Ceramah Master Cheng Yen: Berbuat Baik dan Menghemat Sumber Daya Alam
Share
Ceramah Master Cheng Yen: Berbuat Baik dan Menghemat Sumber Daya Alam
Kita melihat para
ilmuwan telah menghitung bahwa terhitung tanggal 2 Agustus kemarin, jumlah
sumber daya alam yang dikonsumsi manusia telah melampaui jumlah SDA yang dapat
dihasilkan Bumi dalam setahun. Jika kondisi defisit ini terus berlanjut hingga
bulan-bulan atau hari-hari ke depan, maka artinya adalah sumber daya alam yang
dihasilkan oleh Bumi ini tidak lagi mencukupi angka konsumsi manusia.
Di
sisi lain, manusia masa kini tidak kunjung sadar. Manusia masih terus
mengeksploitasi alam, terus memproduksi barang, dan terus menciptakan
pencemaran. Manusia juga membuat sampah menggunung di mana-mana. Inilah
perbuatan manusia. Manusia terus membuat sumber daya yang berguna menjadi tidak
berguna. Akibatnya, kondisi iklim semakin ekstrem.
Meski
Bumi bisa menghasilkan tanaman pangan, tetapi jika iklim tidak selaras, maka
tanaman tidak akan tumbuh. Ini sungguh mengkhawatirkan. Karena itu, para
ilmuwan terus mengimbau kita untuk mengurangi pemborosan dan konsumsi daging.
Imbauan ini bukan hanya dikeluarkan oleh Tzu Chi, melainkan oleh para ahli dan
ilmuwan. Mereka menemukan bahwa hanya dengan mengurangi konsumsi daging dan
mengurangi pemborosanlah manusia dapat menyelamatkan Bumi.
Kita
juga melihat bencana terus-menerus terjadi. Sejak 5 Juli lalu, wilayah timur
laut Thailand tergenang banjir. Beberapa hari lalu, saya mengadakan
telekonferensi dengan relawan setempat. Mereka melaporkan bahwa di Ayutthaya,
daerah yang lebih rendah telah tergenang air. Karena itu, beberapa hari ini
relawan Tzu Chi terus menyalurkan bantuan.
Kita
juga harus berusaha agar barang bantuan dapat tiba lebih cepat di daerah
bencana. Contohnya, tempat tidur lipat dan selimut harus sampai di lokasi
bencana. Kita berharap barang bantuan dalam jumlah besar ini dapat masuk ke
Thailand dengan lancar.
Kita
juga melihat relawan Tzu Chi Filipina terus merekrut Bodhisatwa dunia. Lewat
jalinan jodoh bencana Topan Haiyan, mereka mulai membentangkan jalan bagi
relawan setempat untuk turut bergabung. Orang yang mengikuti pelatihan juga
tidak sedikit.
“Ajaran
Master bagi kami menjadi arah dalam menjalankan Tzu Chi di Tacloban. Menjadi
relawan sudah menjadi bagian dari hidup saya. Bersumbangsih membuat saya
menjadi orang yang lebih baik dan
dapat menjadi jembatan komunikasi untuk menyebarkan ajaran Master kepada lebih
banyak orang,”
Ini
terwujud berkat adanya benih relawan di sana. Pada tanggal 6 Juli tahun ini, di
Filipina kembali terjadi gempa bumi. Dengan adanya gempa bumi ini, relawan
setempat semakin bermunculan. Meski insan Tzu Chi belum tiba, tetapi tidak
sedikit relawan berseragam abu-abu yang membantu di lokasi bencana.
Sebelum
insan Tzu Chi tiba, mereka telah terjun ke daerah bencana untuk mengerahkan
potensi bajik dalam memberi penghiburan, memahami kondisi bencana, dan
bersumbangsih dengan berkesinambungan. Saat para insan Tzu Chi datang, mereka
semua bekerja sama. Sungguh, kita harus menyebarkan benih kebajikan di
mana-mana.
Setelah
benih ditanam di dalam tanah, sebelum benih itu bertunas, tanah harus terlebih
dahulu pecah dan terbuka. Dengan begitu, barulah tunas dapat tumbuh. Jadi,
kekuatan benih dan tunas ini amat besar. Dengan kekuatannya, ia dapat memecah
tanah. Begitu pula dengan batin kita. Saat sebersit niat baik timbul, ia
bagaikan sebutir benih dan tunas yang tumbuh, membuat batin kita bagai tanah
yang pecah. Setelah tunas itu tumbuh menembus tanah, ia kelak akan menjadi
pohon besar.
Para
relawan berseragam abu-abu ini bagaikan sebatang pohon kecil, sedangkan anggota
komite bagaikan pohon besar yang harus terus mendampingi. Para relawan baru
berseragam abu-abu ini telah mulai mengikuti kegiatan, menghibur korban
bencana, dan mengemban misi. Kebajikan yang berwujud ini berasal dari potensi
hakiki kita yang tak berwujud. Benih Bodhisatwa dalam batin ini kita tanam dan
kembangkan sehingga tumbuh menjadi tak terhingga.
Di
lokasi bencana, para relawan mengerahkan potensi mereka. Lihatlah, Tzu Chi
bukan hanya memberi pertolongan fisik, tetapi juga memberi bimbingan dan
menanamkan benih kebajikan dalam hati semua orang. Kita berbagi prinsip
kebenaran agar semua orang dapat turut berbuat baik. Jika kekuatan kebajikan
ini terhimpun, barulah dunia ini dapat aman dan tenteram.
Para
warga setempat mayoritas beragama Katolik dan memiliki keyakinan sendiri. Kita
berbagi kebijaksanaan ajaran Buddha kepada mereka. Mereka percaya bahwa dengan
berbuat baik, mereka akan lebih dekat dengan Tuhan, sama halnya dengan kita
yang mendorong orang untuk berbuat baik agar lebih dekat dengan Bodhisatwa.
Kita
sendiri mempraktikkan Jalan Bodhisatwa dan membantu orang lain, bukan hanya
bergantung pada bantuan orang lain. Kebajikan ini dimulai dari hal-hal yang
kecil. Demikianlah para relawan menyebarkan semangat dan kisah celengan bambu
di sana sehingga menginspirasi warga setempat. Mereka juga dibimbing untuk
melakukan daur ulang, mengubah sampah menjadi berguna kembali, dan menjaga
kelestarian alam. Mereka melakukan banyak hal sekaligus. Mereka menolong orang
dan menolong Bumi.
Pandangan
dan pemahaman ini disebarkan oleh para relawan. Kita harus terus menyebarkan
kebajikan. Jangan menunggu sampai bencana terjadi. Jika bencana sudah terjadi,
kita harus lebih aktif untuk mengembangkan bimbingan ke arah yang baik.
Kebajikan kita dapat menghibur orang yang membutuhkan dan membuat kehidupan
mereka lebih tenang.
Selain
itu, kita juga harus membangkitkan kebajikan di dalam diri mereka dengan
berbagi tentang prinsip kebenaran agar mereka dapat turut berbuat baik. Inilah
tujuan kita. Jadi, mengubah pola hidup dimulai dari diri masing-masing, dimulai
dari pola makan dan konsumsi. Lebih banyaklah mengonsumsi sayuran dan
kurangilah konsumsi daging.
Para
ilmuwan sudah dengan jelas mengimbau untuk mengurangi konsumsi daging dan
menghemat sumber daya alam. Semua ini dilandasi oleh alasan ilmiah. Bodhisatwa
sekalian, melihat kondisi kehidupan manusia di dunia setiap hari, kita harus
meningkatkan kewaspadaan dan mengubah pola hidup mulai dari diri sendiri.
Manusia
harus menyadari defisit sumber daya alam Bervegetaris
demi menyelamatkan Bumi Bodhisatwa
bermunculan untuk memberi penghiburan Tunas
kebajikan bertumbuh menjadi hutan rindang
Ceramah
Master Cheng Yen tanggal 04 Agustus 2017
Sumber:
Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 06 Agustus 2017
Kita
melihat para ilmuwan telah menghitung bahwa terhitung tanggal 2 Agustus
kemarin, jumlah sumber daya alam yang dikonsumsi manusia telah melampaui jumlah
SDA yang dapat dihasilkan Bumi dalam setahun. Jika kondisi defisit ini terus
berlanjut hingga bulan-bulan atau hari-hari ke depan, maka artinya adalah sumber
daya alam yang dihasilkan oleh Bumi ini tidak lagi mencukupi angka konsumsi
manusia.
Di
sisi lain, manusia masa kini tidak kunjung sadar. Manusia masih terus
mengeksploitasi alam, terus memproduksi barang, dan terus menciptakan
pencemaran. Manusia juga membuat sampah menggunung di mana-mana. Inilah
perbuatan manusia. Manusia terus membuat sumber daya yang berguna menjadi tidak
berguna. Akibatnya, kondisi iklim semakin ekstrem.
Meski
Bumi bisa menghasilkan tanaman pangan, tetapi jika iklim tidak selaras, maka
tanaman tidak akan tumbuh. Ini sungguh mengkhawatirkan. Karena itu, para
ilmuwan terus mengimbau kita untuk mengurangi pemborosan dan konsumsi daging. Imbauan
ini bukan hanya dikeluarkan oleh Tzu Chi, melainkan oleh para ahli dan ilmuwan.
Mereka menemukan bahwa hanya dengan mengurangi konsumsi daging dan mengurangi
pemborosanlah manusia dapat menyelamatkan Bumi.
Kita
juga melihat bencana terus-menerus terjadi. Sejak 5 Juli lalu, wilayah timur
laut Thailand tergenang banjir. Beberapa hari lalu, saya mengadakan
telekonferensi dengan relawan setempat. Mereka melaporkan bahwa di Ayutthaya, daerah
yang lebih rendah telah tergenang air. Karena itu, beberapa hari ini relawan
Tzu Chi terus menyalurkan bantuan.
Kita
juga harus berusaha agar barang bantuan dapat tiba lebih cepat di daerah
bencana. Contohnya, tempat tidur lipat dan selimut harus sampai di lokasi
bencana. Kita berharap barang bantuan dalam jumlah besar ini dapat masuk ke
Thailand dengan lancar.
Kita
juga melihat relawan Tzu Chi Filipina terus merekrut Bodhisatwa dunia. Lewat
jalinan jodoh bencana Topan Haiyan, mereka mulai membentangkan jalan bagi
relawan setempat untuk turut bergabung. Orang yang mengikuti pelatihan juga
tidak sedikit.
“Ajaran
Master bagi kami menjadi arah dalam menjalankan Tzu Chi di Tacloban. Menjadi
relawan sudah menjadi bagian dari hidup saya. Bersumbangsih membuat saya menjadi
orang yang lebih baik
dan
dapat menjadi jembatan komunikasi untuk menyebarkan ajaran Master kepada lebih
banyak orang,”
Ini
terwujud berkat adanya benih relawan di sana. Pada tanggal 6 Juli tahun ini, di
Filipina kembali terjadi gempa bumi. Dengan adanya gempa bumi ini, relawan
setempat semakin bermunculan. Meski insan Tzu Chi belum tiba, tetapi tidak
sedikit relawan berseragam abu-abu yang membantu di lokasi bencana.
Sebelum
insan Tzu Chi tiba, mereka telah terjun ke daerah bencana untuk mengerahkan
potensi bajik dalam memberi penghiburan, memahami kondisi bencana, dan
bersumbangsih dengan berkesinambungan. Saat para insan Tzu Chi datang, mereka
semua bekerja sama. Sungguh, kita harus menyebarkan benih kebajikan di
mana-mana.
Setelah
benih ditanam di dalam tanah, sebelum benih itu bertunas, tanah harus terlebih
dahulu pecah dan terbuka. Dengan begitu, barulah tunas dapat tumbuh. Jadi,
kekuatan benih dan tunas ini amat besar. Dengan kekuatannya, ia dapat memecah
tanah. Begitu pula dengan batin kita. Saat sebersit niat baik timbul, ia
bagaikan sebutir benih dan tunas yang tumbuh, membuat batin kita bagai tanah
yang pecah. Setelah tunas itu tumbuh menembus tanah, ia kelak akan menjadi
pohon besar.
Para
relawan berseragam abu-abu ini bagaikan sebatang pohon kecil, sedangkan anggota
komite bagaikan pohon besar yang harus terus mendampingi. Para relawan baru
berseragam abu-abu ini telah mulai mengikuti kegiatan, menghibur korban
bencana, dan mengemban misi. Kebajikan yang berwujud ini berasal dari potensi
hakiki kita yang tak berwujud. Benih Bodhisatwa dalam batin ini kita tanam dan
kembangkan sehingga tumbuh menjadi tak terhingga.
Di
lokasi bencana, para relawan mengerahkan potensi mereka. Lihatlah, Tzu Chi
bukan hanya memberi pertolongan fisik, tetapi juga memberi bimbingan dan
menanamkan benih kebajikan dalam hati semua orang. Kita berbagi prinsip
kebenaran agar semua orang dapat turut berbuat baik. Jika kekuatan kebajikan
ini terhimpun, barulah dunia ini dapat aman dan tenteram.
Para
warga setempat mayoritas beragama Katolik dan memiliki keyakinan sendiri. Kita
berbagi kebijaksanaan ajaran Buddha kepada mereka. Mereka percaya bahwa dengan
berbuat baik, mereka akan lebih dekat dengan Tuhan, sama halnya dengan kita yang
mendorong orang untuk berbuat baik agar lebih dekat dengan Bodhisatwa.
Kita
sendiri mempraktikkan Jalan Bodhisatwa dan membantu orang lain, bukan hanya
bergantung pada bantuan orang lain. Kebajikan ini dimulai dari hal-hal yang
kecil. Demikianlah para relawan menyebarkan semangat dan kisah celengan bambu
di sana sehingga menginspirasi warga setempat. Mereka juga dibimbing untuk
melakukan daur ulang, mengubah sampah menjadi berguna kembali, dan menjaga
kelestarian alam. Mereka melakukan banyak hal sekaligus. Mereka menolong orang
dan menolong Bumi.
Pandangan
dan pemahaman ini disebarkan oleh para relawan. Kita harus terus menyebarkan
kebajikan. Jangan menunggu sampai bencana terjadi. Jika bencana sudah terjadi, kita
harus lebih aktif untuk mengembangkan bimbingan ke arah yang baik. Kebajikan
kita dapat menghibur orang yang membutuhkan dan membuat kehidupan mereka lebih
tenang.
Selain
itu, kita juga harus membangkitkan kebajikan di dalam diri mereka dengan
berbagi tentang prinsip kebenaran agar mereka dapat turut berbuat baik. Inilah
tujuan kita. Jadi, mengubah pola hidup dimulai dari diri masing-masing, dimulai
dari pola makan dan konsumsi. Lebih banyaklah mengonsumsi sayuran dan
kurangilah konsumsi daging.
Para
ilmuwan sudah dengan jelas mengimbau untuk mengurangi konsumsi daging dan
menghemat sumber daya alam. Semua ini dilandasi oleh alasan ilmiah. Bodhisatwa
sekalian, melihat kondisi kehidupan manusia di dunia setiap hari, kita harus
meningkatkan kewaspadaan dan mengubah pola hidup mulai dari diri sendiri.
Manusia harus menyadari defisit
sumber daya alam
Bervegetaris demi menyelamatkan Bumi
Bodhisatwa bermunculan untuk memberi
penghiburan
Tunas kebajikan bertumbuh menjadi
hutan rindang
Memandang
ke seluruh dunia,kini ingin meminum seteguk air bersih saja semakin sulit karena air terus mongering. Berhubung
hujan tak kunjung turun,air tanah pun mengering. Para
ilmuwan menyatakan bahwa kini ada ratusan juta orang di seluruh dunia
yang terjangkit penyakit
kolera. Selain itu, juga ada yang terkena tifus. Berhubung
tidak ada air bersih, maka sumber penyakit semakin
banyak. Tanpa air bersih,lingkungan
semakin kotor dan tercemarsehingga
muncul banyak penyakit,
seperti
kolera dan tifus. Ini sungguh membuat orang
khawatir melihatnya.
Wilayah
yang terkena dampak terbesar dari penyebaran penyakit menular akibat pencemaran
air adalah Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Dengan
berkurangnya air bersih, penyakit menular terus
muncul.
Di beberapa
benua itu, kita bisa melihat dengan jelas bahwa semuanya karena
pencemaran air.Curah hujan yang tidak merata
juga bisa mendatangkan
bencana. Kita bisa melihat
terjangan satu demi satu
topan di seluruh dunia. Baik Asia maupun Amerika, semuanya terus diterjang
topan. Beberapa hari belakangan ini, pengaruh Topan Malou dan Topan Lionrock
juga mengakibatkan banjir di Tainan dan tanah longsor di Baihe.
Tanah longsor kali ini cukup
parah sehingga beberapa keluarga harus dievakuasi. Setelah menerima kabar ini,
insan Tzu Chi segera
menyurvei lokasi bencana dan mencurahkan perhatian. Hari ini tanggal 8
September. Kalian pasti masih ingat dua bulan yang lalu, tepatnya tanggal 8
Juli, Topan Nepartak menerjang Taitung dan mendatangkan bencana besar.
Namun, setelah meninggalkan
Taitung, topan ini mendarat di Provinsi Fujian, Tiongkok dan juga mendatangkan
bencana besar di berbagai kabupaten.
Pada tanggal 12 Juli, insan
Tzu Chi sudah mulai melakukan survei
dan membagikan barang
bantuan. Para relawan kita terus-menerus mencurahkan perhatian. Beberapa hari
ini, relawan kita kembali melakukan survei. Pembagian bantuan musim dingin
tahun ini
akan dipercepat. Relawan kita
akan mulai membagikan bantuan
pada musim gugur karena
terjangan Topan Nepartak kali ini
telah mendatangkan bencana
yang sangat besar.
Banyak rumah yang runtuh dan
semua perabot rumah tangga
terendam air. Warga
kehilangan segalanya. Relawan kita juga meminta persetujuan dari pemerintah
setempat. Pemerintah setempat juga berharap pembagian bantuan musim dingin
dapat dipercepat. Jadi, merekabermusyawarah. Sesungguhnya,
kita bukan mempercepat, melainkan mengadakan pembagian bantuan ekstra
sebelum musim dingin. Kita
sudah mulai mempersiapkan
pembagian bantuan pada musim
gugur karena musim gugur sudah mulai dingin.
Berhubung warga telah
kehilangan segalanya,
seperti pakaian dan selimut
yang dapat menghangatkan tubuh,
maka kita mulai bersiap-siap
untuk membagikan barang bantuan
pada musim gugur ini. Saat
kembali menyurvei lokasi bencana,
relawan kita melihat bahwa
ada orangyang belum bisa melapangkan
hati. Contohnya bapakini.Dia berniat untuk bunuh diri.
Dia terkena dampak bencana
yang parah dan enggan berbicara.
Anda harus percaya bahwa di
dunia ini, masih ada banyak orang penuh cinta kasih yang akan memperhatikan
kalian. Jika kita masih diberi kehidupan, kita tidak boleh berpikir untuk
mengakhirinya. Kita bisa mencari jalan keluar bersama. Kondisi Anda pasti akan
perlahan-lahan membaik. Kita tidak membawa apa-apa hari ini. Hanya sebuah
bingkisan yang berisi doa dari orang-orang di seluruh dunia. Semoga Anda sehat
selalu dan panjang umur. Anda harus menjaga kesehatan Anda dengan baik.
Istrinya jatuh sakit dan
kondisi kesehatan putranya juga tidak baik. Kesehatannya juga tidak begitu
baik. Selain itu, rumah mereka juga runtuh. Karena itu, dia kehilangan harapan.
Kedatangan kalian hari ini
telah memberinya harapan dan kekuatan untuk bertahan hidup.
Insan Tzu Chi menggunakan
kasih sayang penuh kehangatan
untuk menghangatkan hatinya.
Tiba-tiba, dia berkata, “Apakah kalian
organisasi dari Taiwan?”
Relawan kita berkata, “Ya,
dari Taiwan.” Setelah itu, dia baru mulai berbicara. Insan Tzu Chi terus
menghiburnya. Dia berkata bahwa dia akan berusaha untuk bertahan hidup. Singkat
kata, semoga dia dapat bangkit kembali dan memulai hidup baru. Relawan kita
melakukan survey dari rumah ke rumah untuk
mendata kebutuhan setiap keluarga. Sungguh, hidup di dunia ini, semua orang
harus saling membantu dan mengasihi.
“Kalian bisa data
Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.