Ceramah Master Cheng Yen: Bermawas Diri, Berhati Tulus, dan Kembali pada Hakikat Sejati
“Sesungguhnya, evolusi kecerdasan buatan telah dimulai sejak tahun 1940-an. Pengembangan kecerdasan buatan atau AI telah dilakukan selama hampir satu abad. Pada tahun 2022, dikembangkan AI generatif. Kita bisa melihat bahwa AI mencakup beragam teknologi, termasuk pembelajaran mesin, pembelajaran mendalam, dan AI generatif. Semua teknologi ini terkandung dalam AI,” kata Liu Xiao-cheng wakil ketua badan misi amal Tzu Chi.
“Karena itu, dalam melalukan pengembangan, kita harus mempertimbangkan bagaimana kita menggunakannya untuk hal yang baik. Mengenai semua teknologi yang kita kembangkan, inilah yang pada akhirnya harus kita diskusikan. Sesungguhnya, semua teknologi bersifat netral. Ia bisa digunakan untuk kebaikan ataupun kejahatan,” lanjut Liu Xiao-cheng.
“Master selalu memberi tahu kita untuk mengubah pengetahuan menjadi kebijaksanaan. Kita hendaknya memanfaatkan teknologi seperti ini untuk hal-hal yang baik, seperti membantu warga lansia. Jika digunakan untuk hal yang buruk, teknologi seperti ini dapat membawa kehancuran bagi manusia. Karena itu, bagi misi amal Tzu Chi, tugas utama kita bukanlah mengembangkan teknologi baru, melainkan berusaha agar teknologi dapat digunakan untuk hal-hal yang baik,” pungkas Liu Xiao-cheng.
“Pada era AI, kita harus mengajari murid-murid untuk melindungi data-data pribadi dan setelah terjun ke dunia kerja dan menggunakan AI, mereka juga harus melindungi data empat badan misi Tzu Chi. Semua inovasi teknologi di bidang medis bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan medis dan mengutamakan keselamatan pasien. AI juga digunakan di bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, meningkatkan prestasi murid, dan meningkatkan perhatian kita terhadap murid. Ini baru bisa disebut AI yang baik,” kata Liu Yi-jun Rektor Universitas Tzu Chi.
Saat ini, kita sepertinya telah memasuki era AI. Meski demikian, dunia ini adalah tempat tinggal makhluk hidup dan AI hanyalah kecerdasan buatan manusia. Manusia mengembangkan kecerdasan buatan dan robot, tetapi pada akhirnya, kita tetap harus kembali pada kebijaksanaan manusia. Kebijaksanaan manusia adalah yang tertulus dan hanya ketulusan yang bisa bertahan selamanya.
Teknologi sekarang juga dirancang oleh manusia. Jadi, manusia mengembangkan kecerdasan buatan dan komputer sehingga kita dapat memanfaatkannya. Namun, lama-kelamaan, apakah kita akan sepenuhnya bergantung padanya? Jika demikian, sesungguhnya siapa yang memanfaatkan siapa? Ini sangatlah rumit.
Kini, ada berbagai bidang yang bergantung pada komputer dan AI, baru bisa beroperasi. Contohnya, berhitung. Kini, orang-orang sulit untuk berhitung sendiri dan mengandalkan komputer untuk melakukannya. Jadi, seiring berkembangnya sistem komputer, kecerdasan manusia pun menurun. Inilah yang agak saya khawatirkan.
Dunia akan mengalami kemunduran di masa mendatang karena kekacauan antara manusia dan teknologi. Ini akan membuat sesama manusia saling bertikai, menimbulkan kerusakan, dan melukai satu sama lain. Demikianlah kondisi dunia ini di masa mendatang. Ini sungguh menakutkan.
Belakangan ini, saya berkata bahwa saya sangat mengkhawatirkan kondisi dunia ini kelak. Ini bukan hanya tentang perubahan iklim. Kondisi iklim sekarang tidak seperti dahulu. Begitu pula dengan pikiran manusia. Hari ini, saya mendengar bahwa orang-orang merasa tidak bisa tanpa komputer dan AI juga bisa merespons seperti manusia yang memiliki perasaan. Bukankah ini dapat menimbulkan kekacauan? Singkat kata, kita harus bermawas diri dan berhati tulus.
Setiap kali memberikan ceramah, saya selalu berkata bahwa kita harus bermawas diri. Bermawas diri berarti menaati aturan atau sila dan tidak melampaui batas. Jadi, kita harus menaati aturan. Kita harus memiliki batasan. Jika tidak berpegang pada batasan ini, kita akan kehilangan sifat kemanusiaan. Hidup di dunia ini, jika nafsu keinginan terhadap materi terlalu besar, kita akan kehilangan jati diri dan hanya terus mengejar materi dan nafsu keinginan.
Contohnya, kertas yang kita gunakan ini. Jika kita memikirkannya secara lebih mendalam, dari manakah kertas ini berasal? Lalu, kita akan memikirkan makin banyak hal. Kita akan berpikir tentang bubur kertas. Dari manakah bubur kertas berasal? Dari pohon-pohon di hutan. Jika kita mencari tahu lebih dalam lagi, itu tidak akan ada habisnya.
Saat menyadari bahwa pohon-pohon ditebang, kita akan merasa takut karena bumi dan hutan telah dirusak oleh manusia. Berhubung bumi juga mengalami kerusakan, secara alami iklim akan mengalami perubahan. Karena itulah, iklim menjadi tidak bersahabat. Jadi, semuanya tidak berjalan sesuai aturan. Segala sesuatu di alam semesta ini menjadi berantakan.
Pikirkanlah sumber dari secarik kertas. Kita bisa menelusuri sumbernya. Jika bisa kembali pada hakikat sejati dan menghayati kebenaran dengan kebajikan, kita hendaknya bertobat. Kita bertobat atas semua perbuatan kita di dunia ini. Segala sesuatu memiliki sumbernya. Ini sangat sederhana. Namun, dari generasi ke generasi dan dari satu era ke era berikutnya, manusia terus-menerus menciptakan karma buruk.
Bidang pekerjaan pun makin beragam. Makin tinggi pengetahuan seseorang, makin besar kerusakan pada kebijaksanaannya. Hakikat kebuddhaan yang dimiliki setiap orang telah rusak. Sifat hakiki setiap orang adalah bajik. Demi bersaing dan mengejar sesuatu, orang-orang makin jauh tersesat. Ini sangat mengkhawatirkan. Namun, khawatir juga tidak ada gunanya.
Saya sepertinya berkata demikian setiap hari. Saya berkata pada diri sendiri bahwa khawatir pun percuma. Saya harus lebih sungguh-sungguh. Kita harus bersungguh-sungguh untuk kembali pada hakikat sejati kita. Kita semua memiliki hakikat kebuddhaan yang setara dengan Buddha. Hanya saja, di bawah pengaruh pandangan dan pengetahuan yang rumit, hakikat sejati kita telah ternoda. Pencemaran dan perubahan iklim telah menimbulkan kerusakan di dunia ini.
Belakangan ini, saya sering menerima informasi tentang bencana banjir, topan, dan kebakaran yang terjadi di negara tertentu. Kekuatan alam sungguh sangat besar. Manusia tidak akan bisa mengalahkan kekuatan alam. Ini mustahil. Kekuatan manusia tidak mungkin lebih besar dari alam. Saat semua orang bersatu, baru bisa terhimpun kekuatan untuk memperbaiki kondisi iklim yang tidak selaras. Ini membutuhkan tenaga manusia.
Setiap orang hendaknya kembali pada hakikat sejati dan menjalani hidup yang lebih sederhana. Mari kita mengurangi nafsu keinginan. Asalkan ada banyak orang yang melakukannya, kita tentu dapat memperbaiki kondisi dunia ini.
Memasuki era baru kecerdasan buatan
Senantiasa bermawas diri dan berhati tulus
Menciptakan karma baik dan mengurangi nafsu keinginan
Kembali pada hakikat sejati dengan hidup sederhana
Ceramah Master Cheng Yen Tanggal 20 Oktober 2024
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Marlina, Shinta, Janet, Graciela
Ditayangkan Tanggal 22 Oktober 2024