harus menghargai barang yang digunakan. Janganlah kita membelinya hanya karena suka, lalu membuangnya ketika sudah tidak suka meski barang tersebut masih dapat digunakan. Kita harus menghargai barang. Selama suatu barang masih dapat digunakan, kita harus memanfaatkannya dengan baik. Bodhisattva sekalian, kita semua sungguh harus mawas diri dan berhati tulus. Kita harus mawas diri dan berhati tulus.
Kita harus menghormati dan mengasihi bumi karena di sinilah tempat
kita melangsungkan hidup. Kita harus mengasihi bumi dan menghargai barang. Akibat
pola hidup manusia yang konsumtif, kini jumlah pabrik semakin banyak sehingga
tingkat pencemaran pun semakin tinggi. Karena itu, kita harus mengajak
orang-orang untuk hidup hemat dan tidak memboroskan sumber daya alam. Ini harus
dimulai dari setiap orang. Kita harus bersatu hati dan bergotong royong untuk
melindungi bumi ini.
Mengatasi
berbagai kesulitan demi melakukan daur ulang
Bersatu hati
untuk bersama-sama mengemban tekad Guru
Menjadi
nakhoda untuk menyeberangkan semua makhluk ke pantai kebahagiaan
Menghormati
semua kehidupan dan senantiasa berhati tulus
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 20 Mei 2017
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 22 Mei 2017
Editor: Metta Wulandari