Ceramah Master Cheng Yen: Berpaling pada Kebajikan demi Mewujudkan Ketenteraman


Ketika memandang ke seluruh dunia, yang kita lihat ialah berbagai kondisi yang menyedihkan. Setiap hari saya melihat pemandangan di berbagai belahan dunia yang penuh ketidakselarasan empat unsur. Bumi ini telah dipenuhi berbagai bencana. Bencana ini begitu parah.

Dahulu saya sering berkata bahwa Bumi ini tengah berada pada kondisi tidak selaras dan sakit. Bumi ini kesulitan memikul beban yang terlalu berat. Tubuhnya telah dipenuhi banyak luka. Perusak alam ini ialah manusia.

Selama ini, manusia terlalu mengumbar nafsu keinginan, sehingga mengeksploitasi dan melukai alam secara berlebihan. Sungguh, tiada waktu bagi Bumi ini untuk memulihkan diri dan bernapas sejenak. Berbagai tindakan manusia telah menyebabkan kondisi cuaca ekstrem, termasuk gelombang panas, hujan badai, dan kekeringan. Semuanya menjadi lebih sering dan parah daripada sebelumnya. Laporan ini memberi tahu kita berita baru, yakni kini kita bisa menyatakan bahwa perubahan iklim yang lebih banyak di berbagai belahan dunia berpulang pada aktivitas umat manusia.


Kini bumi pertiwi sudah tidak tahan lagi. Tubuhnya dipenuhi luka. Udara juga telah tercemar secara ekstrem. Siapa yang bisa membantu untuk memulihkannya? Umat manusia tetap hidup dalam kesesatan, masih terus mengeksploitasi alam, dan terus melukai serta merusak Bumi. Akibatnya, Bumi tidak dapat memulihkan diri.

Bumi masih terus dirusak bagaikan kulit yang terus dibakar oleh api. Lapisan udara di antara langit dan bumi bagaikan terus terbakar. Paru-paru dunia bagaikan tengah meradang. Ia bagaikan tengah terbakar, sama seperti paru-paru manusia yang mengalami peradangan dan akhirnya mengalami pengerasan. Inilah kerusakan yang ditimbulkan manusia terhadap Bumi.

Bumi ini terus berjuang untuk melindungi manusia, tetapi manusia malah merusaknya. Ia terus mencoba bertahan dengan penuh kemarahan. Menahan kemarahan ini, ia tidak berdaya. Semua ini adalah akibat ulah manusia. Alam terluka parah. Sakitnya juga sangat berat. Kini, satu-satunya cara ialah manusia harus segera sadar.


Bencana besar sudah di depan mata. Kita semua harus sadar.

Saat menengadah ke langit, kita harus bertobat secara mendalam. Kita bertobat atas ketidaktahuan diri sendiri serta ketamakan dan nafsu keinginan kita. Diri sendiri di sini merujuk pada masing-masing individu, termasuk saya sendiri. Setiap individu harus bersatu untuk sungguh-sungguh membangkitkan kesadaran serta menghimpun ketulusan untuk bervegetaris. Bumi sudah mengirimkan sinyal darurat.

Manusia merasa kekuatan mereka bisa mengungguli alam. Mungkinkah? Sesungguhnya, ini terlalu sombong. Dapatkah seekor semut dibandingkan dengan Gunung Sumeru? Jadi, manusia amat sombong dan tidak mengukur kekuatan sendiri. Lihatlah, saat gempa bumi terjadi, tiada orang yang bisa memprediksinya. Manusia bahkan tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi beberapa detik setelah saat ini. Jadi, ajaran Buddha mengajarkan bahwa ketidakkekalan dapat terjadi dalam sekejap.

Kita sangat beruntung karena kita semua di sini telah hidup selama puluhan tahun. Inilah waktu yang telah kita lalui. Kita beruntung telah melewati waktu puluhan tahun. Kita harus bersyukur atas masa lalu. Kini kita sudah mengetahui kebenaran ini. Teknologi membuat kita benar-benar mengetahuinya. Buddha telah memberi kita peringatan. Kini, teknologi membuat kita mengetahuinya. Suara alarm memberi tahu kita bahwa gempa akan datang. Namun, peringatan itu terlalu singkat dan gempa terjadi tak lama setelah peringatan datang. Ketidakkekalan tetap berlaku.


Lalu, bagaimana kita membuat dunia tenteram dan iklim selaras? Semuanya bergantung pada manusia.

Dalam hubungan antarmanusia, kita harus saling mengingatkan dan menasihati. Orang baik hendaknya menyebarkan hal baik saat bertemu orang lain. Saat bertemu orang, ajaklah untuk berbuat baik.

Semua orang hendaknya meredam nafsu keinginan dan saling menginspirasi untuk membangkitkan hakikat sejati dan kekuatan cinta kasih. Kita hendaknya mengerahkan kekuatan cinta kasih yang berlandaskan kesadaran hakiki. Setelah hakikat sejati kita terbangkitkan, kekuatan cinta kasih kita akan terpancar.

Saat terjadi bencana akibat matangnya kekuatan karma semua makhluk, kita harus memperbaiki diri kita. Kekuatan karma masa lalu telah terbentuk dan berbuah dalam wujud bencana. Setelah mengetahuinya, kita tetap harus berintrospeksi, “Saya salah, saya bertobat, saya mau memperbaiki diri.”


Saat kekuatan karma berbuah dan bencana terjadi di suatu daerah, orang-orang yang berada dalam kondisi aman harus segera mengulurkan tangan dan bergerak untuk menolong para korban. Jika daerah bencana berada jauh, kita berusaha menjangkaunya untuk memberikan bantuan. Jadi, inilah edukasi yang harus kita berikan dalam interaksi antarmanusia.  

Bumi pertiwi kesulitan menahan beban berat
Ketidakselarasan empat unsur membawa bencana
Waspada terhadap ketidakkekalan dan bertobat
Berpaling pada kebajikan demi mewujudkan ketenteraman

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 16 Agustus 2021
Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina
Ditayangkan tanggal 18 Agustus 2021
Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -