Ceramah Master Cheng Yen: Bersabar Menghadapi Kebencian dan Tetap Tekun Melatih Diri
“Bencana gempa 11 Maret di Jepang sudah berlalu 10 tahun. Master dan insan Tzu Chi telah memberi kami dana santunan dan pendampingan batin. Atas perhatian yang penuh ketulusan ini, kami mengucapkan terima kasih dari lubuk hati terdalam. Atas segala aktivitas Tzu Chi, kami sangat tersentuh. Mulanya, kami ingin berkontribusi kembali. Sejak mulai berpartisipasi hingga kini, sudah 7 tahun berlalu. Sejak tahun lalu, sehubungan dengan pandemi, berkat kerja sama dari semua orang, kami membuat dan menjual pangsit vegetaris dan mantau. Kebetulan tahun ini adalah 10 tahun bencana gempa 11 Maret. Kami berpikir apa yang dapat kami lakukan di wilayah Timur Laut. Setelah berdiskusi, kami memutuskan untuk menyosialisasikan celengan bambu,” cerita Kameyama Chiyoshi, relawan Tzu Chi Jepang wilayah Timur Laut
Dua hari lalu, saya mengadakan telekonferensi dengan relawan Tzu Chi di Jepang. Bencana gempa 11 Maret telah berlalu 10 tahun. Sepuluh tahun lalu, pada tanggal 11 Maret, tepatnya sekitar pukul 2 siang, wilayah timur laut Jepang tiba-tiba diguncang gempa besar. Gempa tersebut juga memicu terjadinya tsunami. Pembangkit listrik tenaga nuklir di sana juga meledak.
Di wilayah timur laut Jepang itu, bencana yang terjadi sangatlah parah. Di tahun itu, cuaca juga sangat dingin. Para korban bencana sungguh mengalami trauma. Banyak orang kehilangan anggota keluarga. Mereka yang selamat pun kehilangan tempat tinggal. Banyak anggota keluarga mereka yang meninggal atau hilang. Mengenang saat-saat itu, kondisinya sungguh menyedihkan.
Pada tahun itu, insan Tzu Chi dengan sangat cepat tiba di Jepang dari Taiwan untuk mengantarkan selimut dan makanan demi mengatasi kesulitan warga setempat. Pada masa-masa itu, hati saya selalu memikirkan apa yang dapat kita lakukan untuk membantu Jepang. Sungguh, saat dikenang kembali sekarang, masa-masa itu masih sangat jelas dalam ingatan saya.
Saat itu saya segera menyerukan penggalangan dana. Dua hari lalu saya melihat kembali catatan bahwa saat itu insan Tzu Chi di 39 negara menyambut seruan saya. Insan Tzu Chi di 39 negara ini bersama-sama mengerahkan kekuatan untuk Jepang. Para relawan di hampir 40 negara ini menggalang dana bagi Jepang.
Ketahuilah bahwa saat insan Tzu Chi di berbagai negara membawa kotak dana dan turun ke jalan-jalan untuk menggalang dana, mereka menerima berbagai cemoohan dan berbagai hinaan. Bagi insan Tzu Chi, tiada orang yang tidak dikasihi dan tidak bisa dimaafkan. Demi orang-orang yang menderita, insan Tzu Chi harus bersabar dalam menghadapi berbagai sikap dan ucapan orang. Sungguh, insan Tzu Chi harus bersabar dan menghadapi semuanya dengan senyuman. Inilah ladang pelatihan insan Tzu Chi.
Mereka bersabar demi orang-orang yang menderita. Mereka tetap bersungguh hati karena tidak tega terhadap orang-orang yang menderita. Inilah keterampilan Bodhisatwa. Jadi, setiap kali terjadi bencana di mana pun di dunia, insan Tzu Chi harus mengerahkan kesabaran.
Saya selalu mengatakan bahwa inilah ladang pelatihan Bodhisatwa. Kita harus mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Bodhisatwa muncul karena ada makhluk yang menderita. Penderitaan semua makhluk adalah ladang pelatihan Bodhisatwa. Bodhisatwa harus bersumbangsih bagi semua makhluk. Bodhisatwa harus bersabar atas berbagai kondisi. Bodhisatwa harus mengatasi berbagai kesulitan. Bodhisatwa harus mengembangkan cinta kasih. Dalam bersumbangsih, kita tetap tanpa pamrih.
Kita berterima kasih kepada semua orang yang memiliki tekad sama dengan kita sehingga semua orang dapat menghimpun kekuatan bersama. Selain diri sendiri yang bertekad, kita juga mengajak orang lain. Kita bersatu hati untuk mengajak orang lain lagi. Demikian pula dengan orang-orang yang kita ajak. Semua orang menghimpun kekuatan bersama. Inilah yang disebut gotong royong. Semua orang bersumbangsih dengan satu hati.
Dengan hati yang lapang, semua orang bersumbangsih bagi semua makhluk yang menderita. Menghadapi berbagai makian atau kata-kata yang tidak enak didengar, kita harus bersabar. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk melatih diri. Jika tidak, bagaimana kita bisa melatih diri? Jika tidak, bagaimana kita berlatih mengatasi kesulitan? Mengatasi kesulitan berarti tetap bertahan pada apa yang ingin kita lakukan meski menghadapi rintangan. Saat ada orang yang menderita, kita tak sampai hati. Kita turut merasakan penderitaan mereka. Inilah semangat Bodhisatwa yang muncul karena adanya makhluk yang menderita.
Kita semua harus menghimpun niat baik dan membimbing orang lain lewat tutur kata yang baik. Kita harus bergotong royong dan menghimpun kekuatan. Kita bergotong royong dengan satu hati. Kita bersatu hati, harmonis, saling mengasihi, dan bergotong royong. Jadi, hati kita memiliki tekad yang sama. Kita bertutur kata baik dan berbuat baik demi membimbing orang dan menyucikan hati manusia. Inilah obat mujarab untuk saat ini. Inilah yang belakangan ini ingin saya katakan.
Kini saya tidak boleh tidak mengatakannya. Sederhana sekali. Di tengah banyaknya bencana dan tragedi di dunia, Bodhisatwa harus bergerak untuk bersumbangsih. Sesederhana itu. Bodhisatwa harus melatih kesabaran. Inilah ladang pelatihan Bodhisatwa. Karena tidak tega terhadap semua makhluk yang menderita, kita harus bersabar. Inilah Bodhisatwa.
Bodhisatwa muncul karena ada makhluk yang menderita. Bukan hanya diri sendiri yang harus berlatih, Bodhisatwa juga harus menyucikan hati manusia dan membimbing semua makhluk untuk sama-sama berbuat baik. Dengan adanya kebajikan, kejahatan pun akan lenyap.
Mengenang kembali gempa besar 11 Maret 10 tahun silam
Bersabar menghadapi kebencian dan tetap tekun melatih
diri
Meneguhkan ikrar welas asih untuk mengatasi rintangan
Menumbuhkan kebajikan demi melenyapkan kejahatan dan
menyucikan dunia