Ceramah Master Cheng Yen: Berani Memikul Tanggung Jawab Menghalau Pandemi


Dalam pandemi COVID-19 kali ini, asalkan kita bisa waspada dan menjalankan protokol kesehatan dengan ketat, ditambah dengan para tenaga medis yang selalu memikul tanggung jawab di garis depan, keselamatan semua orang akan terjaga.

Mendengar tanggung jawab yang harus dipikul tenaga medis, sesungguhnya saya tak sampai hati. Saya juga merasa mereka semua sangat luar biasa. Saya sangat kagum atas keberanian mereka. Pandemi kali ini bagaikan musuh besar bagi semua orang. Kita harus menjaga pintu benteng kita. Untuk itu, dibutuhkan sekelompok panglima pemberani yang menjaga pintu ini.

Kini, para tenaga medis bagaikan para panglima yang berani dan gagah perkasa. Mereka semua mengenakan baju zirah dan berdiri di garis depan. Setelah mengenakan baju zirah untuk melindungi diri sendiri, barulah mereka dapat melawan musuh yang menyerang. Prinsipnya sama. Jadi, di masa-masa darurat ini, saya mendengar para tenaga medis di semua rumah sakit kita begitu berani dan penuh semangat.


Mereka semua tentu kelelahan. Masing-masing dari mereka juga memiliki keluarga. Kini mereka tak dapat menjaga keluarga mereka sendiri. Mereka harus bekerja terus-menerus. Setelah jam kerja berakhir, mereka juga tak berani pulang karena masih memiliki tanggung jawab misi kesehatan. Intinya, para dokter dan perawat terus menjaga keselamatan warga masyarakat. Mereka sungguh penting dan mulia.

Saya selalu mengatakan bahwa agar setiap orang selamat, jaringan medis sangatlah penting. Masyarakat membutuhkan sistem pelayanan kesehatan. Manusia pasti bisa jatuh sakit. Bukankah setiap hari saya mengatakan tentang kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian? Dimulai sejak lahir, manusia dipastikan akan menghadapi usia tua.

Namun, di antara kelahiran dan usia tua, dalam waktu puluhan tahun ini, terdapat penyakit. Penyakit tidak hanya diderita oleh orang lanjut usia. Anak kecil yang baru dilahirkan juga membawa benih karma atau potensi penyakit. Dia bisa hidup dengan sehat, tetapi begitu benih karma ini matang, dunia medis menyebutnya menderita penyakit, sedangkan ajaran Buddha menyebutnya buah karma. Apa itu kekuatan karma?

Kita senantiasa menanam dan memupuk benih karma. Benih ini pun semakin banyak. Ibarat air dalam sebuah guci, air itu mungkin mengandung kotoran atau pasir. Kotoran itu terus bertambah banyak. Namun, jika kita tidak mengaduk air itu, kotoran ini akan tetap mengendap. Permukaan airnya akan tetap jernih. Namun, begitu kita mengaduknya, kotoran yang mengendap tentu akan ikut teraduk. Demikian pula tubuh kita, prinsipnya sama dengan air dalam guci ini.


Saat menjalani hari-hari dengan tenang, kelihatannya kita sangat sehat. Namun, begitu rintangan karma muncul atau kekuatan karma yang terakumulasi matang, ditambah dengan adanya kondisi luar yang mendukung, kita bisa didera penyakit. Karma kita berbuah.

Pada saat ini, pandemi telah mengaduk-aduk seluruh dunia. Ini adalah buah karma kolektif. Ajaran Buddha sering membahas tentang karma kolektif. Jika kita tidak paham, tidak peduli, atau tidak memercayainya, dalam pandemi kali ini kita bisa menerima pelajaran besar yang menggetarkan. Dalam masa-masa ini, semua makhluk di dunia ini mengalami wabah yang sama. Akibat pandemi yang merupakan buah karma kolektif ini, kita sama-sama merasakan kecemasan.

Setiap kali membahas tentang pandemi, kita merasa takut. Setiap kali mendengar berita tentang pandemi, hati kita merasa tidak tenang dan cemas. Jadi, untuk kembali tenang saat ini, kita harus mulai membangkitkan pemahaman. Kita harus terlebih dahulu memahami sumber dari penyakit ini. Penyakit bersumber dari mulut atau apa yang kita makan. Inilah pelajaran besar.

Hewan juga memiliki nyawa. Di dalam tubuh hewan bisa terkandung berbagai zat yang tidak bersih. Manusia lalu memakannya. Mulut manusia menjadi sesuatu yang paling tidak bersih. Alangkah baiknya jika kita semua bisa mengendalikan diri. Tanaman pangan dari alam seperti sayuran dan buah-buahan dapat memberi asupan nutrisi yang besar bagi manusia.


Jadi, agar pandemi kali ini dapat segera mereda, satu-satunya cara ialah manusia harus menunjukkan cinta kasih yang tulus. Untuk mewujudkan cinta kasih yang tulus ini, kita harus bervegetaris.

Bervegetaris menunjukkan ketulusan umat manusia. Dengan ketulusan seperti ini, barulah manusia dapat menyentuh langit dan bumi. Dengan menciptakan berkah seperti ini, kita bagaikan membentangkan selaput pelindung. Untuk itu, setiap orang harus bersumbangsih dengan cinta kasih. Dengan demikian, berkah akan terhimpun.

Saat semua orang mengembangkan energi berkah ini, ia akan menjadi bagaikan selaput pelindung yang secara alami dan perlahan-lahan menghilangkan virus penyakit. Ketulusan hati setiap orang dapat benar-benar meredam bencana.      
    
Para tenaga medis memikul tanggung jawab dengan berani
Menjaga di garis depan dengan tak kenal lelah
Bertobat atas karma buruk yang mendatangkan pandemi
Bervegetaris menghimpun berkah demi meredam wabah

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 25 Mei 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 27 Mei 2021
Sikap mulia yang paling sulit ditemukan pada seseorang adalah kesediaan memikul semua tanggung jawab dengan kekuatan yang ada.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -