Ceramah Master Cheng Yen: Bersama-sama Menciptakan Berkah di Dunia

Ajaran Buddha terus mengingatkan kita bahwa segala benda materi yang berwujud tidak ada yang tak akan  rusak dan hancur. Semua melalui fase pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran. Bumi ini pun tak terkecuali. Saat ini, Bumi kita perlahan-lahan memasuki fase kerusakan. Baik akibat ulah manusia maupun perubahan alam, sesungguhnya semua berpulang pada akumulasi tetes demi tetes perbuatan manusia. Seiring berlalunya waktu, perbuatan manusia memupuk kekuatan karma yang menyebabkan alam perlahan-lahan menjadi rusak.

Kita melihat kebakaran di Portugal kali ini. Dengan kekuatan cinta kasih, insan Tzu Chi berdatangan dari berbagai negara untuk meninjau kondisi bencana di negara itu. Mereka kembali ke Taiwan dua hari lalu. Mereka kembali untuk menyampaikan laporan dan menentukan arah penyaluran bantuan. Selain itu, di Filipina, di dalam dua minggu datang dua kali badai topan, terutama yang pertama, Topan Kai-Tak. Filipina pernah diterjang Topan Haiyan. Kita telah membangun rumah rakitan sementara di sana.

doc tzu chi indonesia

Kali ini, bencana banjir telah menguji bahwa perhatian penuh cinta kasih tetap abadi. Selepas tengah hari kemarin, Relawan Zhang menunggu saya di luar ruang makan. Dia berkata kepada saya, "Master, saat bencana melanda Ormoc, kita membangun rumah rakitan sementara." "Kali ini, daerah itu dilanda banjir besar." "Rumah-rumah itu dipenuhi lumpur." "Beruntung, rumah-rumah itu masih berdiri tegak." Namun, para relawan tetap memberi perhatian ke daerah tersebut. Melihat inisiatif mereka, saya merasa terharu. Inilah yang harus diteladani oleh kaum muda, yaitu bersumbangsih tanpa pamrih dan memikul tanggung jawab jangka panjang.

Kita juga melihat seorang anak pengungsi Suriah. Saat dia lahir, suara ledakan bom mengagetkan dokter sehingga tak sengaja membuat kakinya patah. Dahulu sudah pernah dioperasi enam kali. Dia bilang sudah pernah dioperasi enam kali. “Kami melakukan dua kali operasi. Berarti yang ketujuh dan kedelapan.” Kita melihat kakinya yang begitu mungil penuh dengan bekas jahitan. Jika bukan berkat relawan Tzu Chi, bukankah anak ini akan kehilangan kakinya? Inilah kekuatan cinta kasih insan Tzu Chi yang tidak rela meninggalkan para pengungsi. Dengan adanya Bodhisatwa di dunia, maka dunia akan punya harapan. Lihatlah, dia kini bisa berjalan dan begitu menggemaskan. Melihat foto ini, saya sangat gembira.

doc tzu chi indonesia

“Terima kasih kepada Master sehingga saya dapat dioperasi. Anak yang masih kecil ini kini dapat tumbuh besar dengan lancar.”

Berkat adanya para relawan kita di sana, para pengungsi yang menderita dapat terbantu. Saya sungguh bersyukur. Ada sebuah keluarga lain. Mulanya, kehidupan mereka sangat baik di Suriah. Empat tahun lalu, saat putra sulungnya berusia 14 tahun, rumah mereka roboh akibat ledakan bom. Tulang anak itu pun remuk. Demi mengobati anaknya, sang ibu pergi ke Yordania dari Suriah. Anak itu juga telah dioperasi beberapa kali. Sebelum kakinya benar-benar sembuh, sang ibu sudah tak memiliki biaya lagi. Sang ibu pun didiagnosis menderita kanker tulang stadium tiga. Saat sang ibu merawat putra sulungnya ini, anak bungsunya ditembak mati oleh tentara. Anak ini baru berusia 11 atau 12 tahun. Apa dosa anak ini? Ini sungguh menyedihkan. Putrinya yang tinggal seorang diri di rumah akhirnya harus mencari cara untuk mengungsi. Perjalanan yang seharusnya dapat ditempuh hanya dalam waktu 30 menit, akibat ditutupnya banyak jalan, menjadi sangat jauh dan dia harus menempuh lebih dari 980 kilometer. Dia juga harus melewati padang pasir. Demi melindungi diri sendiri, di setiap perhentian dia harus membayar. Sungguh, kita tidak sampai hati mendengarnya. Ini adalah kisah nyata. Akhirnya, dia berhasil tiba di Yordania setelah menempuh perjalanan belasan hari. Inilah laporan yang saya terima dari para relawan.

Dunia ini sungguh penuh penderitaan. Karena itu, dibutuhkan kekuatan cinta kasih yang dihimpun dari kalian semua. "Berpadu dalam cinta kasih untuk mewujudkan dunia yang penuh kasih sayang." Kita sudah melihatnya. Untuk mewujudkan cinta kasih yang abadi, semua orang membentangkan jalan selangkah demi selangkah. Kita tidak mengatakan, "Perkara itu begitu besar, tak ada bedanya jika kurang saya seorang." Kita tak punya pandangan seperti ini. Masing-masing dari kita tidak boleh ketinggalan. Namun, saya juga harus berterima kasih karena apa yang ingin saya lakukan, banyak orang membantu mewujudkannya. Ini yang disebut senasib sepenanggungan.

doc tzu chi indonesia

Melihat penderitaan para korban bencana, kita turut merasakannya. Untuk membantu mereka, tidak bisa mengandalkan kekuatan satu atau segelintir orang, melainkan harus mengandalkan orang banyak. Setiap orang tidak boleh ketinggalan. Kita membutuhkan orang lain. Namun, kita sendiri juga harus tahu bahwa kita juga tidak boleh ketinggalan. Inilah pandangan yang benar. Kita bukan merasa diri sangat mampu dan berkata, "Semua ini sayalah yang mengerjakan." Jika hanya sendirian, kita tak dapat memperoleh pencapaian.

Dibutuhkan dukungan dan kerja sama dari semua orang untuk mewujudkan kekuatan besar. Kita tidak mengenal para korban bencana. Kita hanya tahu mereka terkena bencana dan kita ingin membantu mereka. Inilah cinta kasih yang tulus. Inilah yang terindah di dalam kehidupan ini. Jadi, anak muda sekalian, saya berharap di negara mana pun kalian berada, kita hendaknya menghimpun kekuatan cinta kasih. Membantu orang adalah menanam berkah bagi diri sendri.

Segala sesuatu mengalami fase pembentukan, keberlangsungan, kerusakan, dan kehancuran
Berkumpul di daerah bencana atas dasar cinta kasih
Memberi pertolongan dan penghiburan bagi korban bencana
Bersama-sama menciptakan berkah di dunia

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 27 Desember 2017

Sumber: Lentera Kehidupan - DAAI TV Indonesia,

Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina

Ditayangkan tanggal 29 Desember 2017

Giat menanam kebajikan akan menghapus malapetaka. Menyucikan hati sendiri akan mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -