Ceramah Master Cheng Yen: Berpaling dari Keburukan Menuju Kebaikan
“Suami saya adalah penggemar ikan dan daging. Ikan atau daging seperti apa yang lezat dan bagaimana memasaknya, dia tahu dengan jelas,” kata Chuoh Tiew Khim Istri Tan Wah Leong.
“Tiba-tiba, pada tahun 2017, istri saya mengajak saya bertamasya ke Taiwan. Saat itu saya baru tahu ternyata kami mengikuti kegiatan Tzu Chi. Saat para peserta berbagi kisah, saya mendengar berbagai kisah yang menyentuh. Salah satu bagian yang menyentuh ialah penjelasan mengapa kita harus bervegetaris. Dahulu saya tidak mengetahui konsep ini. Saya menganggap hewan memang diternak untuk dimakan. Namun, setelah kegiatan berakhir, kami singgah di pasar malam. Saya melihat berbagai jenis makanan dan sangat ingin mencobanya, tetapi saat itu istri saya tidak mengizinkan. Sepulangnya dari Taiwan, istri saya juga terus mengingatkan agar saya tetap teguh bervegetaris,” kata Tan Wah Leong relawan Tzu Chi.
Dalam melatih diri, yang terpenting bagi kita ialah mengubah tabiat buruk. Jika tidak mengubah tabiat, bagaimana kita berlatih? Jika kita tidak mengubahnya sekarang, bagaimana kondisi kita di kehidupan mendatang? Di alam mana kita akan terlahir? Apakah kita akan menjadi sapi, kambing, ayam, bebek, ataukah tetap menjadi manusia? Kalaupun tetap menjadi manusia, bagaimana kondisi orang tua kita? Bagaimana lingkungan hidup kita? Kelak, apakah lingkungan sekitar kita baik atau buruk, kita tidak tahu.
“Dahulu bicaranya kasar sekali dan agak keterlaluan,” kata Hew Kin Li Istri Lee Sze Siong.
“Saya ingat suatu kali, kami berkunjung ke rumahnya. Kami benar-benar menunggunya di luar. Dia benar-benar berkeras untuk tidak keluar. Dia tidak menghiraukan kami. Kemudian, kami tak punya pilihan dan akhirnya pergi,” kata Wong Hue Suan relawan Tzu Chi.
“Dia lebih tidak suka mengikuti pelatihan Tzu Chi. Saat saya mengajaknya untuk ikut kelas pelatihan, dia menolak. Dia berkata, ‘Ini kunci mobil. Kalau kamu mau, pergi saja sendiri,’” kata Hew Kin Li Istri Lee Sze Siong.
“Kemudian, dia kembali berkunjung ke Taiwan, tepatnya saat ulang tahun Tzu Chi ke-50. Sepulangnya dari Taiwan, dia berubah. Dia sepertinya benar-benar telah masuk ke dalam pintu gerbang Tzu Chi,” kata Liang Qiu-qun relawan Tzu Chi.
“Mulanya saya hanya ingin menjadi sukarelawan saja. Sejak mengikuti beberapa relawan untuk mengunjungi rumah penerima bantuan dan melihat kondisi kehidupan mereka, saya membandingkannya dengan kondisi kehidupan saya dan merasa kondisi saya sudah sangat cukup. Bibi saya melihat saya berubah setelah bergabung dengan Tzu Chi,” kata Lee Sze Siong relawan Tzu Chi.
Beliau pun perlahan-lahan mulai bersumbangsih di Tzu Chi. Kita harus memanfaatkan kesempatan pada kehidupan ini, saat kita memiliki teman, kerabat, dan saudara se-Dharma yang baik yang dapat saling mendukung dan mengingatkan agar tidak berpegang pada tabiat lama. Kita harus mengubah diri kita.
Kita ingin melatih diri dan bercita-cita untuk mencapai kondisi hening dan murni. Kondisi hening dan murni bebas dari noda dan kemelekatan. Kondisi tanpa noda dan kemelekatan adalah tataran kebuddhaan. Kesadaran hakiki yang murni ini adalah yang ingin kita capai. Batin makhluk awam penuh noda dan kekeruhan sehingga disebut sebagai makhluk awam. Kesadaran orang suci begitu murni dan bebas dari noda atau kemelekatan. Inilah Buddha.
Hati, Buddha, dan semua makhluk pada hakikatnya tiada perbedaan. Hanya saja, pikiran makhluk awam menyimpang dan terus mengembara ke luar serta bersentuhan dengan berbagai kondisi. Saat bersentuhan dengan berbagai kondisi ini, timbullah berbagai pikiran pengganggu yang tak terhingga, yang memicu terciptanya berbagai karma buruk yang tertanam dalam kesadaran kedelapan. Kesadaran kedelapan inilah yang membuat kita terus berada di enam alam kelahiran kembali.
Kita harus memperhatikan kehidupan kita saat ini. Jika tidak, saat ketidakkekalan datang, kita tidak akan sempat memperbaikinya. Karma yang kita perbuat di masa lalu tengah menanti kita di masa depan. Kita akan mengikuti kekuatan karma ini tanpa bisa mengendalikannya. Kita akan terlahir di tempat yang sesuai dengan karma kita. Kita tidak dapat menentukannya sendiri. Jadi, kita harus bersungguh hati di saat ini.
Tubuh kita saat ini disebut sebagai buah karma langsung. Lingkungan tempat kita hidup adalah buah karma pengondisi. Buah karma langsung berkaitan dengan keseharian kita, saat kita menghadapi orang, masalah, dan sebagainya. Segala yang kita lakukan berkaitan erat dengan tubuh ini. Karma baik ataupun buruk dilakukan oleh tubuh ini. Karena itu, ia disebut buah karma langsung. Jadi, kita harus memahami dengan jelas buah karma langsung dan buah karma pengondisi.
Lingkungan tempat kita bernaung disebut buah karma pengondisi. Apakah kita hidup kekurangan ataukah berkelimpahan, ini bergantung pada apakah kita menciptakan berkah atau berbuat jahat. Kebajikan dan kejahatan ini menentukan banyak atau sedikitnya berkah kita serta banyak atau sedikitnya kejahatan kita. Ini menentukan kondisi lingkungan tempat tinggal kita. Inilah yang disebut buah karma pengondisi.
Segala sesuatu dipelopori oleh pikiran. Asalkan kita berada di arah yang benar, tubuh kita akan dapat melakukan berbagai hal baik dan berpaling dari kejahatan. Kita dapat mengubah diri kita dan memanfaatkan tubuh kita untuk bersumbangsih. Ini juga berkaitan dengan tubuh. Tubuh kita dapat berbuat baik ataupun jahat. Kita tinggal memilih hendak berbuat jahat ataukah berbuat baik. Ini semua akan menghasilkan buah karma langsung.
Kita telah menciptakan karma baik dan buruk di masa lalu. Kondisi tubuh kita saat ini juga ditentukan oleh karma yang telah kita perbuat. Karma baik dan buruk juga mengondisikan kita untuk berada di sini saat ini. Lingkungan tempat kita dibesarkan, masing-masing dari kita mengetahuinya.
Kini, setelah berkumpul bersama di lingkungan ini, kita hendaknya lebih memahami konsep ini. Jadi, kita harus tahu bahwa tubuh kita saat ini tengah mengembangkan kebajikan. Kita berada di tempat ini untuk saling mendukung.
Kita juga harus menggenggam waktu yang ada. Di kehidupan ini, kita menerima buah karma baik dan buruk. Sebagai makhluk awam di dunia ini, kini kita menerima buah karma. Baik ataupun buruk, semuanya telah berbuah. Ada orang yang hidup dalam kelimpahan dan kenikmatan, tetapi tidak bersedia untuk berbuat baik. Kenikmatan yang dimilikinya ialah buah dari masa lalu. Namun, di tengah berkah itu, dia tidak berbuat baik. Ini sangat disayangkan.
Bodhisatwa sekalian, kita sendirilah yang menciptakan karma baik dan buruk. Perbuatan ini kita wujudkan lewat tubuh kita. Tubuh ini adalah buah karma langsung. Tubuh ini menerima buah karma secara langsung. Baik ataupun buruk, semuanya adalah hasil perbuatan kita sendiri. Setelah melakukannya, kitalah yang menerima akibatnya.
Hukum sebab akibat tidak pernah salah sedikit pun. Jadi, inilah yang disebut buah karma langsung, yakni lima agregat yang kita miliki, yang meliputi rupa, perasaan, persepsi, dorongan pikiran, dan kesadaran. Tubuh menciptakan karma. Karena itu, kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan, menerapkan Dharma dalam keseharian, serta menghadapi orang dan masalah dengan sepenuh hati. Intinya, kita harus selalu bersungguh hati
Batin makhluk awam mudah tercemar dan melekat
Berlatih bersama para mitra bajik yang ditemui
Berpaling dari keburukan menuju kebaikan dan kembali pada keheningan
Memahami buah karma langsung dan pengondisi
Berlatih bersama para mitra bajik yang ditemui
Berpaling dari keburukan menuju kebaikan dan kembali pada keheningan
Memahami buah karma langsung dan pengondisi
Ceramah Master Cheng Yen tanggal 18 April 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 20 April 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia, Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 20 April 2021